Site icon SumutPos

Kekurangan Makanan, Monyet Ekor Panjang Turun ke Jalan

Foto: Muhammad Iqbal Harahap/Sumut Pos
Pengunjung Taman Kera Sibaganding memberi kacang kepada monyet yang ada di sana, Jumat (29/11) lalu.

SUMUTPOS.CO – Bila Pulau Bali terkenal dengan Sanggeh, dimana di dalamnya terdapat ribuan monyet sebagai atraksi wisata, maka Parapat memiliki Sibaganding. Di lokasi wisata ini, pengunjung dapat ‘bercengkrama’ dengan ratusan ekor dari tiga jenis primata.

==============================================================================

Muhammad Iqbal Harahap, PARAPAT

==============================================================================

Adalah Abdurahman Manik (25), pengelola sekaligus penjaga kawasan Wisata Taman Kera Sibaganding, Simalungun, satu lokasi di tepi Danau Toba yang kini nasibnya tidak lagi jaya seperti era 90’an. Ratusan ekor primata dari tiga jenis, berada di dalam hutan yang mereka kelola secara kekeluargaan sejak 1984 silam, termasuk yang kini sering ditemui sepanjang jalan menuju kota Parapat.

Memasuki gerbang taman, Abdurrahman memperkenalkan diri sebagai pemandu wisata alam kepada pengunjung untuk menunjukkan kekayaan satwa yang berada tepat di tepi Jalan Lintas Sumatera, hingga beberapa kilometer ke dalam kawasan hutan. Bahkan, seakan tak ingin khawatir para tamu kecewa dengan tarif masuk, ayah dua anak ini meyakinkan wisatawan untuk masuk lebih dulu tanpa mematok harga.

Memandu pengunjung menuju lokasi berkumpulnya primata seperti Kera, Beruk dan Siamang, Abdurrahman pun mengeluarkan suara jeritan memanggil kelompok-kelompok primata yang masih bersembunyi di balik-balik pohon besar yang berdiri disepanjang jalan menuju hutan wisata, disusul ‘suitan’ lantang, menandakan datangnya tamu yang ingin melihat satwa liar yang baginya adalah hewan jinak dan bisa bersahabat.

Berjarak sekitar 500 meter dari pintu gerbang masuk, wisatawan pun berhenti di satu titik lokasi dengan luas lebih kurang 100 meter persegi, yang biasa digunakan untuk tempat berkumpulnya primata. Seperti telah mengenal betul suara yang dikeluarkan Abdurahman, hewan primata itu pun satu-satu bermunculan. Ada yang datang dari pepohonan, dan ada juga yang lewat jalanan semen yang kondisinya mulai terselimuti lumut.

Diantara mereka tampak seekor yang bertubuh besar. Bawaannya tenang dan mata tajam lebar, memandang daerah sekitarnya. Sedangkan kawanan lainnya tampak lebih agresif mendekati para pengunjung. “Itu bosnya, namanya Sadam Husen. Dia memang agak galak dan kurang bersahabat seperti lainnya,” ujar Abdurrahman.

Seiring dengan berdatangannya Beruk atau yang dalam bahasa daerah setempat disebut Bodat, tampak seekor primata berbulu hitam bergelantungan turun ke arah pengunjung dari atas pohon.

“Itu Siamang, namanya Neli. Kalau yang tidak mau turun itu jantannya. Dia tidak akan turun karena menjaga anaknya si Neli. Itu kebiasaan mereka yang jantan menjaga anaknya,” tambahnya.

Selain Beruk dan Siamang, di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Sibaganding ini terdapat kera ekor panjang dan juga terdapat Kia-kia. Hanya saja untuk menemui Kia-kia pengunjung baru bisa melihatnya jika masuk lebih jauh kedalam kawasan hutan.

Awalnya memang sedikit khawatir, karena gerombolan primata datang mengelilingi tamu. Namun Abdurrahman meyakinkan, untuk agar takut menghadapi hewan liar itu. Syaratnya, tidak perlu agresif menghadapi monyet dan tenang. Itu juga mengapa dirinya sedikit menekankan pentingnya pemandu agar tidak diserang primata liar.

Dari dalam bangunan tua, dirinya pun mengeluarkan tiga bungkus kacang goreng yang kemudian dibagikannya kepada pengunjung untuk dibagikan kepada para primata. Hanya Rp10 ribu per bungkus, yang kata Abdurrahman perlu dibayar, karena mereka juga harus membelinya dari luar.

“Ada atau tidak pengunjung, kera-kera ini tetap kami beri makan. Biasanya pisang dan ubi bakar untuk Siamang, karena biasanya tidak begitu suka kacang,” sebut Abdurrahman sambil menunjuk ke Siamang bernama Nelly dan Sadam Husen tadi.

Menurutnya, pada era akhir 90’an hingga 2000 an, taman ini ramai dikunjungi wisatawan mancanegara dan Nusantara, maupun wisata lokal. Inilah yang menjadi tujuan wisatawan selain berwisata di Danau Toba, mulai dari Parapat. Jadi, sebelum menepi ke danau, pengunjung seringkali singgah melihat kekayaan flora dan fauna di bukit hijau ini.

Menggantikan sang ayah yang sudah tua, Abdurrahman pun menjadi penerus atau generasi berikutnya sebagai penjaga kawasan hutan tersebut. Namun kejayaan atau ramainya pengunjung kini tidak lagi terlihat. Hanya sesekali orang singgah masuk ke dalam hutan hijau itu. Efeknya, kekurangan wisatawan, biaya membeli makanan pun akhirnya tidak sebanyak seperti saat berjaya.

Itu juga katanya, membuat banyak primata khususnya kera atau monyet ekor panjang, yang terpaksa turun gunung hingga ke pinggir jalan untuk menerima sumbangan makanan dari pendengara yang melintas, akibat kalah bersaing berebut makanan di dalam hutan.

Untuk dana pengelolaan, mereka juga mengharapkan banyaknya pengunjung yang tertarik melihat kayanya hutan yang terus mereka jaga. Bahkan, satwa liar lainnya seperti babi hutan, burung, dan hewan buas juga masih beberapa kali ia temui jika masuk lebih dalam ke kawasan hutan itu.

Kawasan ini pun kemudian, diharapkannya bisa lebih baik dari saat ini. Sebab hanya jika makanan kepada primata cukup, maka berbagai atraksi bisa disuguhkan kepada pengunjung. Harapan itu kemudian ia sampaikan, berharap uluran bantuan pemerintah atau donatur, membangun kawasan itu, bagian kecil yang punya potensi besar di tepi Danau Toba, terutama menyediakan makanan kepada primata.

Usai mengunjungi, wisatawan yang puas menikmati suasana alam dan berdekatan langsung dengan satwa liar, tidak dipatok biaya masuk. Abdurrahman pun hanya menuruti perkataan bahwa setiap pengunjung hanya perlu membayar kacang yang dijualnya Rp10 ribu per bungkus, dan bantuan kebersihan berikut pemandu, seikhlas hati. Satu pelayanan wisata, yang membuat Danau Toba yang besar, bisa dilirik dunia, dengan konsep pariwisata kelas dunia melalui tangan anak muda seperti Abdurrahman. (*/adz)

Exit mobile version