Site icon SumutPos

Beringin Gantung Edy-Erry

Calon petahana HT Erry Nuradi dan Pangkostrad Letjen TNI Edy Rahmayadi.

SUMUTPOS.CO – Tengku Erry dan Edy Rahmayadi diprediksi bakal ‘bertarung’ ketat dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2018. Bahkan, dalam mendapatkan dukungan dari partai politik, keduanya juga bersaing ketat. Terbaru, Partai Golkar dikabarkan bakal mengalihkan dukungannya dari Erry Nuradi kepada Edy Rahmayadi. Namun, belum ada keputusan resmi dari DPP Partai Golkar. Partai berlambang beringin ini masih menggantung dukungannya kepada Erry dan Edy.

Koordinator Pemenangan Pemilu DPP Partai Golkar, Nusron Wahid beberapa hari lalu sempat melemparkan wacana pengalihan dukungan dari Tengku Erry Nuradi kepada Edy Rahmayadi. Menyikapi ini, DPD Partai Golkar Sumut terkesan enggan mengalihkan dukungan ke Edy. Apalagi, saat ini Partai Golkar Sumut melalui Tim 10 telah merekomendasikan dua bakal calon wakil gubernur untuk mendampingi Tengku Erry setelah Ketua DPD Golkar Sumut, Ngogesa Sitepu mengundurkan diri dari pencalonan.

Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu DPD Golkar Sumut, Sahlul Umul Situmeang mengatakan, kebijakan menunjuk Tengku Erry sudah melalui mekanisme yang berlaku di partai. Meskipun diakuinya, saat keputusan itu dibuat Golkar masih di bawah komando Setya Novanto dan Idrus Marham. “Penunjukan Tengku Erry sudah dibawa ke dalam rapat tim pilkada pusat. Jadi tidak bisa diganti begitu saja,” katanya, kemarin.

Kata dia, rencana penarikan dukungan dari T Erry tidak pernah dibahas dalam Rapat Tim Pilkada Pusat DPP Partai Golkar. “Jika harus ditarik dukungan itu, ya harus sesuai mekanisme. Karena T Erry diusung Golkar juga lewat mekanisme yang sudah kita lalui bersama bahkan melalui survey yang sudah dilakukan. Sampai saat ini survey meletakkan nama Tengku Erry di posisi teratas elektabilitasnya. Jadi tak bisa dicabut begitu saja,”paparnya.

Sahlul juga menyinggung soal dibentuknya Tim Penjaringan Cawagubsu Golkar mendampingi Tengku Erry Nuradi pada 11-17 Desember 2017. “Atas perintah DPP tim itu dibentuk untuk mencari wakil Tengku Erry Nuradi, bukan yang lain. Artinya konsistensi itu kan dibutuhkan,” kata Sahlul.

Mantan Ketua DPRD Kota Sibolga itu menegaskan, pengurus DPD II Golkar se Sumut bisa menerima kehadiran Tengku Erry. Bahkan, dia juga menyindir Ketua Umum DPP Golkar, Airlangga Hartarto. “Bukankah Ketum pernah berjanji akan lebih menyerahkan urusan Pilkada ke pengurus di daerah,” tegasnya.

Menurutnya, jika ada perubahan dalam keputusan terkait Pilgubsu dan Pilkada di Sumut lainnya, harus ada usulan dari pengurus provinsi dan kabupaten/kota di Sumut. “Seperti Jawa Barat misalnya. Keputusan diubah setelah ada usulan Golkar tingkat provinsi dan kabupaten/kota,” tegas Sahlul.

Sahlul mengatakan, hal itu semua bertujuan untuk menjaga citra partai di mata publik. “Kita harus komitmen dengan yang kita putuskan. Kalau asal main putus cabut saja, lama-lama ditinggal rakyat partai kita ini. Mari membangun etika politik yang sudah kita jaga sama-sama, ini bukab khusus untuk Pilgubsu semata,” tandas Sahlul.

Jadi, harap Sahlul, pernyataan-pernyataan dari beberapa oknum DPP Golkar yang terkesan membenarkan tarik dukungan dari Erry itu tidak begitu saja ditelan mentah-mentah. “Oknum DPP Golkar jangan buat gaduh demokrasi politik yang sedang dibangun di Sumatera Utara,” bebernya.

Dia mengatakan, sejumlah pengurus DPD Golkar Sumut berencana menemui Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto. “Kalau tidak besok (Rabu) malam, lusa (kamis) pertemuan dengan ketumnya,” imbuhnya.

Pada pertemuan itu, lanjut Sahlul, pihaknya akan mengklarifikasi tentang adanya isu penarikan dukungan Golkar dari Tengku Erry. Selain itu, pihaknya juga akan mempertanyakan siapa calon wakil gubernur yang akan dipilih DPP untuk mendampingi Tengku Erry. “Saat Pak Airlangga mau menjadi ketum, beliau bilang kalau daerah akan diberi kewenangan lebih perihal pilkada, kami akan tagih janji itu,”sebutnya.

Dia juga akan mendesak agar DPP memilih antara Doli Sinomba Siregar atau Nur Azizah Marpaung yang akan mendampingi Tengku Erry. “Penjaringan dan penyaringan cawagub itu kan atas perintah DPP. Pendaftaran ke KPU akan dilakukan pekan depan, jadi sudah harus ditentukan pilihannya segera,” terangnya.

