Site icon SumutPos

Baru Ini Saulina Tahu Persidangan

Foto: Olo Sirait/New Tapanuli
Tampak Perkampungan Dusun Panamean memanjang di bibir pantai Danau Toba dan belum menikmati pembangunan. Di desa inilah Saulina tinggal.

SUMUTPOS.CO – Ada begitu banyak kampung yang berada di balik perbukitan yang mengelilingi Danau Toba. Dan, salah satunya adalah kampung di mana Saulina Sitorus (92), tinggal. Kampung itu tersembunyi, namun begitu istimewa karena dikelilingi keindahan bukit dan danau.

==============================================================================

Freddy Tobing, Oloan Sirait- Tobasa

==============================================================================

Pasca putusan sidang yang menggegerkan itu, wartawan New Tapanuli (grup Sumut Pos) kemudian mendatangi rumah Saulina. Informasi diperoleh, kampung Saulina Sitorus yang berada di pinggiran Danau Toba masih jauh dari sentuhan pembangunan. Dan, sesampainay di sana, ternyata benar bahwa kampung itu masih tertinggal.

Nama kampung itu adalah Dusun Panamean, Desa Sampuara, Kecamatan Uluan, Kabupaten Tobasa. Dari salah satu pusat pekan di Tobasa, yakni Porsea, untuk menuju hingga kantor Kepala Desa Sampuara, memang sudah ada jalan aspal, meski sebahagian rusak. Jarak tersebut dapat ditempuh dengan berkendaraan sekitar satu jam perjalanan.

Namun dari kantor Desa Sampuara menuju Dusun Panamean dengan jarak sekitar 3 km harus ditempuh dengan berjalan kaki menyusuri perbukitan dengan medan yang curam, mendaki dan menurun.

Alternatif lainnya, memang ada kapal untuk jalur danau. Sayangnya, kapal keluar masuk kampung tersebut tidak pasti. Hanya hari-hari tertentu saja. Itu karena tak begitu banyak penumpang yang hilir mudik kampung tersebut.

“Seperti hari ini, kebetulan ada pekan di Porsea. Jadi ada kapal yang berangkat. Kalau tidak, terpaksa jalan kaki,” tutur B Butarbutar, penduduk Panamean, saat ditemui di kampung itu, Rabu (31/1).

Memang, sejak berangkat dari kantor desa menuju kampung itu, mata akan dimanjakan dengan pemandangan indah dan lambaian angin sejuk. Deburan ombak kecil juga membuat suasana sangat istimewa.

Menuju kampung itu, damai terasa selalu mengiringi, tak pekik oleh suara knalpot dan teriakan-teriakan warga layaknya di kota. Yang terdengar hanya deru angin, kicau burung dan suara debur ombak yang menghantam dinding bukit-bukit hijau.

Tiba di sana, terlihatlah perkampungan Panamean ini dikelilingi perbukitan yang tinggi dan Danau Toba. Bentuk perkampungannya memanjang tidak lebih dari 1 km di bibir pantai. Mata pencarian warga umumnya sebagai nelayan tradisional. Kemudian, berkebun tanaman keras seperti mangga, alpukat, aren, durian. Selain itu, khusus kaum ibu, bertenun ulos dan hasilnya di jual ke pasar.

Saulina sendiri kesehariannya bekerja sebagai partonun ulos. Pengahasilannya dari martonun hanya sedikit. Beruntung, di usianya yang renta, ia selalu mendapat perhatian dari anak-anaknya sehingga tidak terkendala untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

Dengan kondisi pemukiman yang terpencil itu, sangat jarang mereka mengenal sidang. Ada hakim, jaksa, dan berbagai bentuk penegak hukum, yang tak pernah dikenalnya selama ini. Dan, segala proses hukum dalam kasus yang menjeratnya adalah hal baru sepanjang 92 tahun ia menjalani kehidupannya.

“Saya sudah tua, ini baru tau persidangan. Jangan lagilah,” ungkap Saulina. (bersambung/ara)

 

Exit mobile version