Dibangun Lebih Moderen, Lengkap Permainan Anak

Debu mengepul saat memasuki Jalan Pemasyarakatan Tanjunggusta, Medan. Truk pengangkut bahan-bahan bangunan dan kendaraan yang lalu lalang membuat kepulan debu makin memanjang tepat di depan lemabaga pemasyarakatan (Lapas).

Puput Julianti Damanik, Medan

Di ujung jalan, sebuah papan kecil bertuliskan ‘Pintu Masuk Lapas Kls 1’. Papan ini menunjukkan jalan, karena Lapas tertutup tembok tinggi dan bangunan baru yang belum selesai dikerjakan.

MASJID LAPAS: Para napi saat salat berjamaah di masjid Lapas Tanjunggusta. Masjid ini termasuk yang direnovasi.
MASJID LAPAS:
Para napi saat salat berjamaah di masjid Lapas Tanjunggusta. Masjid ini termasuk yang direnovasi.

Dengan semangat, Sumut Pos pun langsung bergegas masuk. Setahun pascaricuhnya Lapas Tanjunggusta, (12/7/2013) yang menjadi sorotan media nasional hingga internasional, sisa-sisa kenangan itu masih terasa.  Beberaba bangunan hilang dari fungsinya. Kantor utamanya, ruang besuk dan polikliniknya masih dibiarkan kosong, tak lagi dihuni.

“Ada keperluan apa?” tanya petugas penjaga pintu utama.

Belum selesai menjelaskan, dari sebelah kanan staf Kepala Lapas pun dengan ramah menyapa, ia langsung menjumpakan Sumut Pos kepada Kepala Lapas, Lilik Sujandi.

“Silakan masuk, kantor saya itu di sini. Ini sekarang jadi kantor utama menanti kantor baru yang sedang dibangun di depan karena kantor utama sebelumnya sudah hangus terbakar, ini darurat,” ujar Lilik.

Kantor ini memang terlihat cukup sederhana. Ruang tamu sekaligus ruang Kepala Lapas bergabung dengan ruang staf administrasi. Tak lama, Lilik pun tanpa segan menceritakan setahun pasca tragedi terbakarnya lapas yang mengakibatkan 5 orang tewas dan 212 napi kabur termaksud 12 napi teroris.

“Kondisi setelah kejadian itu sangat rumit. Meninggalnya 2 petugas membuat traumatik tersendiri, petugas gak bisa melaksanakan pekerjaannya secara maksimal karena faktor traumatik itu tadi, ditambah sarana pekerjaan yang minim. Di awal pascakejadian, kami masih tergantung dengan aparat keamanan dari kepolisisan. Biaya yang dikeluarkan juga gak sedikit,” kenang Lilik.

Lanjutnya, selain beberapa bangunan yang hilang fungsi, inventaris seperti data napi baik ekstravonis maupun buku register juga habis terbakar. Syukurnya, 80 persen data tertinggal di database, 20 persen lainnya dilakukan pendataan atau sensus di lapas serta dengan meminta bantuan seluruh PN yang ada di daerah untuk memberikan salinan vonis.

“Agustus, kita melaksanakan pembangunan pekerjaan darurat. Perbaikan sarana pintu utama, beberapa ruang untuk keamanan, dan pembangunan dua pagar pembatas di dalam sebagai sarana mengurangi mobilitas napi. Hanya ruang perawatan kesehatan yang belum ada dan sementara kami menggunakan hall salah satu blok hunian napi,” ujarnya.

Saat ini, tambah Lilik, pihaknya mendapatkan proyek pembangunan 3 item prasarana. “Di depan ini masih dibangun 3 item di antaranya kantor utama, kantor pembinaan dan perluasan serta peninggian tembok luar. Kantor pembinaan di dalam nanti untuk poliklinik, ini kelanjutan program tanggap darurat. Kami juga membuat ruang jenguk lebih moderen, kami siapkan berbagai maianan anak, sehingga anak yang menjenguk ayahnya bisa bermain bersama dan ia tidak tahu kalau sebenarnya itu adalah penjara,” katanya.

Selain bangunan, pendidikan moral juga gencar dilakukan. Baik untuk petugas lapas dan napi. Lilik tak pungkiri bila kejadian tersebut lantaran emosi napi saat melihat pemadaman listrik dan tersendatnya air yang sering terjadi. Namun, permasalahan mendasarnya karena tidak adanya moral atau komunikasi atau interaksi yang baik antara napi dan napi lainnya serta napi dan petugas.

“Penjara itu tetap menjadi sumber kerawanan. Tersendatnya air dan pemadaman listrik itu memang pemicu, tapi sebelumnya pasti sudah ada gemulan. Kehidupan di dalam itu sama seperti mendidik anak. Kalau sudah terlalu manja, ada kesulitan dikit saja sudah mengeluh,” katanya.

Untuk itu, selain memperbaiki fasilitas, diadakan pula traetment bagi seluruh pegawainya untuk membalikkan motivasi, membalikkan kembali komitmennya. Selain itu, pendidikan moral yang difasilitasi olah sebuah lembaga juga rutin dilakukan.

“Ini jadi pilar utama bagaiamana menumbuhkan sikap interaksi yang baik antara petugas dan napi, petugas tidak bekerja berdasarkan kekuasaan tapi bekerja karena memang tugasnya. Napi juga mengembangkan sikap penghormatan terhadap petugas,” ujar Lilik.

Khusus pegawai, dijelaskan Lilik, berbagai upaya yang dilakukan di antaranya melakukan pelatihan dan apel bersama. Di situlah dilaksanakan satu dinamika kelompok untuk membangun kekompakan, kebersamaan, dan komitmen.

“Salah satu out putnya, semua petugas termaksud pimpinan akan diperiksa saat memasuki pintu utama. Ini ingin memastikan bahwa tidak ada petugas yang terlibat dalam peredaran narkoba, keterlibatan dalam judi dan pungutan liar,” ujarnya. (*/azw)