Site icon SumutPos

Pengusaha SPBU dan Pertamina Saling Tuding

Solar Langka, Bayar Pelicin Rp600 Ribu untuk Pesan DO

TEBING TINGGI-  Bahan bakar solar bersubsidi kian hari kian langka. Pantaun Sumut Pos di 7 stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) Tebing Tinggi kemarin (30/6) sore, tidak satu SPBU pun yang terlihat menjual solar. Di pelataran hampir semua SPBU berulang kali ditemukan tulisan: mohon maaf solar habis. Tapi bensin sudah terlihat normal seperti biasa.

Pemilik SPBU yang terletak di Jalan KL Yosudarso mengaku pusing dengan kelangkaan solar bersubsidi. Ia mengaku, pasokan ke SPBU memang dikurangi. “Biasanya solar masuk tiga kali seminggu, kini hanya satu sampai dua kali dalam seminggu/

Itupun harus mempunyai DO dan menyetor uang pelicin ke (oknum petugas) Pertamina Unit Region I Sumatera Utara agar BBM pesanan datang,” kata sumber itu.

Berapa jumlah uang pelicinya? Pria ini mengaku, setiap meja yang harus dilalui sesuai prosedur resmi, harus diberikan amplop berisi Rp200.000.  “Tiap meja kita berikan uang tips Rp200.000. Di sana ada tiga meja. Jadi setiap memesan BBM bayar Rp600.000 agar DO yang kita berikan ke pertamina lancar. Mana tahan kita bila memesan harus menyetor uang,” ungkapnya.

Uniknya, seolah ada pola distribusi yang sengaja diciptakan di Tebing Tinggi. Dalam satu hari, pasokan solar hanya masuk di satu SPBU. Tak heran bila antrean pembeli menumpuk di SPBU yang dipasok dan dalam empat jam, 18 ton solar habis terjual.
“Saya menduga, Pertamina menjual solar keluar negeri seperti Malaysia karena di sana harganya jauh lebih mahal. Transaksinya di tengah laut. Sekali jual mungkin satu kapal tenker berisi 500 ribu liter solar, jatah BBM Sumut seminggu,” celotehnya.
Tak puas dengan keterangan pria tersebut, tim Sumut Pos kembali mencari informasi dari masyarakat. Menurut keterangan warga, SPBU No 14201XXX milik seorang perwira berpangkat kolonel, diduga selalu menjual solar ke pengecer yang datang membawa derigen dengan harga Rp4.500 per liter. Solar-solar bersubsidi ini diduga dijual kepada para pengusaha pabrik di sekitar SPBU tersebut dengan harga sekitar Rp6.000 per liter.

Rahayu, pedagang gorengan yang mangkal didepan SPBU menegaskan, selama setahun ini mobil tangki pembawa BBM selalu datang dan membongkar muatan di malam hari. “Enggak pernah datang dan membongkar BBM bensin dan solar pada siang hari, saya sering lihat mereka membongkar muatan pada malam hari saat jalanan sedang sunyi, yah sekitar pukul 22.00 WIB,” kata sumber.
Penjual gorengan di sekitar SPBU selalu melihat truk tangki pengangkut BBM masuk setiap malam dan solar pasti habis sekitar pukul 10.00 WIB. “Herannya kita bang, setiap malam mobil tangki masuk, tapi siangnya bensin dan solar habis, padahal SPBU itu tutup pukul 22.30 WIB,” kata tukang goreng keheranan.
Paino, abang becak bermotor yang sering menunggu penumpang di depan SPBU tersebut, mengaku juga sering melihat mobil tangki datang dan membongkar muatan di SPBU tersebut. Lampu SPBU dipadamkan tetapi sejumlah karyawan bekerja mengisi BBM ke derigen milik pembeli.
“Inilah SPBU paling bandal. Setiap SSM masuk malam hari, pembeli yang jumlahnya ratusan sudah mengantre menggunakan derigen. Padahal Pertamina sudah melarang SPBU itu melayani pembeli pembawa derigen,” kata Paino.
Anggota DPRD Sumut dari Komisi B Brilian Moktar menjelaskan, permasalahan kelangkaan BBM ini perlu diselidiki lebih jauh oleh pihak kepolisian. “Perlu ada pengecekan dari data yang ada. Bila Pertamina sudah menyalurkan BBM lebih dari kuota, harusnya tak ada lagi kelangkaan. Dan menurut saya, permintaan BBM oleh masyarakat tak sebanyak itu,” ungkapnya.

