Tak Punya Waktu Bermain, Siap Dipanggil ke Mana Saja

Foto:  Boks-Gita Nasution
Foto: Puput Damanik/Sumut Pos
Gita Adinda Nasution, penemu obat diabetes, merek Kolagit.

Siapa yang tak kenal Gita Adinda Nasution (20)? Ya, dialah penemu obat diabetes, Kolagit, berbahan dasar Tebu dari kota Medan. Sejak memutuskan mendagangkan hasil temuannya untuk tujuan menolong lebih banyak pasien diabetes, Januari 2014 lalu, kini dia telah berubah. Seperti apa?

 

Puput Julianti Damanik, Medan

 

Tunggu dulu, perubahan Gita bukan mengarah ke yang tak baik seperti dunia malam dan lain-lain. Dia berubah karena waktu yang dimilikinya kini semakin terbatas. Ya, Gita pun tidak dapat lagi bermain-main dengan waktu. Waktunya sebatas untuk kuliah, menerima konsultasi dari pasien, dan membuat Kolagit bersama 10 pekerja yang sudah dianggapnya keluarga.

“Saya bekerja dengan hati, ikhlas untuk mengobati orang. Sudah jadi cita-cita saya menolong orang banyak melalui bidang pengobatan. Pengen jadi orang kaya biar lebih banyak lagi menolong orangnya,” ujar Gita sambil tertawa renyah saat ditemui di sela-sela kesibukannya kuliah di Fakultas Farmasi USU, Senin (13/10).

Tak tanggung-tanggung pasien Gita tak hanya dari Sabang sampai Marauke, tapi juga dari luar negeri seperti Australia, Kanada, California. Bahkan, Januari 2015 mendatang, rencananya seorang pasien asal Perancis akan datang ke Indonesia untuk bertemu dan konsultasi dengannya. “Januari 2015 kata mereka, mereka mau datang kemari. Tapi belum tahu jadi atau enggak,” katanya.

Wanita berkacamata ini kembali bercerita dengan semangat. Ia sempat kewalahan untuk memenuhi permintaan dari masyarakat. Namun, lagi-lagi ia tidak mau mengeluh meskipun beberapa kali terpaksa harus absen kuliah. “Sempat sih kewalahan, tapi karena memang sudah hobi dan cinta saya senang saja jalaninya. Kuliah juga kadang terganggu, tapi alhamdulilah saya bisa ngikuti ketinggalan dan gak berpengaruh sama nilai,” ujar Gita sembari mengatakan produknya sudah memiliki Hak Paten.

Dalam seminggu, Kolagit Gita bisa keluar hingga 200 bungkus. Ia menjualnya dengan harga Rp150.000 untuk 800 gram. Meskipun begitu, bagi pasiennya yang kurang mampu Gita tidak pernah mempersulit. “Seikhlasnya saja kalau memang ada pasien yang tidak mampu. Karena tujuan utama saya menolong, bukan untuk komersial,” ujar anak dari pasangan Bisman Nasution SH dan Dra Lismawarti ini.

Gita juga sempat berkisah, pasien Gita yang telah pulih pernah menemuinya. “Ada juga, pasien yang sudah sembuh pengen jumpa sama saya. Selama ini diakan hanya mengonsumsinya saja. Dia penasaran sama saya yang buat obat itu. Senang dan puas bisa melihat mereka sembuh, seperti ayah saya sekarang juga sudah sembuh karena dulu juga sudah parah, komplikasi sampai ke matanya,” ujar mahasiswa semester 5 ini.

Bagi pasien yang memiliki keterbatasan fisik, tambah Gita, ia juga bersedia datang bila dipanggil. “Sudah banyak juga pasien yang saya datangi langsung ke rumahnya. Seperti di Tanjungmorawa, di Amplas, di Perbaungan. Mereka minta saya yang ke sana karena mungkin pasiennya memiliki keterbatasan fisik mungkin sudah tidak bisa lagi dibawa jalan. Anggota keluarga mereka yang menjemput,” ujar Gita.

Pasien Gita datang dari kalangan anak-anak, usia balita 3 tahun hingga usia tua. “Pasien usia 3 tahun ada kak dari Bali. Mereka konsultasi sama saya via telpon,” ujarnya sembari mengatakan konsultasi kepada Gita juga dapat dilakukan via telpon saat malam hari karena saat itu dia punya waktu cukup luang.

Saat ditanyai apakah ia tidak lelah, karena kuliah dari Senin hingga Kamis dan harus membuat Jurnal serta tugas Lab yang kadang sampai hari Sabtu, kemudian menerima konsultasi dari pasien yang langsung datang di sela-sela kesibukannya kuliah dan kemudian malam ditelepon lagi, Gita lagi-lagi tersenyum. Jawabannya begitu singkat. “Saya gak hitung-hitungan. Kalau ikhlas gak ada capek, bosan, menyerah itu gak ada,” katanya tegas.

Bahkan Gita sempat tersinggung saat ditanyai soal hasil penjualannya. “Saya gak suka kalau ditanyai soal itu, tapi kalau ditanyai soal pengobatan saya semangat jawabnya. Karena tujuan saya tegas untuk mengobati. Jelasnya, saya sudah bisa biaya kuliah pakai biaya sendiri. Alhamdulilah,” katanya.

Kisah Gita, pertama kali menemukan obat diabetes ini sudah banyak diberitakan di media lokal dan nasional. Namun, kepuasan Gita, sebatas hanya saat melihat pasiennya yang membaik. “Ada yang stroke sekarang sudah pulih, ada yang awalnya gak bisa jalan sekarang bisa jalan. Rasanya puas,” kata Gita sembari mengatakan sejak SD kelas 6 ia mulai mencoba membuat obat diabetes untuk ayahnya.

Kolagit ini pun diungkapkan Gita tidak di jual melalui re-saler. “Saya gak jual ke distributor-distributor kak, tapi mungkin ada yang beli ke saya terus mereka jual lagi, itu gak saya ikut campuri,” katanya. (rbb)