Adaptasi Karakter Power Ranger Jadi Superhero Lokal

Dhimas Ginanjar/Jawa Pos TELANJUR BESAR: Dari kiri, Sweta Kartika, Shani Budi Pandita, dan Bisri Mustova menunjukkan karakter Nusantaranger karya mereka saat ikut meramaikan Popcon Asia di Smesco Exhibition Hall, Jakarta Selatan, pekan lalu.
Dhimas Ginanjar/Jawa Pos
TELANJUR BESAR: Dari kiri, Sweta Kartika, Shani Budi Pandita, dan Bisri Mustova menunjukkan karakter Nusantaranger karya mereka saat ikut meramaikan Popcon Asia di Smesco Exhibition Hall, Jakarta Selatan, pekan lalu.

Mengenalkan keanekaragaman budaya lokal bisa melalui banyak cara. Misalnya, yang dilakukan sejumlah anak muda yang menamakan diri tim Nusantaranger. Mereka membuat jagoan sendiri yang kental beraroma Indonesia lewat komik.

DHIMAS GINANJAR, Jakarta

BOOTH di pojokan event Popcon Asia di gedung Smesco Exhibition Hall, Jakarta Selatan, menarik banyak pengunjung. Padahal, tidak ada dekorasi istimewa yang ditampilkan. Hanya poster-poster, kaus, serta jaket dengan gambar unik yang dipajang di dinding belakang. Stan seluas sekitar 1,5 x 1,5 meter itu jadi tambah sumpek karena hanya bisa diisi satu meja untuk membeber pernik-pernik yang dijual pemilik stan.

Itulah booth milik anak-anak muda yang menamakan diri Nusantaranger. Booth tersebut menampilkan ikon jagoan baru ala Power Ranger versi Indonesia.

“Dulu saya dibesarkan dengan tokoh komik Gundala. Sekarang yang seperti itu nggak ada. Karena itu, kami ingin menampilkan ikon baru lewat lima tokoh yang mewakili lima pulau di Indonesia. Lima tokoh tersebut merepresentasikan bhineka tunggal ika,” ujar Shani Budi Pandita, salah satu pencetus tokoh komik Nusantaranger, ketika ditemui Jumat (19/9).

Bersama sang istri, Tamalia Arundhina, Shani mewujudkan ide unik tersebut. Dia lantas menunjukkan sebuah poster yang bergambar lima kesatria Nusantaranger. “Kesatria Nusa Merah itu dari Jawa. Wujudnya kayak prajurit keraton. Dia melambangkan elang jawa,” kata pria kelahiran Jakarta, 11 November 1982, itu.

Nusa Kuning yang mewakili Pulau Sumatera merupakan wujud harimau sumatera. Kostum yang dikenakan juga beraroma baju tradisional Bumi Andalas. Untuk kesatria Nusa Hijau, kostumnya memiliki rompi yang biasa dikenakan suku Dayak. Hewan yang diwakili adalah orang utan.

Kesatria berikutnya adalah Nusa Hitam. Dia merupakan wakil Pulau Sulawesi yang merupakan representasi anoa. Kemudian, kesatria terakhir, Nusa Biru, mewakili Bumi Cenderawasih. Wujudnya disimbolkan dengan ikan hiu gergaji. “Satwa-satwa langka itu dimunculkan sebagai bentuk kampanye konservasi lingkungan hidup,” terang lulusan Teknik Informatika Universitas Tri Sakti Jakarta tersebut.

Shani punya impian, melalui Nusantaranger, orang-orang bisa memiliki pengetahuan lebih luas soal Indonesia. Misalnya, Jawa tidak hanya identik dengan badak jawa, tetapi ada hewan lain yang juga terancam punah, yaitu elang jawa.

Sebenarnya konsep seperti itu ada sejak 2008, tetapi baru menjadi bentuk karakter Nusantaranger pada 2013. Supaya ide tersebut tidak menguap begitu saja, Shani melempar konsep ke Twitter. “Saya kaget juga. Soalnya, feedback-nya cukup banyak,” tuturnya.

Ibarat bola salju, ide itu terus menggelinding makin besar. Dia yakin lima jagoan Nusantaranger tersebut akan terwujud. Hanya, saat itu Shani maupun Tamalia tidak bisa menggambar dengan baik.

Lantas, dicarilah anak-anak yang “pakar” di bidang masing-masing. Maka, bergabunglah Sweta Kartika (ilustrator), Bisri Mustova (konsultan visual dan web designer), Hendranto Sastro (merchandise), Indra Arista (project manager), serta Keinesasih (penulis). “Kami langsung melakukan riset, baca buku, terus blusukan ke museum-museum,” terangnya.

