Semoga Ada Orang Kaya yang Bawa Angpao

Melihat Suasana Jelang Imlek di Medan (1)

Tak ada nuansa merah meriah. Rumah Susun (Rusun) Asia Mega Mas, Kelurahan Sukaramai, Medan Area malah cenderung kusam. Di jendela-jendelanya tergantung celana dan baju, tak ada lampion apalagi pohon angpao. Tidak itu saja, parkir sepeda motor pun menambah rusak pemandangan. Padahal,
sebentar lagi Imlek.

Deking Sembiring, Medan

Semua mafhum, rusun itu dihuni warga Medan etnis Tionghoa. Jadi, ketika persiapan Imlek sama sekali tak terlihat, munculah sekian pertanyaan. Ada apa?

Saat Sumut Pos mengunjungi rusun yang berada tidak jauh dari Jalan Aksara, Rabu (6/2), suasana yang tertangkap sangat biasa. Beberapa orang terlihat di warung minuman dan makanan yang berada di sekitar rusun. Mereka terlihat asyik bermain catur dan yang lainnya.

Sementara lainnya, sibuk di rumah masing-masing, menjalani aktivitas layaknya hari biasa. “Tidak ada penyambutan Tahun Baru Imlek di sini. Kami menganggap Imlek itu tidak ubahnya seperti hari-hari biasa lainnya,” ujar Abdul Wahab alias Aliong (50) sang pemilik warung kopi di rusun itu.
Faktor ekonomi yang kurang mampu, membuat warga tidak bisa merayakan Imlek. Bahkan, mereka mencoba melupakan kemeriahan menyambut kedatangan Tahun Ular menurut kelender China itu.

“Kami yang tinggal di rumah susun ini rata-rata masyarakat kurang mampu. Kerja kami hanya serabutan, jadi kalau tidak bekerja, kami tidak makan,” tambah Aliong.

Setali tiga uang dengan Aliong, Hendra alias Asiong pun menganggap tak ada yang istimewa dari momen Imlek. “Sama seperti hari biasa, tidak ada penyambutan besar-besaran seperti di tempat-tempat lain. Walaupun ada yang merayakan, itu dilakukan secara sederhana, cukup makan dan berdoa di rumah sendiri,” jelasnya.

Asiong mengakui bahwa Tahun Baru Imlek itu merupakan momen yang sangat penting bagi etnis Tionghoa. Tapi, karena faktor ekonomi yang tidak mendukung membuat mereka tidak merayakan pergantian tahun tersebut.

“Kami sebenarnya ingin merayakan, tapi tidak ada uang, bagaimana merayakannya,” katanya polos.

“Imlek itu sangat penting, tapi bukan untuk kami. Kami menganggap Imlek itu sama seperti hari lainnya. Kalaupun kami rayakan, itu hanya akan menambah beban saja, lebih baik kami mencari uang. Kami mencoba melupakan Imlek itu,” paparnya.

Seperti pada perayaan Imlek tahun-tahun sebelumnya, ada beberapa orang yang memiliki uang mencoba menghibur warga rusun ini, dengan membagi-bagikan angpao di komplek tersebut. Kedatangan para orang kaya itulah yang menjadi penghibur bagi warga lokasi tersebut.

“Pada tahun-tahun sebelumnya, biasanya ada yang membagi-bagikan angpao di sini. Kadatangan mereka sudah cukup mengibur kami yang tidak mampu merayakan Imlek. Tapi, kali ini saya tidak tahu apakah ada yang datang,” harapnya.

Tapi, bukan berarti semua warga di situ melupakan hari besar tersebut. Sebagian kecil yang merayakan Imlek, namun dilakukan secara sederhana, sebatas di dalam rumah. Cukup makan dan berdoa bersama keluarga. “Ya, mereka yang memiliki sedikit uang, tetap mencoba merayakan Imlek, tapi secara sederhana. Itupun sebagian kecil,” ungkapnya.

Para penghuni Rusun Asia Mega Mas ini memang didominasi oleh etnis Tionghoa. Meski warga dari etnis Batak, Melayu dan Jawa juga ada, tapi hanya sebagian kecil. Warga rusun ini, rata-rata merupakan korban kebakaran Jalan Aksara beberapa tahun lalu.

Keberadaan Rusun Asia Mega Mas saat ini mulai dikenal sebagai tempat berkumpulnya para orang lanjut usia (lansia) dari berbagai kawasan di seputaran Sukaramai. Hampir setiap hari warung yang berada di lantai bawah rusun dipenuhi para pendatang, untuk sekedar nongkrong.

Namun, sekarang ini juga, rumah susun ini sudah banyak ditinggali para pendatang dari luar Kota Medan. Mereka menyewa rusun ini sebagai tempat tinggal karena harga terjangkau dan lokasi yang strategis. Namun, belum diketahui siapa yang menyewakan rumah susun tersebut. “Mudah-mudahan ada orang kaya yang datang membawa angpao,” tutup Asiong. (*)