Solar Nelayan Diselewengkan

Di Belawan, kelangkaan solar bersubsidi sangat menyulitkan nelayan. Herlander (41) mengaku, ratusan nelayan di Kawasan Belawan tidak pergi melaut karena kesulitan untuk memperoleh solar. Hal tersebut membuat kapal milik nelayan tidak bisa beroperasi mencari ikan dan hanya tertambat di tangkahan saja, “Sudah hampir seminggu kami tidak melaut bang karena tidak mendapatkan solar,” ujarnya.

Mereka menuding pihak SPDN (Stasiun Packed Dealer Nelayan) AKR  yang mendapat jatah solar bersubsidi dari pemerintah telah menyelewengkan bahan bakar tersebut ke pihak industri.

SPDN khusus untuk nelayan semestinya melayani kebutuhan solar nelayan. Namun menurut Herlander, diduga pengelola SPDN menjual solarnya kepada pihak lain yang datang mengambil solar dengan menggunakan mobil pick-up dan juga becak. “Penjualan solar secara liar tersebut baisanya dilakukan malam hari agar tidak ada kecurigaan,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua DPC HNSI Sumut, Pendi Pohan mengaku mengetahui banyak penyelewengan yang dilakukan pihak SPDN di Kelurahan Belawan Bahari. Menurutnya, sebuah SPDN mendapatkan jatah solar besrsubsidi sekitar 24 ribu liter namun hanya disalurkan 4 ribu liter ke nelayan. 20 ribu liter lagi dijual kepada pihak lain. “Kami minta kepada Pertamina agar menindak pengelolah SPDN yang menyalurkan solar bersubsidi dari pemerintah tidak tepat sasaran,” tandasnya.

Pertamina Bantah Main Mata
Terkait dengan langkanya BBM bersubsidi dibeberapa tempat di Sumatera Utara dalam kurun waktu seminggu ini, pihak Pertamina menegaskan tidak pernah main mata dengan pihak SPBU.
“Pertamina tidak terlibat dengan kelangkaan dan menghilangnya BBM. Ini jelas-jelas (ulah) pihak SPBU sendiri. Sekali lagi saya tegaskan, tidak ada pihak pertamina yang terlibat dengan langkahnya BBM dikalangan masyarakat,” tegas Humas Pertamina, Erika, Kamis (30/6) siang.
Menurutnya, dalam mendistribusikan BBM ke SPBU pihaknya selalu sesuai dengan sistem yang berlaku. Permintaan pihak SPBU selalu masuk ke jaringan online Pertamina. “Kami menyalurkannya sesuai kuota permintaan. Permintaan penyaluran distibusi BBM juga dilakukan secara online ke bank dan tidak bersentuhan langsung,” terangnya.
Erika mengaku, kepanikan di kalangan masyarakat membuat pasokan cepat habis. “Saat ini penyaluran di Sumut sudah over dan sudah ditambah. Tetapi karena panik, masyarakat dalam membeli BBM meningkat sehingga seberapa pun BBM yang dipasok cepat habis,” akunya.
Erika juga mengatakan, jika ditemukan kecurangan di SPBU mana pun, diminta kepada warga untuk melaporkannya. “Jika ada masyarakat yang menemukan kecurangan di SPBU tempatnya tinggal, segera laporkan ke pihak Pertamina terdekat. Kami juga menghimbau kepada masyarakat tidak panik dan membeli BBM seperlunya saja,” cetus Erika.
Erika juga menambahkan, agar industri, kapal rute luar negeri dan dalam negeri serta siapa pun yang bergerak di dunia usaha agar membeli BBM non subsidi. “Kita mengimbau pelaku usaha membeli BBM non subsidi. Sesuai dengan Pepres 55/2005 dan Pepres 9/2006, bahwa BBM subsidi hanya bagi sektor transportasi, usaha kecil, nelayan dan pelayan publik. Sejak Mei lalu, kita menginstruksikan SPBU untuk melarang pengisian jiregen tanpa dilengkapi surat verifikasi dari dinas terkait,” pungkasnya.

Sementara Polda Sumut mengaku belum mencium indikasi penimbunan BBM, terkait kelangkaan solar di pasaran.Menurut Kapoldasu Irjen Pol Wisjnu Amat Sastro, yang menjadi faktor utama kelangkaan BBM, khususnya solar, tidak lain karena pasokan solar yang menurun dari Pertamina. “Polda belum ada menerima laporan dari mana pun, terkait penimbunan solar oleh pengusaha atau yang lainnya,” ungkap Wisjnu Amat Sastro di Mapolda, kemarin.
Meskipun demikian, Poldasu tetap berupaya mencari tahu kemunkinan latar belakang lain penyebab kelangkaan solar bersubsidi di pasaran. “Kita tetap akan berkomunikasi dengan Pertamina,” cetusnya.( mag-3/saz/uma/mag-11/jon/ari)

Exit mobile version