Site icon SumutPos

Bupati Asahan Digoyang Kasus Dugaan Korupsi

Bupati Asahan, Taufan Gama Simatupang.
Bupati Asahan, Taufan Gama Simatupang.

KISARAN, SUMUTPOS.CO – Bupati Asahan, Taufan Gama Simatupang digoyang dugaan korupsi dana sisa lebih penghitungan anggaran (silpa). Selain itu, kasus gratifikasi kepada anggota DPRD Asahan untuk memuluskan RAPBD Asahan, dan terakhir dugaan menguasai tanah tanpa izin milik Yayasan Pesantren Modern Daar Al Ulum, di Jalan Mahoni No 17A, Kel. Mekar Baru, Kec. Kisaran Barat.

“Dana SILPA tahun 2009 tertulis di LKPj Tahun Anggaran (TA) 2010 terealisasi sebesar Rp82.817.982.140 yang didefositokan ke salah satu bank hanya menghasilkan PAD yang sah dalam penerimaan bunga deposito terealisasi sebanyak Rp416.216.193,” kata Direktur Umum Lembaga dan Penelitian Pengembangan Mahasiswa Asahan Foundation, Didit Satria Tanjung, dalam orasinya saat demo di kantor Bupati Asahan, Rabu (3/9).

Didit menambahkan, jika dibandingkan dana silpa tahun 2010 yang tertulis pada LKPj TA 2011 terealisasi sebanyak Rp86.623.100.525 yang didefositokan ke bank menghasilkan PAD yang sah dalam penerimaan bunga deposito terealisasi sebanyak Rp3.330.000.000.

Kordinator aksi, Indra Abdilla Arief menyampaikan, jumlah PAD dari hasil penerimaan bunga deposito dana silpa tahun 2009 itu tidak logika dan cendrung terindikasi dikorupsi. “Uang negara yang besar didepositokan ke bank tentunya akan mendapatkan bunga yang besar. Dengan adanya hal itu, kami menduga bahwa adanya kerugian negara sekitar Rp3 miliar,” katanya.

Sementara itu, saat ini Poldasu telah memanggil beberapa saksi untuk dimintai keterangan terkait dilaporkannya Bupati Asahan, Drs Taufan Gama Simatupang ke Poldasu, karena dugaan menguasai tanah tanpa izin milik Yayasan Pesantren Modern Daar Al Ulum di Jl Mahoni No 17A Kel. Mekar Baru, Kec. Kisaran Barat. Saksi yang dipanggil masing-masing M.Ishak, H.Ronggo Warsito dan Ustad Rahman Rivai.

“Kemarin telah kita panggil tiga orang diantaranya pelapor, M.Ishak dan masih tahap mengetahui seperti apa laporan yang mereka berikan kepada kita. Mereka juga belum mengetahui siapa pemilik Yayasana Pesantren itu,” kata Kanit III Subdit I Kamneg Poldasu, Kompol Sandy Sinurat, Kamis (4/9) siang.

Sandy menambahkan, menurut pelapor tanah tersebut adalah tanah pemerintah yang diberikan kepada pesantren pada tahun 1977. “Sudah lama kali. Sampai sekarang kita juga tidak tahu sudah berapa banyak pergantian ketua yayasan tersebut. Namun, karena mereka pelapor kita wajib menerimanya dan menindaklanjutinya,” kata mantan Kapolsek Medan Kota itu.

Sandy menjelaskan, meskipun pelapor mengetahui asal usul tanah hal itu saja belum cukup. Seharusnya sebelum melapor mereka kroscek dulu dan menanyakan kepada terlapor mengenai tanah pesantren itu.

“Mereka selidiki dulu, baru buat laporan. Bagaimana bila dari pengurus pesantren sekarang tidak ada yang keberatan kan mentah laporannya. Untuk saat ini, baru beberapa orang kita panggil untuk dimintai keterangan soal lahan itu, selanjutnya kita akan mengumpulkan bukti-bukti,” tandasnya.

Sementara itu, Ustad Rahman Rivai menegaskan lahan pesantren itu adalah milik yayasan, bukan milik Taufan. Yang lebih aneh lagi, pembayaran pajak bumi dan bangunannya atas nama Taufan. Sementara dia adalah kepala daerah.

“Jelas-jelas itu sudah melanggar peraturan. Kami sudah lama mengetahui tanah itu mulai dihibahkan pemerintah hingga saat ini. Kami tidak mau ke depannya anak cucu kami bingung dan sampai ribut,” cetusnya.

Harapannya, polisi dapat bekerja dengan baik dan memberikan keadilan kepada mereka. “Kami jauh-jauh datang dari Asahan hanya untuk mendapatkan keadilan. Jangan karena beliau kepaLa daerah, sehingga kami tidak dapat memberikan aspirasi kami,” pungkasnya.

Seperti diketahui, Bupati Asahan dilaporkan karena masyarakat dan pengurus yayasan merasa bingung dengan status bupati yang masih tinggal di tanah seluas 39×60 meter tersebut, padahal tanah tersebut sudah dihibahkan pemerintah untuk yayasan dengan bukti nomor surat keputusan Bupati TK II Asahan no 40/KPPTS/PK:-HS/77.

Tanah yayasan dulunya adalah milik pemerintah, seiring waktu berjalan, pemerintah Asahan menghibahkannya kepada masyarakat untuk dikelola menjadi yayasan dengan luas 39×60 meter, pada tahun 1977. Nah, sekitar tahun 1997, Taufan Gama membangun rumah di lahan itu dan beliau memilih tinggal disana hingga saat ini. Setelah itu, pada tahun 1995 beliau mengubah akte tanah tersebut tanpa sepengetahuan pengurus yayasan. Hingga tahun 2008, dia masih menjadi ketua yayasan.

Selanjutnya, dia mencalonkan diri menjadi Bupati Asahan dan menang. Taufan masih tinggal di tanah yang telah dibangunnya menjadi rumah itu dan para keluarganya juga tinggal di sana. Sementara UU mengatakan bahwa bupati tidak boleh dua jabatan, apalagi yayasan tersebut belum berbadan hukum karena sampai sekarang bila diurus ke Kemenkumham selalu ditolak dengan berbagai alasan.

Selain itu, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) juga atas nama Taufan, padahal itu tidak mungkin karena tanah itu kepunyaan pesantren.

Selain itu, kasus dugaan gratifikasi yang dilakukan oleh Bupati Asahan, Taufan Gama Simatupang dan Sekda Kabupaten Asahan, Sofyan MM terhadap anggota DPRD Asahan untuk pengesahan APBD tahun 2013 sebesar Rp2 miliar. (gib/eko/smg)

Exit mobile version