Site icon SumutPos

Istri Terdakwa Teriak: Pak Jaksa, Pak Hakim… Kembalikan Uangkuuu!

Risma boru Manurung, isteri Nasib Samsir Halomoan Sibuea, yang bherteriak-teriak minta uang suap ke hakim dan jaksa dikembalikan.
Risma boru Manurung, isteri Nasib Samsir Halomoan Sibuea, yang bherteriak-teriak minta uang suap ke hakim dan jaksa dikembalikan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pengadilan Negeri (PN) Lubukpakam mendadak heboh, Kamis (30/6). Keluarga Nasib Samsir Halomoan Sibuea (37), warga Simpang BRI, Laguboti, Toba Samosir (Tobasa), berteriak-teriak meminta kembali uang Rp70 juta yang diberikan kepada oknum jaksa berinisial J SH yang berdinas di Kejari Serdang Bedagai dan oknum Ketua Majelis Hakim berinisial SS SH.

Uang sebesar itu diberikan untuk menyogok oknum jaksa dan oknum hakim agar hukuman ayah dua anak itu diringankan menjadi 4 tahun, dengan rincian Rp35 juta diberikan kepada oknum jaksa dan sisanya untuk oknum hakim. Namun harapan tinggal harapan. Uang lenyap, malah hukuman Nasib Samsir Halomoan Sibuea tidak berkurang. Majelis hakim menghukumnya dengan pidana 5 tahun enam bulan penjara.

Menurut keterangan Risma boru Manurung (34), didampingi Matilda boru Marpaung mertuanya, dan Polo boru Pangaribuan, bibinya kepada wartawan di PN Lubukpakam, awalnya mereka mendatangi oknum jaksa untuk meminta tolong agar hukuman Nasib Samsir, yang bekerja sebagai pedagang kelapa, dapat diperingan. Mendengar permintaan keluarga Nasib Samsir itu, oknum jaksa J SH mematok Rp70 juta dengan rincian akan dibagi dua dengan oknum majelis hakim yang menyidangkan perkara Nasib Samsir yang terjerat kasus narkoba jenis sabu itu.

Ketika ditanya berapa hukumannya, J SH berjanji akan mengupayakan hukuman Nasib Samsir menjadi 4 tahun penjara. Tergiur dengan janji itu, Risma dan keluarganya kemudian mengupayakan uang sebanyak itu. Akhirnya Risma nekad menggadaikan rumahnya kepada rentenir sebesar Rp70 juta dengan bunga Rp7 juta per bulan.

Setelah mendapatkan uang, Risma mendatangi kantor Kejari Serdang Bedagai, Kamis (7/4) lalu. Setelah bertemu dengan oknum jaksa di ruangannya, Risma dan mertuanya menyerahkan uang sebesar Rp35 juta kepada oknum jaksa J SH. Selanjutnya Risma dan mertuanya juga menjumpai oknum hakim di ruangan Perdata PN Lubukpakam dan menyerahkan uang sebesar Rp35 juta. “Kami langsung menyerahkan uangnya,” sebut Risma.

Setelah menjalani persidangan selama tujuh pekan pasca uang diserahkan, Nasib Samsir divonis selama 5 tahun enam bulan penjara atau 2 tahun lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut Nasib Samsir Halomoan Sibuea dengan pidana 7 tahun dan enam bulan penjara pada 26 Mei 2015 lalu. Meski lebih ringan dari tuntutan jaksa, tapi vonis itu berbeda dengan janji yang diucapkan oknum jaksa itu, yakni 4 tahun penjara.

Kecewa, Risma dan keluarganya mendatangi oknum jaksa tersebut di PN Lubukpakam, Kamis (30/6). Saat bertemu dengan oknum jaksa J SH di ruang panitera lantai II PN Lubukpakam, oknum jaksa J SH hanya terdiam. Namun Polo boru Pangaribuan, bibinya berteriak-teriak agar oknum jaksa mengembalikan uang mereka.

“Sampai jual rumah agar ada uang, tapi janjimu mau menuntut 4 tahun penjara hanya bual saja. Kami tidak akan minggat (pergi, Red) dari PN Lubukpakam kalau uang kami tidak kau kembalikan,” tegas Polo.

Mendengar teriakan Polo boru Pangaribuan, Humas PN Lubukpakam Halida Rahardhini SH dan Panitera Kepala Billiater Sitepu SH menjumpai keluarga Risma. Di saat itulah oknum jaksa J SH langsung kabur dan tidak kelihatan lagi entah ke mana. Begitu juga dengan Ketua majelis hakim SS SH juga tidak kelihatan.

“Ketua PN, DR Henry Tarigan SH, mau menerima keluarga Risma. Tapi karena ketua majelisnya tidak ada, keluarga diarahkan untuk bersabar. Kita belum tahu pasti soal masalah ini,” sebut Halida Rahardhini SH.

Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Serdang Bedagai, Afrizal SH ketika dikonfirmasi menyatakan, anggotanya sudah menyerahkan uang Rp1 juta kepada dua oknum wartawan harian terbitan Medan agar permasalahan tersebut tidak dipublikasikan dan tidak menyebar luas.

PELANGGARAN BERAT

Menyikapi kejadian ini, Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi merangkap juru bicara Komisi Yudisial Republik Indonesia, Farid Wajdi mengatakan, jika menyangkut jaksa itu di luar ranah kewenangan KY. Farid meminta keluarga korban membuat laporan kepada Komisi Yudisial via penghubung KY Sumut dengan dugaan adanya dugaan pelanggaran kode etik hakim.

“Laporan diharapkan disertai dengan bukti (kwitansi, rekaman atau surat pendukung) dan saksi adanya uang,” jelas Farid saat dihubungi Sumut Pos, tadi malam.

Dikatakan Farid, dari sisi etika kasus ini tergolong pelanggaran berat. Meski demikian, saat disinggung lebih jauh mengenai sanksi yang akan diperoleh oknum hakim atas perbuatannya, dosen Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) itu belum bisa berkomentar. “Lebih jauh sebelum ada laporan KY tidak dapat berkomentar,” kata Farid.

Menurut dia, mekanisme di KY untuk proses laporan masyarakat cukup panjang. Apalagi belum ada laporan sulit membuat asumsi sanksinya. “Tapi sekadar gambaran, KY-MA (Mahmakah Agung) pada 13 April 2016 melalui Majelis Kehormatan Hakim, telah memberhentikan Hakim F karena terbukti meminta uang sebesar Rp15 juta kepada keluarga terdakwa,” ungkap Farid. (btr/prn)

Exit mobile version