Site icon SumutPos

Melarat, Ibu Muda Jual Bayinya Rp1,5 Juta

Bayi-ilustrasi
Bayi-ilustrasi

RANTAUPRAPAT, SUMUTPOS.CO – Perjuangan antara hidup dan mati Ayu Mandasari menjadi sia-sia, karena bayinya harus dijual. Hidup melarat, membuat dia tak mampu membayar biaya melahirkan. Ironisnya, perempuan 29 tahun ini hanya dapat uang jamu dari hasil ‘usahanya’ itu.

Miris. Persoalan himpitan ekonomi kerap menjadikan manusia terpaksa pasrah dengan keadaan. Seperti pasrahnya Ayu Mandasari, yang harus operasi caesar di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Labuhanhatu.

Dengan mata berkaca kaca, warga Gang Aman Jalan Ahmad Yani Kelurahan Kota Rantau Prapat Kecamatan Rantau Utara Labuhanbatu ini, mengaku rela menjual bayi keduanya karena himpitan ekonomi.

“Sebenarnya berat pak, ya dengan hati terpaksalah dikarenakan tidak mempunyai uang untuk biaya operasi bedah bersalin di rumah sakit dan juga untuk menyelamatkan nyawa saya dan anak saya. Dengan terpaksa saya relakan anak saya diambil orang, walaupun dengan terpaksa,” aku Ayu dikediamannya, Senin (01/08).

Sebelumnya ia telah memiliki seorang anak yang masih ikut dengannya sampai saat ini. Sedangkan anak yang baru dilahirkannya bernama Salsabila Lubis adalah anak keduanya yang dengan terpaksa direlakannya diambil orang.

“Namanya Syahrul, tinggal dan memiliki usaha rumah makan di Simpang Psar Glugur Rantauprapat,” katanya menyebut orang yang membeli anaknya itu.

Ayu juga mengungkapkan, selain yang pertama, melahirkan anak yang kedua, ia juga harus dioperasi di ruang bedah RSUD Labuhanbatu. Usai operasi, dirinya bingung kemana harus mencari biayanya. Karena sudah 8 hari dirawat dan pihak rumah sakit telah menagih rekening biaya operasinya.

Sementara, untuk mengandalkan Kartu BPJS nya, sudah tidak tidak berlaku lagi. “Kartu BPJS tersebut sudah lama dan sebelum dirinya berumah tangga dan tidak bisa digunakan lagi,” sebutnya.

Tidak berapa lama kemudian, lanjut Ayu, datang seorang perawat yang bertugas di Bagian Poli Bedah Bu Edeng menawarkan kepadanya bahwa ada orang mencari anak untuk dijadikan anak angkat.

Atas ide Bu Edeng dan juga karena butuh uang dengan berat hati dirinya harus merelakan anak bayinya yang baru berumur delapan hari diambil orang.

Ayu juga mengungkapkan, bahwa biaya operasi melahirkan di RSUD Labuhanbatu sebesar Rp6 juta ditanggung oleh orang yang mengambil anaknya, ditambah untuk perawatan bayi selama di RSUD senilai Rp1,5 juta.

Sedangkan dia hanya diberikan untuk beli jamu sebesar Rp1,5 juta. “Biaya rumah sakit kata perawatnya Bu Edeng sebesar Rp7,5 juta semuanya. Ya sudah lah, apa mau saya katakan lagi. Sedangkan bayi saya sudah dibawa orang yang bernama Sahrul itu,” ujar Ayu dengan nada sedih.

Hal serupa juga dikatakan Linda (60), ibu Ayu. “Seperti saya, siapalah yang rela cucunya dibawa orang. Tapi karena mahal kali biaya operasi melahirkan sampai Rp7,5 juta, maka begitulah kondisinya. Kalau saja cuma Rp800.000, biaya semuanya, bisa lah aku cari pinjaman, utang kesana kemari. Ini jang sampai Rp7,5 juta. Kartu BPJS nya pun tidak berlaku,” ucap neneknya itu bernada kesal.

Selanjutnya, Linda juga menambahkan, bahwa anaknya Ayu sudah lama ditinggalkan suaminya. Menurutnya, dirinya selaku seorang nenek tak mungkin harus menjual cucunya. Tapi, karena keadaan dan nasib menjadi orang miskin-lah semua itu harus terjadi.

Di lain pihak, Ketua Komisi D DPRD Labuhanbatu Ahkmat Saipul Sirait SH ketika memberi tanggapan, ‘hanya’ mampu menyayangkan sikap dan pelayanan pihak RSUD Labuhanbatu.

Menurutnya, ketidakmampuan pasien dalam membayar tagihan berobat jangan dijadikan ajang untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan dan peraturan berlaku, seperti yang dialami oleh keluarga Ayu Mandasari
Ahkmat Saipul juga menambahkan, seharusnya pihak yang berkompoten di RSUD baik dari tingkat direktur, dokter, bidan dan staf harus memberikan pelayanan yang dapat meringankan beban pasien. “Tidak terkecuali mengenai biaya tagihan perobatan, bukan malah mengajak atau membujuk pasien untuk melakukan hal-hal yang tidak baik,” sebutnya.

Terkhusus biaya perobatan, tambah Saipul, pemerintah sekarang baik dari tingkat Pusat hingga Daerah sedang berlomba- lomba menggalakan biaya perobatan yang minimal hingga gratis. Seperti BPJS, Askesda, Jamkesmas dan lain sebagainya untuk menanggulangi dan membantu warga miskin guna mendapatkan haknya menikmati fasilitas kesehatan dalam rangka mengantisipasi dan menekan angka sakit maupun kematian.

Ditambah bentuk dan macam dana bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Tunai Langsung, Bantuan Siswa Miskin (BSM) dan lain sebagainya untuk menekan angka atau jumlah kemiskinan itu sendiri, ucapnya.

Jadi, masih lanjut Saipul, tidak ada alasan bagi pihak RSUD maupun keluarga Ayu Mandasari untuk melakukan negosiasi menyerahkan anak bayinya yang baru berumur delapan hari kepada pihak ketiga. “Oleh karena ketidakmampuan menanggulangi biaya persalinan caesar di RSUD Labuhanbatu. (okta/yaa)

Exit mobile version