Bela Korban Penzolimian Auditor BPKP

Foto: Pran Hasibuan/Sumut Pos Sudirman diabadikan di bawah Plank merk konsultan kerugian keuangan negara miliknya.
Foto: Pran Hasibuan/Sumut Pos
Sudirman diabadikan di bawah Plank merk konsultan kerugian keuangan negara miliknya.

 

PRAN HASIBUAN, Medan

 

Menghitung kerugian keuangan negara bukanlah pekerjaan baru bagi pria kelahiran Medan, 8 Mei 1963 ini. Rekam jejaknya sebagai auditor cukup disegani baik di intern Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) maupun instansi eksternal lainnya, yang notabene menjadi mitra kerjanya saat itu. Sikapnya yang tegas serta taat pada aturan hukum berlaku, membuat Sudirman tak disenangi pimpinannya. Alhasil ia diberhentikan secara tidak hormat kala bertugas di Medan pada 2012 lalu. Saat itu ia diminta menjadi saksi yang meringankan atas kasus yang terjadi di Dinas PU Kabupaten Batubara. Oleh pimpinannya, kata Sudirman, ia dipaksa mengaku ada korupsi di instansi tersebut.

“Padahal tidak ada korupsi di situ. Tidak ada kerugian negara juga. Saat itu saya dipercaya sebagai ketua tim. Lantaran menolak intruksi tersebut, saya akhirnya dikeluarkan dari tim,” kenang Sudirman saat berbincang dengan Sumut Pos, kemarin (18/11).

Saat itu pula nuraninya memberontak. Ia merasa BPKP terbiasa dan sering melakukan penzoliman dalam konteks penghitungan kerugian keuangan negara. Namun sikap Sudirman sangat tepat, di mana instansi yang dibelanya itu nyatanya tidak melakukan korupsi.

“Gara-gara itulah saya dipecat. Sempat juga dalam perkara itu saya dilobi oleh Kasidik Kejatisu, yang meminta bilang bahwa ada kerugian negara. Tetapi endingnya tidak ada hukuman dan tidak ada penggantian kerugian keuangan negara oleh dinas tersebut,” imbuh ayah tiga anak ini.

Ia heran dengan sikap sejumlah auditor yang lebih mementingkan promosi jabatan, uang, karir dan semacamnya, meski harus mengorbankan harga diri dan bahkan merugikan orang lain. “Yang anehnya lagi, BPKP juga bisa diitervensi oleh lembaga penegak hukum. Padahal posisinya sama-sama lembaga resmi negara,” tegas Sudirman.

Dia juga menjadi salah satu orang yang getol menyuarakan agar BPKP sebaiknya dibubarkan. Karena keberadaannya, menurut Sudirman, hanya membawa masalah baru bagi orang lain. Sudirman bahkan menegaskan, jika tidak ada permintaan audit oleh instansi atau penyidik, para auditor BPKP hanyalah seorang pengangguran

Bahkan saking getolnya memperjuangkan hal itu, pada medio Agustus 2014 lalu, ia menyambangi Joko Widodo (Jokowi), yang kala itu masih menjabat Gubernur DKI Jakarta, di Balai Kota. Meski hanya bertemu dan berkomunikasi sekitar 10 menit saja, namun menurut Sudirman respon Jokowi sangat positif waktu itu.

“Sabar ya, tunggu saya dilantik. Nanti kita bahas,” ucap Sudirman menirukan cakap Jokowi yang saat itu sudah terpilih menjadi presiden. “Desember mendatang saya juga berencana menemui beliau kembali untuk meminta agar BPKP dibubarkan. Itu seperti permintaan saya semula,” dia menambahkan.

