Tiga Tim Polisi Buru Pembunuh Bidan

Korban Pernah Dijodohkan dengan Orang Lain

MEDAN- Sehari setelah Nurmala Dewi Tinambunan (31) terbunuh, polisi masih belum memastikan jenis senjata api yang digunakan pelaku. Polisi kini berkonsentrasi memburu pelaku.

“Ada tiga tim yang dibentuk untuk ini,” kata Wakil Kepala Satuan (Wakasat) AKP Hendra, Jumat (8/2).

Hendra menjelaskan, mereka telah menemukan selongsong peluru senjata api (senpi)  miliki pelaku di TKP. “Tapi, kaliber dan jenisnya belum tahu,” jelasnya sembari mengatakan kalau pelaku penembakan korban dan penikaman ibu korban diduga orang yang sama.

Sementara itu, pihak keluarga korban meyakini kalau asal tragedi tersebut adalah kisah cinta segitiga. Perkenalan Nurmala Dewi br Tinambunan dengan B Silaban, terjadi sejak tahun 2007. Melalui H Siregar yang merupakan salah seorang kerabat B Silaban yang tinggal dekat dengan rumah Dewi, kedua insan itu dipertemukan. Seiring berjalan waktu, butir-butir cinta muncul di hati B Silaban (BS) dan Nurmala. Bahkan, keseriusan cinta mereka semakin diperkuat dengan kunjungan orangtua B Silaban ke kediaman Nurmala, dalam rangka untuk menjodohkan Nurmala dan B Silaban.

“Namun, sejak kedatangan itu, teror demi teror terus berdatangan pada anak kami. Bermula dari salah seorang utusan si br Pasaribu (IP) yang datang menemui kami dan mengatakan kalau kami jangan menikahkan anak kami dengan si Silaban. Katanya, si Silaban itu penjahat dan sudah mempunyai 2 orang anak,” ungkap ayah korban, Lismen Tinambunan saat ditemui di rumah duka, Jumat (8/2).

Keluarga Meyakini Motif Cinta Segitiga

Untuk memastikan hal itu, B Silaban pun dipanggil dan dimintai keterangannya. Namun, dengan tegas B Silaban membantah tuduhan itu. Hubungan percintaan B Silaban dan Nurmala pun tetap berlanjut. Begitu pula dengan rencana pernikahan mereka, semakin matang. Ternyata, keseriusan yang semakin diperkuat itu berujung bencana bagi Nurmala. Teror demi teror mulai berdatangan menghujami hari-hari Nurmala.

“Sampai anak saya sudah pindah tugas ke Nias saja, anak saya masih mendapat teror. Hingga akhirnya insiden yang hampir merenggut nyawa anak saya, bagian pundaknya ditikam oleh orang tidak dikenal. Sejak itu, kami merasa yakin kalau teror tersebut benar-benar terjadi dan kami memperketat penjagaan pada anak kami. Saking takutnya terjadi sesuatu pada anak kami itu, kami tariklah dia untuk pindah tugas di Medan dan bertugas di Puskesmas Teladan,” tambah Lismen.

Meski penjagaan sudah diperketat, ternyata teror tidak serta merta kendur. Mulai dari pembakaran kediaman Nurmala dan keluarganya di Jalan Pertahanan Gang Indah Kecamatan Patumbak, percobaan penikaman terhadap Nurmala hingga melukai tangan Suryani br Hotang yang menangkis hujaman pisau oleh OTK tersebut. Karena sudah tidak tahan lagi dengan aksi tersebut, pihak keluarga Nurmala membuat surat pernyataan tidak akan menikahkan Nurmala dengan B Silaban, sesuai permintaan br Pasaribu. Namun ternyata, cara itu juga tidak dapat menghentikan aksi teror hingga akhirnya Nurmala tewas di tembak oleh OTK, saat Nurmala berada tepat di depan rumahnya, Kamis (7/2) lalu.

“ Dia minta agar anak kami tidak menikah dengan si Silaban dan itu sudah kami penuhi. Kami menduga kalau kemarahan itu karena si Silaban itu lari dan br Pasaribu itu mengira kami yang menyembunyikan si Silaban itu. Untuk menguatkan kalau anak kami tdak lagi berhubungan si Silaban itu, kami juga pernah mencoba menjodohkan anak kami dengan orang lain. Namun, anak kami tidak mau dengan alasan trauma. Lagi pula, si br Pasaribu itu sudah punya suami dan kalau tidak salah suaminya itu marga Galingging,” jelas Lismen.

Di rumah duka, sejumlah rekan kerja Nurmala juga tampak hadir. Tetes air mata penuh kesedihan, tampak membasah di pipi para wanita itu. Terdengar dari bibir mereka menyebut kalau Nurmala semasa hidup merupakan sosok yang baik dan pintar.

Hal senada juga didapat dari sejumlah mahasiswi Medistra tempat Nurmala pernah mengajar alias menjadi dosen. Mereka menyebut kalau Nurmala dalam menyampaikan materi kuliah, sangat mudah untuk dipahami. Wanita yang kerap disapa Bu Mala itu semasa hidup dan mengajar di Medistra juga berperan sebagai kakak ataupun sahabat oleh mahasiswanya.

“Saat mengajar, dia juga sangat tulus dan tampak kalau dia itu ingin sekali kami menjadi orang pintar. Selain pintar, ibu itu juga sangat pembersih dan kalau ada kelas kami yang kotor, merepetlah dia itu, “ ucap Eva salah seorang mahasiswi Nurmala, didampingi sejumlah Mahasiswi Medistra lainnya. Setelah disemayamkan, jenazah korban akhirnya dimakamkan, Jumat (8/2) sekitar jam 15.00 WIB (mag-19/mag-10/gus)