Site icon SumutPos

Virus Hog Cholera Kian Massif, Dewan: Temukan Pintu Masuk Virus ke Sumut

BANGKAI: Petugas dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Dairi mengangkat bangkai babi yang mati akibat diserang virus hog cholera, untuk dikubur. RUDY SITANGGANG/SUMUT POS

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus kematian babi yang terpapar di 11 daerah di Sumatera Utara akibat virus hog cholera, mesti ditangani secara terpadu antarlintas sektoral instansi pemerintah. Jika tidak, penanganan kasus pada hewan kaki empat tersebut dapat merugikan hajat hidup orang banyak, terutama peternak babi di provinsi ini.

“Kami imbau kepada Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut segera melakukan koordinasi lintas sektoral. Tentunya dengan Dinas Kesehatan dan libatkan juga Balai Karantina Hewan yang ada di Sumut. Kalau tidak dilakukan secara lintas sektoral, masalah ini takkan tuntas,” kata Sekretaris Komisi B DPRD Sumut, Hadian menjawab Sumut Pos, Kamis (31/10).

Apalagi, kata dia, kasuistik tersebut menyangkut banyak hal. Misalnya, asal penyakit itu yang perlu buat ditelusuri. Sehingga dengan mengetahui pintu masuk penyakitnya, akan jauh lebih mudah untuk melakukan pencegahan. “Begitu juga dengan pihak kabupaten dan kota yang terjangkit virus hog cholera pada babi ini, menurut kami perlu dilakukan koordinasi intens sebab mereka yang tahu asal mula penyakit tersebut menular,” katanya.

Rekomendasi yang telah disusun dan diedarkan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumutn

ke 11 pemerintah kabupaten/kota terpapar hog cholera pada babi, menurut Hadian, sudah cukup baik. Hanya saja dari sisi pengawasan dan implementasi kebijakan yang telah dikeluarkan tersebut mesti dikawal dengan optimal pula.

“Selain itu jika koordinasi lintas sektoral ini sudah jalan, jangan lagi sifatnya menunggu laporan atau informasi dari masyarakat baru tim bergerak. Melainkan lebih proaktiflah turun ke lapangan supaya cepat mengambil tindakan dan bagaimana pencegahannya agar tidak makin parah terpapar,” ujar Sekretaris Fraksi PKS DPRD Sumut itu.

Kepada Dinas Kesehatan Sumut, pihaknya mengingatkan untuk intens turun ke lapangan memastikan hog cholera pada babi ini tidak menular dan dapat menjangkit manusia. “Kan berbahaya bila itu menular pada manusia. Jangan dianggap sepele kejadian ini sebab juga melibatkan banyak orang,” katanya.

Bagi Hadian pribadi, kasus kematian 4.000-an babi di Sumut tahun ini akan menjadi fokus kerja pertama dirinya dan juga komisinya. Untuk itu pada awal November ini, pihaknya sudah agendakan rapat dengar pendapat dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, yang notabene mitra kerja mereka.

“Iya, sudah kita jadwal RDP dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan. Selain bertujuan membahas kasus kematian ribuan babi juga penting kita saling berkenalan karena kebetulan kami anggota dewan banyak yang baru, serta sekaligus kiranya dalam RDP dapat dipaparkan apa program kerja dam capaian dari dinas tersebut,” katanya.

Seperti diberitakan, jumlah babi di Sumut yang terkena virus hog cholera semakin bertambah. Saat ini jumlah babi yang telah mati mencapai 4.070 ekor. Melihat jumlah itu, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumatera Utara melakukan langkah-langkah strategis.

Adapun langkah-langkah strategis itu tertuang dalam sejumlah rekomendasi kepada pemerintah kabupaten/kota terkait, yakni pertama setiap kabupaten/kota diminta membentuk posko pelaporan terhadap perkembangan penyakit hog cholera.

“Kedua provinsi juga akan membentuk posko pelaporan ini agar bisa lebih cepat mengambil tindakan langkah-langkah pengendalian kedepannya,” ujar Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Azhar Harahap usai rapat koordinasi bersama 11 kabupaten/kota yang terkena dampak virus hog cholera pada babi, Rabu (30/10).

Saat ini 11 kabupaten/kota yang sudah positif tertular virus tersebut yakni Dairi, Humbang Hasundutan, Deliserdang, Medan, Karo, Toba Samosir, Serdang Bedagai, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan dan Samosir. Pihaknya juga menegaskan, kematian ratusan babi tersebut bukan disebabkan virus demam babi Afrika (ASF).

Azhar juga menyebutkan selain dua rekomendasi itu, diminta kepada peternak babi di kabupaten/kota meminimalisir perpindahan ternak dari satu tempat ke tempat lain. “Perpindahan ini baik antardesa, antarkabupaten maupun antarprovinsi. Keempat melakukan penundaan terhadap aktivitas pengadaan ternak-ternak babi pada saat ini menunggu sampai wabah hog cholera teratasi,” tegasnya.

Misalnya Kabupaten Karo, kata Azhar, saat ini kalau bisa konsumsi babinya diambil dari Karo saja. “Jadi jangan diambil dari kabupaten lain yang nantinya membawa penyakit juga ke Karo. Kalau dia ambil babi dari Karo saja, ternaknya terjual dan tidak terjangkit juga,” ucapnya.

Rekomendasi lain adalah agar tim provinsi yang terdiri dari beberapa elemen termasuk balai karantina dan UPT-UPT pusat yang ada di Sumut segera turun ke kabupaten/kota yang belum kena dampak hog cholera. Hal ini sebagai antisipasi agar tidak tertular hog cholera. “Termasuk juga melakukan vaksinasi kepada daerah yang belum terjangkit. Keenam seluruh perusahaan peternakan babi sesuai Permentan Nomor 5 Tahun 2017 dan 2019 agar ikut membantu masyarakat dalam hal ini peternak kecil untuk memberikan penyuluhan maupun pengendalian penyakit hog cholera. Kalau tidak, saya tidak rekomendasi perpanjangan izinnya,” tegasnya.

Terakhir ia berharap agar media juga memberikan informasi yang jelas terkait virus ini. Tidak memberikan berita hoax yang mengakibatkan masyarakat dan peternak lebih khawatir yang ujungnya berdampak pada ekonomi Sumut khususnya pedagang babi. (prn)

Exit mobile version