Disebutkan Sudirman, ada empat hal yang mengakibatkan seseorang jadi tersangka atas audit yang dilakukan BPKP. Pertama, objek audit tidak tahu kalau BPKP sedang melakukan audit laporan kerugian keuangan negara. Kedua, objek audit tidak diberitahu ada benar atau lengkapnya data yang dilakukan atas laporan audit yang dilakukan BPKP. Ketiga, objek yang diaudit tidak diberi kesimpulan sehingga objek audit tidak diberikan kesempatan menyanggah laporan dimaksud. Dan terakhir, objek audit tidak tahu penyebab dan besarnya kerugian keuangan negara, karena BPKP tidak memberi tahu laporan audit.

“Ini fatal sekali. Mereka (BPKP, Red) sangat otoriter. Saya berani berkata bahwa laporan audit BPKP menzolimi, dan saya siap membedah laporan audit mereka. Siap juga menjadi saksi ahli audit, akuntansi maupun keuangan di Pengadilan Tipikor,” tukas alumnus SMA Negeri 4 Medan ini.

 

Kini Sudirman bisa lebih leluasa dan independen sebagai auditor dalam membantu banyak pihak yang merasa terzolimi. Walau memakai dana sendiri dalam memulai usaha jasanya itu, ia merasa enjoy.

Mantan auditor BPKP perwakilan Sumut ini memproklamirkan diri sebagai konsultan audit kerugian negara. Siapa saja atau lembaga apa saja yang merasa dirugikan atas laporan hasil audit BPKP, tidak perlu ragu untuk mengadu.

Kantornya terletak di Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 311 Medan, gawean barunya itu sudah berjalan lebih kurang dua bulan, sejak 9 September 2014 lalu.

Memakai rumah hasil warisan orangtuanya, Sudirman menyulap lokasi itu sebagai kantor konsultasi bagi kaum-kaum terzolimi atas laporan audit keuangan negara BPKP.

“Kantor ini khusus untuk membedah sekaligus saya siap dipanggil menjadi saksi ahli di pengadilan tipikor atas laporan audit BPKP yang tidak menggunakan standar audit,” katanya.

 

Posisi kantor itu tepat di seberang Supermarket Berastagi. Hanya berjarak sekitar 20 meter saja dari pinggir jalan, tampak plang berwarna merah dengan ukuran sedang bertuliskan “Konsultan Audit Kerugian Keuangan Negara Sudirman SH SE MM”.

Niat Sudirman mendirikan kantor itu tak lepas dari seringnya BPKP melakukan audit yang ditudingnya ‘blunder’. Ia ingin membantu orang-orang terzolimi oleh hasil audit BPKP.

Sudirman menyebutkan, banyak auditor BPKP mengabaikan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang diterbitkan BPK maupun Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sesuai Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

“Pemeriksaan keuangan negara/daerah yang dilakukan BPKP yang tidak sesuai aturan tersebutlah yang menjadi penyebab laporan audit BPKP menzolimi karena laporan audit BPKP tersebut tidak independen, tidak objektif dan tidak profesional,” tegas mantan auditor BPKP Pusat periode 199-1993 ini.

Disebutkannya, auditor BPKP yang bertindak zolim karena tidak mengacu pada UU Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara maupun UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. Ia mengingatkan, pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilittas dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

“Audit yang dilakukan BPKP otoriter dan sangat tidak profesional. Buktinya, banyak sekali laporan audit BPKP yang digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Malah oleh PTUN Jakarta, laporan audit BPKP atas PT Indosat dinilai cacat hukum. Dan ditingkat MA, kasasi mereka juga ditolak. Ini salah satu bukti bahwa BPKP sering keliru dalam menghitung kerugian keuangan negara,” tutur Sudirman yang belum lama ini juga menulis buku untuk meminta BPKP dibubarkan, karena banyak menzolimi orang lain.

Jalan tiga bulan kantornya berdiri, sudah ada tiga klien yang ditanganinya. Salah satunya soal kasus alat kesehatan di Rumah Sakit Pirngadi Medan. “Kemudian ada instansi swasta di Stabat, yang minta saya menyusun laporan keuangan. Ada pula di koperasi PTPN IV di daerah Pabatu untuk membedah laporan audit BPKP, yang disinyalir ada penyelewengan,” ungkapnya.(tom)