Mereka perlu melakukan riset agar karakter yang dilekatkan ke masing-masing tokoh jadi kuat. Termasuk, gaya bicara masing-masing tokoh harus disesuaikan karena mereka mewakili pulau yang berbeda. Menurut mereka, dialek masing-masing tokoh itu penting sebagai ciri khas.

“Misalnya, saya riset ke Pekanbaru untuk mengetahui cara warga setempat berbicara,” jelas Sweta Kartika.

Riset-riset itu terbukti sangat bermanfaat untuk menandai setiap tokoh superhero ciptaan Shani dkk tersebut. Banyak ucapan populer lokal yang dipakai dalam komik.”

Mereka harus bekerja keras agar mampu merilisnya sesuai target, 10 November 2013. Apalagi saat itu serial Bima Satria Garuda di salah satu televisi swasta baru saja tamat. Momentum itulah yang dimanfaatkan kelompok tersebut untuk memunculkan komik Nusantaranger.

Secara garis besar, komik itu menceritakan lima pemuda yang memberantas kejahatan. Tokoh-tokoh protagonis dipimpin Pandita, sedangkan musuhnya adalah Kelana, si penguasa lautan. Kelana ingin menguasai bumi secara utuh. Namun, Pandita menganggap bumi adalah milik semua orang. Dia pun bersikeras mempertahankannya.

Menariknya, komik itu tidak diwujudkan fisik buku. Tetapi, komik online yang bisa diakses di website Nusantaranger secara gratis. Sudah sembilan bulan ini mereka konsisten menerbitkan komik itu dua kali per bulan.”

Meski gratis, mereka mengaku tidak rugi. Sebab, mereka untung dari penjualan merchandise. Menurut Sweta, cara yang ditempuh itu lebih menguntungkan daripada menjual buku secara fisik yang royaltinya tidak terlalu besar.”

Komik itu kami terbitkan setiap tanggal 1 dan 15. Saking banyaknya yang mengakses, kadang website kami mengalami crash. Sampai saat ini, web hit Nusantaranger mencapai 6,5 juta,” jelas lulusan Desain Komunikasi Visual ITB tersebut.

Sweta yang selama ini dikenal sebagai komikus itu sebenarnya sempat pesimistis atas ide Shani tersebut. Terutama soal keputusan mereka membuat superhero yang “mengopi” Super Sentai, serial pahlawan dari Jepang yang diadaptasi Amerika menjadi Power Ranger.

Pria kelahiran Kebumen, 14 April 1986, itu menambahkan, soal kadar kelokalan tersebut, mereka sengaja menguatkan branding nama Jagawana. Itu adalah julukan bagi penggemar Nusantaranger. Kini sudah banyak berdiri Jagawana-Jagawana di berbagai kota. Hal tersebut membuktikan bahwa superhero lokal itu diterima penggemar komik di Indonesia.

Pernyataan Sweta tersebut bukan isapan jempol. Sebab, selama penyelenggaraan Popcon Asia, 19″21 September lalu, stan Nusantaranger dikerubungi banyak pengunjung yang sebagian adalah Jagawana dari daerah. Mereka memborong pernak-pernik aksesori Nusantaranger seperti gantungan kunci, pin, kaus, hingga poster.

Melihat sambutan positif itu, Sweta makin percaya diri untuk mengembangkan Nusantaranger lebih lanjut. “Aslinya komik ini untuk anak kecil. Tapi, karena komik online-nya susah diakses anak-anak, akhirnya ada pergeseran penggemar. Justru orang-orang dewasa angkatan 90-an yang kini jadi prioritas pasar kami,” tuturnya.

Shani mengatakan, publikasi gratis lewat online sudah mereka pertimbangkan masak-masak. Dia tidak ingin terburu-buru mengeluarkan edisi cetak karena bisa “mematikan” edisi online.

“Kami fokus di sini (komik online) sampai minimal lima tahun ke depan. Plotnya sudah dibuat sampai selesai,” jelasnya.

Mereka bertekad menjadikan Nusantaranger sebagai sawah mata pencaharian ketujuh awak personelnya. Selain melalui merchandise, mereka sedang merancang versi game.

“Saya tidak pernah membayangkan akan besar seperti ini. Dulu saya hanya ingin membuat tokoh superhero lokal yang mirip Power Ranger, itu saja,” ujar anak pertama dari tiga bersaudara itu.

Shani kini punya mimpi baru lagi terkait pengembangan Nusantaranger. Dia ingin membuat live action atau film singkat yang menceritakan Nusantaranger. Hanya, dia masih berhitung soal biayanya yang tidak sedikit.

“Awalnya dulu ingin membuat web series lewat YouTube. Tapi, lantaran terkendala biaya, sementara komik dulu,” katanya. (*/c5/c10/ari)