Site icon SumutPos

Simanjuntak Bunuh Bendahara Gereja saat Manderes

Anaka-anak korban, Hermanto, menyaksikan rekonstruksi, pembunuhan ibu mereka oleh sepupu mereka, Siol Simanjuntak.

TAPTENG, SUMUTPOS.COHanya karena tak diberi utang, Sihol Parulian Simanjuntak (25) tega membunuh bibinya, Rosmainar Simanjuntak, yang juga bendahara gereja GKPI Dolok Nauli Kec. Sitahuis, Tapanuli Tengah (Tapteng).

Pembunuhan berencana tersebut terungkap pada rekonstruksi yang dilaksanakan di halaman Mapolsek Pandan, Tapteng, kemarin. Polisi menghadirkan pelaku Sihol.

Turut hadir dalam rekonstruksi itu Waka Polres Tapteng Kompol Kamdani, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hiras Andi Silaban dan Arpan C Pandiangan, Penasehat Hukum Parlaungan Silalahi, saksi-saksi serta anak dan keluarga korban.

Rekonstruksi itu memperagakan 23 adegan, mulai Sihol berangkat dari rumahnya di Dusun I Rampa, Desa Rampa, Kecamatan Sitahuis, Kamis (31/8) sekira pukul 06.10 wib, hingga melakukan pemukulan terhadap korban yang merupakan namboru-nya (saudara perempuan ayah). Saat itu, korban tengah menyadap (menderes) getah. Pukulan itu menyebabkan  korban tewas di tempat. Pelaku meninggalkan tubuh korban begitu saja.

Kapolsek Pandan, AKP Parohon Tambunan mengatakan, dari hasil pemeriksaan dan rekonstruksi, tindakan Sihol yang menghabisi nyawa korban sebelumnya telah direncanakan.

“Dari keterangan tersangka, itu (perencanaan) mulai dari Senin (28/8), tapi kesempatannya untuk melakukan perbuatan itu tidak ada. Pada hari Kamis hari kejadian, pelaku ketemu korban pagi-pagi bawa tas mau ke kebun. Di situlah dia berniat,” ujar AKP Parohon.

Alat yang digunakan tersangka adalah sebatang kayu dengan panjang 75 cm yang telah dipersiapkan tersangka sejak Senin (28/8). Atas perbuatan tersangka, polisi menjeratnya dengan Pasal 340 subsider 338 KUHP. “Kalau pasal 340 terbukti, itu bisa seumur hidup. Kalau 338, dia maksimal 20 tahun,” kata AKP Parohon.

Dijelaskan, motif tersangka menghabisi nyawa korban, selain ingin mengambil uang yang diketahui selalu dibawa korban dalam tas miliknya, juga didasari sakit hati karena tersangka sebelumnya tidak diberikan meminjam uang (utang) oleh korban.

Hermanto Pandiangan, anak korban, meminta pelaku dihukum seberat-beratnya ataupun hukuman mati.

“Pikiran dia… korban bawa uang. Sakit hati, seminggu sebelum kejadian itu dia pernah minjam uang sama si korban Rp500 ribu. Kebetulan memang anaknya sakit. Tapi tidak diberikan korban,” timpal Kanit Reskrim Polsek Pandan, Iptu H Gurning.

Usai menyaksikan rekonstruksi, anak korban, Hermanto Pandiangan (19) meminta pelaku dihukum seberatnya.  “Saya memohon kepada penegak hukum agar pelaku dihukum seberat-beratnya ataupun hukuman mati,” ucap Hermanto sembari menetaskan air mata.

Apalagi, pelaku saat kejadian penemuan mayat korban berpura-pura sedih dan sempat mengelabui keluarga besar.

Hermanto yang merupakan anak ke-7 dari 9 bersaudara itu menuturkan bahwa ia sangat terpukul dan tidak terima atas peristiwa yang menimpa ibunya itu, terlebih ibunya merupakan satu-satunya tulang punggung dalam keluarga sejak ayahnya meninggal dunia beberapa tahun lalu.

“Kami nggak terima. Kami sudah tidak punya ayah, nggak punya ibu lagi,” tutur Hermanto sembari mengusap air matanya yang terus mengalir di pipinya.

Dijelaskan bahwa ia tidak menduga bahwa hal tragis itu akan menimpa ibunya. Dan, hal itu membuatnya sangat terpukul, dimana harapannya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi akhirnya kandas, yang direncanakannya tahun ini. “Rencana mau kuliah. Ya, saya harus berusaha (kerja),” kata Hermanto. (dh/ara/nt/jpg/nin/ras)

Exit mobile version