E-KTP Djarot, Semua Urusan Mudah dan Transparan

Calon gubernur Sumatera Utara, Djrot Syaiful Hidayat menunjukkan e-KTP miliknya di Medan, Sumatera Utara, belum lama ini.

Oleh : Anwar Saragih

(Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Darma Agung Medan)

 

Kita kadung terjebak dalam persepsi negatif tentang birokrasi akibat pengalaman buruk yang berulang-ulang kita terima. Rasa skeptis terhadap jalannya roda pemerintahan menjadi pemicunya.

Sikap pesimis merupakan produk terburuk dari kesalahan-kesalahan yang sudah terjadi. Ini sangat berbahaya, teramat berbahaya untuk perbaikan sistem pemerintahan Sumatera Utara kedepannya. Karena kita berjalan pada ruang-ruang yang kita tidak kenali sama sekali. Akibat sistem buruk yang kita terima dengan penuh kepasrahan selama ini.

Mengutip ucapan ahli propaganda dari Jerman, Joseph Goebbels (1940) : “A lie told once remains a lie but a lie told a thousand times becomes the truth”– Kebohongan yang diceritakan sekali saja akan tetap menjadi kebohongan tetapi kebohongan yang diceritakan seribu kali suatu saat akan menjadi sebuah kebenaran.

Tentu kita tidak boleh mengamini apa yang diucapkan oleh Goebbels diatas. Sebab, kita hendak membuka kran kebenaran yang selama ini tertutup oleh sistem buruk yang menghambat sehingga segala sesuatunya menjadi lancar.

Mempermudah segala urusan birokrasi yang selama ini terkenal sangat jelimet. Membentuk paradigma baru birokrasi di Sumut yang Semua Urusan Mudah dan Transparan dengan kepemimpinan yang penuh keteladanan. Pemimpin yang jujur. Bersih dari korupsi dan bebas dari hutang politik buruk dari masa lalu.

Adalah Djarot Saiful Hidayat, Calon Gubernur Sumatera Utara yang mendapatkan sorotan yang tidak semestinya dalam beberapa hari belakangan ini. Djarot mendapatkan pertanyaan dari  netizen dan masyarakat bertubi-tubi ihwal kepemilikan KTP Elektronik (E-KTP) miliknya sebgai warga Kota Medan yang dianggap terlalu cepat dan singkat dalam pengurusan data kependudukan.

Spekulasi sesat lalu bermunculan dan dipolitisasi oleh beberapa oknum yang mengatakan bahwa kepemilikan e-KTP Djarot tersebut atas intervensi kekuasaan. Segala sesuatunya lalu digeneralisasi dengan skandal megakorupsi e-KTP yang sebenarnya jauh dari Djarot. Sebab, Djarot yang kita kenal selama ini adalah sosok pemimpin yang bersih dan taat terhadap administrasi.

Apapun bentuknya, karena buktinya secara empirik, 10 tahun memimpin di kota Blitar tidak satupun bawahan Djarot terlibat dalam jeratan hukum karena korupsi. Pun saat Djarot menjadi wakil gubenur dan gubernur DKI Jakarta, tidak sekalipun Djarot bermain api dengan persekongkolan jahat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Masalahnya saat ini adalah ada mata rantai terhadap akses informasi yang harus dijelaskan secara utuh ke publik. Bahwa sebenarnya Djarot sudah taat kepada administrasi. Sebab, 2 tahun yang lalu Kementrian Dalam Negeri mengeluarkan surat edaran terkait percepatan penerbitan KTP elektronik dan Akta Kelahiran.

Surat edaran tersebut merujuk pada pasal 2 huruf a Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 24 tahun 2013 yang mengatakan bahwa setiap penduduk memiliki hak untuk memperoleh dokumen kependudukan, serta mempertimbangkan bahwa sampai saat ini cakupan perekaman KTP elektronik baru mencapai 86%.