Curigai Sales Cantik Jadi Anak Buah Mafia

Foto: Henny Pradana/Jawa Pos TIGA SERANGKAI: Dari kiri, Mario M. Noma, Darmadi Sutanto, serta Moh. Hisyam di kantor pusat BNI pekan lalu.
Foto: Henny Pradana/Jawa Pos
TIGA SERANGKAI: Dari kiri, Mario M. Noma, Darmadi Sutanto, serta Moh. Hisyam di kantor pusat BNI pekan lalu.

Bank masih menjadi objek seksi para pelaku tindak kejahatan produk perbankan. Tapi, Bank BNI punya tim anti-fraud (antipraktik curang) yang hebat dan mampu mendeteksi “niat” jahat calon nasabah. Berkat kehebatan tim itu, mereka meraih Gold Achievement Operational Excellence Conference and Award (Opexcon) 2014.

HENNY GALLA PRADANA, Jakarta

Ruang kerja di lantai 18 gedung pusat PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk seperti kantor pada umumnya. Terbagi dalam sekat-sekat pendek yang menghubungkan meja satu dengan yang lainnya. Interior yang didominasi warna cokelat muda tampak cerah dengan lukisan oranye yang menggantung di salah satu sudut ruangan. Bunyi printer memecah kekakuan para pria berdasi dan perempuan berblazer hitam yang serius mengamati layar komputer.

Hampir tak tampak bahwa ruangan tersebut merupakan tempat para “detektif” perbankan bekerja. Mereka adalah anggota tim anti-fraud yang setiap hari berjibaku dengan tabulasi data-data, menganalisis, dan membuat kesimpulan apakah seorang calon nasabah termasuk kategori baik atau berpotensi melakukan kejahatan yang bakal merugikan pihak bank di kemudian hari.

Direktur Konsumer dan Ritel Bank BNI Darmadi Sutanto adalah tokoh di balik terbentuknya tim penyelidik tersebut. Sejak menjabat pada 12 Mei 2010, Darmadi menyadari bahwa menjadi salah satu ujung tombak perbankan pelat merah di tanah air bukan hal mudah.”Tantangannya adalah mengantisipasi risiko-risiko di perbankan yang makin besar.

“Bukan hanya risiko kredit, yang mengkhawatirkan justru risiko operasional,” ungkap Darmadi ketika ditemui Jawa Pos di kantornya pekan lalu.

Risiko operasional itu, misalnya, bank dibobol orang luar ataupun orang luar bekerja sama dengan orang dalam yang memiliki akses dan wewenang. Peluang pembobolan tersebut cukup besar terjadi di bagian konsumer yang digawangi Darmadi.

Karena itu, dengan berbekal pengalaman pernah menjadi direktur di salah satu bank asing, Darmadi berusaha merombak sistem pengawasan operasional pada divisinya. Yakni, membuat Sistem Anti Fraud-BNI Sales Governance yang merupakan unit khusus untuk melindungi risiko bisnis selain kredit. Unit itu terus-menerus bertugas memonitor behaviour atau tingkah laku para sales hingga calon nasabah.

Mantan direktur di ABN Amro/RBS dan EVP Sales and Distribution Standard Chartered Bank itu mengatakan, tujuan sistem yang dibentuknya adalah menjadi first line of defense (pertahanan pertama).”

“Kalau detektif biasanya memburu pelaku kejahatan pembunuhan, unit ini tugasnya mencegah agar jangan sampai terjadi “pembunuhan”. Karena itu, kami mesti tahu behaviour-nya terlebih dahulu,” terangnya.

Tim tersebut cukup berbekal kamera untuk memotret wajah setiap pegawai (sales) ataupun konsumen yang akan bertransaksi. Tujuannya, setiap orang di bank itu merasa diawasi dan kemudian urung bertindak jahat. ”

“Tapi, ada lho sales dan calon nasabah yang menolak untuk difoto. Padahal, kalau mereka berniat baik, pasti tidak masalah difoto,” tuturnya.”

Menurut Darmadi, pihaknya sangat selektif dalam merekrut sales. Terutama dalam hal kejujuran. Tim anti-fraud akan mengantisipasi masuknya orang-orang yang mempunyai latar belakang buruk.

“Kalau orang itu playboy atau suka minum minuman keras, janganlah. Model seperti ini berpotensi (melakukan fraud),” ungkapnya, lantas tertawa.

Rekrutmen yang ketat itu juga bisa menghadang risiko masuknya orang-orang yang sengaja diselipkan para mafia bank. “Misalnya, mafia itu memasukkan cewek-cewek cantik untuk bekerja di bank tersebut agar bisa membobol sistem,” papar dia.

