Site icon SumutPos

Luas Maksimum Kepemilikan Tanah 20 Hektare, Syaratnya…

Foto: Dame/Sumut Pos
Kabiro Hukum dan Humas pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang BPN Pusat, Dr Aslan Noor SH MH, CN, saat menjadi saksi ahli dalam persidangan sengketa tanah seluas 3000 hektare di Desa Napa, Tapanuli Selatan, di PN Padangsidimpuan, Kamis (2/2/2017).

PADANGSIDIMPUAN, SUMUTPOS.CO – Salah satu bentuk penyelenggaraan Land Reform, Pasal 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), melarang pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas. Ketentuan ini bertujuan untuk mencegah dan mengakhiri groot-grondbezit, yaitu bertumpuknya tanah di tangan golongan-golongan dan orang-orang tertentu, yang merugikan kepentingan umum.

”Menurut ketentuan Pasal 7 UUPA yang ditegaskan kembali dalam Pasal 17 UUPA, diatur mengenai luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan suatu hak atas tanah oleh satu keluarga atau badan hukum,” terang Kepala Biro Hukum dan Humas pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang BPN Pusat, Dr Aslan Noor SH MH, CN, saat menjadi saksi ahli dalam persidangan perkara perdata No. 22/PDT.G/2016/PN.PSP di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, Kamis (2/2/2017).

Perkara itu adalah sengketa atas sebidang tanah seluas 3000 hektare di Desa Napa, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, dengan Penggugat Keluarga Mandongun Pulungan (alm) melawan PT Agincourt Resources sebagai pihak Tergugat.

Dalam Peraturan Pemerintah pada 29 Desember 1960 melaksanakan apa yang telah diamanatkan dalam Pasal 17 UUPA dengan menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Maksimum dan Minimum Tanah Pertanian, yang kemudian ditetapkan menjadi undang-undang (selanjutnya disebut UU No. 56 Prp 1960), lanjut Aslan, luas maksimum tanah pertanian yang ditentukan sebagai berikut:

Apabila tanah pertanian yang dikuasai terdiri dari sawah dan tanah kering, maka perhitungan luas maksimum dilakukan dengan cara menjumlahkan luas sawah dengan luas tanah kering, dimana luas tanah kering sama dengan sawah ditambah 30% untuk daerah yang tidak padat dan ditambah 20% untuk daerah yang padat, dengan ketentuan luas keseluruhannya tidak lebih dari 20 hektar

Pembatasan luas maksimum tanah pertanian tidak berlaku terhadap tanah pertanian yang dikuasai dengan hak guna usaha atau hak-hak lainnya yang bersifat sementara yang diperoleh dari Pemerintah, misalnya tanah hak pakai dan tanah bengkok/jabatan. Pembatasan luas maksimum tanah pertanian juga tidak berlaku untuk tanah pertanian yang dikuasai oleh badan hukum.

Urusan tanah-tanah non-pertanian diatur dengan UU No. 56 PRP tahun 1960 Pasal 12 tentang perlunya pembatasan maksimum luas dalam jumlah (bidang) tanah untuk perumahan. Sedangkan untuk pembangunan lainnya akan diatur dengan peraturan pemerintah (PP).

“Jadi, jika ada kasus sengketa tanah di atasi 20 hektar, ini harus diinventarisir pemerintah karena telah melanggar UU. Dan jika terbukti dimiliki lebih dari luas maksimal yang diizinkan, pemiliknya harus dikenai retribusi yang berlaku,” jelas Aslan Noor. (mea)

Exit mobile version