Sementara, Tengku Erry Nuradi menepis kabar mengenai Partai Golkar yang menarik dukungan terhadap dirinya sebagai sosok yang akan diusung sebagai Calon Gubernur pada Pilgub Sumut 2018 mendatang. Menurutnya, persoalan keputusan pencalonan terhadap dirinya masih tahap evaluasi. “Enggak, (cabut dukungan), saya sudah ketemu sama mereka (pengurus DPP Partai Golkar),” kata Tengku Erry Nuradi, kemarin.

Dirinya pun mengaku telah bertemu dengan pengurus DPP Partai Golkar yakni Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Sumatera I (Wilayah Aceh dan Sumut), Andi Sinulingga. Erry meyakinkan bahwa dukungan terhadap dirinya oleh partai beringin rimbun itu belum dicabut.

Pun begitu, Erry tidak membantah bahwa dukungan Partai Golkar kepada dirinya memang sedang dilakukan evaluasi oleh pengurus pusat (DPP). “Mereka sedang lakukan evaluasi,” sebut Erry yang juga Gubernur Sumut aktif sekaligus Ketua DPW Nasdem Sumut.

Dengan keyakinan tersebut, Erry mengaku optimis akan tetap bisa mendaftarkan diri sebagai calon Gubernur Sumut dengan dukungan dari partai Golkar dan partai lainnya seperti PKPI, PKB dan Nasdem, mulai 8-10 Januari mendatang. “Kita tunggu saja. Nanti tanggal 8 Januari 2018 kan pendafataran ke KPU,” ujar Erry.

Bisa Bentuk Poros Baru

Pengamat politik Agus Suryadi menilai, wacana pengalihan dukungan Partai Golkar kepada Tengku Erry Nuradi seperti yang dihembuskan Koordinator Pemenangan Pemilu DPP Golkar, Nusron Wahid, jelas sudah merugikan Tengku Erry Nuradi. Apalagi, pernyataan itu sudah santer diberitakan media-media terbitan Jakarta dan Sumatera Utara.

“Yang pasti, pernyataan Nusron Wahid itu sudah merugikan bagi Erry Nuradi. Apalagi langsung menyebar di media-media secara besar-besaran,” ujar Agus Suryadi kepada Sumut Pos, Selasa (2/1).

Meski pernyataan itu sempat dibantah DPD Golkar Sumut, Agus menilai itu tidak ada gunanya. Sebab, penentuan dukungan di Pilgubsu diputuskan di pusat. “DPD Golkar Sumut boleh membantah, tapi semua muaranya kan ke pusat,” ungkapnya.

Pengamat dari USU ini menambahkan, apa yang dilakukan Golkar ini bukan hal yang tabu di politik. Bahkan mereka sudah melakukannya di Jawa Barat. “Dalam politik, semua bisa terjadi. Lihat saja proses koalisi di Jawa Barat, terjadi tarik ulur dukungan,” ungkapnya.

Situasi tersebut bisa terjadi di Sumut. Apalagi Sumut merupakan barometer parpol untuk bisa sukses di Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. “Sumut masuk dalam barometer Pemilu 2019. Tentu semua parpol ingin menang di Pilgubsu 2018,” tandasnya.

Untuk itu, Agus juga masih meragukan dukungan Golkar ke Edy Rahmayadi-Ijeck. Sebab, koalisi di Pilgubsu masih akan dipengaruhi koalisi di pusat. Dan, saat ini Golkar mesra dengan pemerintah. Sedangkan Edy-Ijeck sendiri didukung koalisi oposisi, yakni Gerindra, PKS dan PAN.

“Memang tidak mustahil Golkar mendukung Edy-Ijeck. Tapi saya memprediksi Golkar lebih cenderung akan membentuk poros baru, jika memang benar-benar mencabut dukungan dari Tengku Erry. Bisa saja mereka berkoalisi dengan PDIP, yang hingga kini belum menentukan dukungan. Apalagi Golkar dan PDIP mesra di pusat. Semua masih bisa terjadi sebelum pendaftaran pasangan nanti,” pungkasnya.

Sementara, Pengamat Politik Faisal Mahrawa melihat, penarikan dukungan Golkar tidak terlepas dari hubungan Tengku Erry dan Ngogesa Sitepu yang beberapa waktu lalu sempat memanas. “Keengganan Tengku Erry dipasangkan dengan Ngogesa bisa jadi salah satu alasannya,” ujarnya.

Peralihan pucuk pimpinan usai Munaslub beberapa waktu lalu, diyakininya juga menjadi salah satu faktor pendukung lain. “Golkar membaca situasi dari perkembangan dan dinamika politik baik nasional maupun lokal Sumut. Popularitas dan elektabilitas ERAMAS (Edy-Ijeck) semakin menaik. Sementara TEN (Tengku Erry) cenderung turun,” sebutnya.

Fenomena ini, kata dia, membuat DPP Golkar mengalihkan dukungannya. Karena potensi kemenangan ada di ERAMAS. ” Golkar menarik dukungannya, jangan-jangan atas perintah istana. Sepertinya begitu,” kata akademisi asal USU itu.

Faisal mengatakan akan ada reaksi dari beberapa pihak yang tidak setuju dengan pengalihan dukungan. “Konsekuensi tetap ada. Insubordinasi dalam sebuah parrai adalah hal tabu. Yang tidak setuju mungkin pihak-pihak yang kurang setuju atau kurang suka kepada Edy-Ijeck,” bebernya. (dik/prn/bal/adz)

Exit mobile version