Tahap berikutnya, suami Jessy Brataatmadja itu menyebutkan adanya analisis background dan track record (rekam jejak) nasabah berdasar data-data yang dihimpun pihak bank. Data tersebut diambil dari unit-unit yang sudah ada, namun dilengkapi dengan syarat governance atau tata kelola, kemudian ditambahkan tabulasi informasi dari daerah. “Tidak ada aplikasi yang khusus. Datanya juga masih simpel, memakai microsoft office,” kata alumnus Teknik Sipil Universitas Trisakti dan MBA University of Western Illionis, AS, itu.

Namun, data-data yang dibilang simpel itu terbukti telah menggagalkan praktik percobaan fraud mafia-mafia perbankan yang tersebar di berbagai daerah. Mereka biasanya memalsukan dokumen-dokumen yang digunakan sebagai syarat aplikasi produk.

Misalnya, di Jakarta ada mafia yang suka memalsukan sertifikat, di Balikpapan memalsukan gaji, sedangkan di Surabaya memalsukan status kepegawaian.

“Di Surabaya pernah ada gembong mafia yang ngaku sebagai presiden direktur sebuah perusahaan dengan gaji ratusan juta. Setelah diselidiki, ternyata tempat kerjanya cuma bedeng. Mereka merekrut pegawai-pegawai cantik yang kerjaannya nungguin telepon dari bank dan mengaku sebagai HRD,” paparnya.

Karena perannya yang sangat signifikan, sistem anti-fraud diterapkan di semua lini penjualan, mulai direct sales, telesales, hingga branches (kantor cabang). Pihaknya memastikan bahwa para sales mematuhi seluruh do and don”t ketika melakukan kegiatan penjualan kepada calon nasabah.

“Karena itu, sejak awal sales sudah harus tahu kalau mau jualan di daerah tertentu, maka harus hati-hati terhadap dokumen. Di daerah lain mungkin harus hati-hati soal KTP atau slip gaji. Tren ini akan terus berganti dan mesti diantisipasi,” ujar ayah Sharon, Asaelia, Abram, dan Joshetta itu.

Pihaknya kini menempatkan tim pengembangan sistem anti-fraud di seluruh cabang di sebelas kota besar. Cakupannya meliputi layanan produk”kartu kredit, BNI wirausaha, hingga BNI griya.

Darmadi mengakui, mengembangkan sistem anti-fraud bukanlah hal yang mudah. Meski tidak mendapatkan tentangan, banyak pihak yang sempat meragukan bahkan tidak sepenuhnya memercayai sistem ini akan berjalan dengan baik.

“Karena keefektifan sistem ini terletak pada membangun budayanya. Tidak bisa dilakukan dengan hanya menggunakan mesin atau program,” jelasnya.

Bukti dari efektivitas sistem itu, kata Darmadi, tampak dari tidak ditemukannya kasus praktik curang yang dilakukan para sales dalam empat tahun setelah pengoperasian sistem tersebut. Kondisi itu berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang cukup banyak terjadi fraud di bagian risiko kredit.

“Kalau untuk praktik curang yang digagalkan sebelum masuk kerja sejauh ini cukup banyak. Sebulan kami bisa memberhentikan beberapa pegawai sales nakal berkat sistem ini,” terangnya.

Pada akhir September lalu sistem itu dianggap sebagai inovasi terbaik dalam ajang Opexcon Award 2014. Penghargaan tersebut diberikan PT SSCX International, sebuah firma konsultan berbasis di Jakarta yang berfokus pada keunggulan produktivitas dan operasional perusahaan.

Secara lebih terperinci, penghargaan itu diberikan kepada tim yang menciptakan inovasi dalam perusahaan dan memberikan dampak yang luas kepada industri. Ada tiga kategori penghargaan dalam Opexcon Award. Yakni, inovasi dalam industri manufaktur seperti otomotif, elektronik, hingga tekstil. Lalu, kategori industri energi dan pertambangan. Serta, kategori segmen industri pelayanan dan jasa yang dimenangi BNI. Bank BUMN itu mendapatkan Gold Achievement-Best Improvement Porject, yakni penghargaan dan pengakuan nasional sebagai perusahaan dengan implementasi metode perbaikan terbaik di industrinya. BNI menyingkirkan sekitar 200 perusahaan yang lain.

Sistem itu akhirnya menjadi patokan beberapa bank domestik lainnya. “Ada dua bank domestik yang belajar ke kami. Sedangkan bank asing sudah fokus mengantisipasi risiko operasional ini sejak tahun 2000-an,” tandasnya. (*/c10/ari)