Site icon SumutPos

Ajukan Cawagubsu, Hanura Tantang Partai Pengusung

Zulkifli Siregar, politisi Partai Hanura.
Zulkifli Siregar, politisi Partai Hanura.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penolakan dari partai-partai pengusung terhadap Zulkifli Effendi Siregar yang dijagokan Partai Hanura menjadi Wakil Gubernur Sumut (Wagubsu) ditanggapi dingin oleh Sekretaris DPD Partai Hanura Sumut, Landen Marbun. Bahkan dia menantang partai-partai pengusung lainnya, PKS, PKNU, PPN dan Partai Patriot untuk mengusulkan masing-masing satu nama calon untuk diajukan ke Gubsu.

Landen Marbun menilai, penolakan yang disampaikan oleh partai pengusung lainnya terhadap Zulkifli sah-sah saja. Menurutnya, jika semua partai pengusung tidak sepakat dengan nama yang diajukan Partai Hanura, dia menantang agar setiap partai pengusung mencalonkan masing-masing satu nama.

Landen menyebut, nama yang diusulkan partai pengusung tersebut kemudian diserahkan kepada gubernur. Setelah itu gubernur yang akan merekomendasikan dua atau satu nama ke KPU untuk diverifikasi.

“KPU meneruskan ke DPRD. Gubernur DKI ketika memilih wakilnya juga seperti itu mekanismenya,” kata Landen.

Sementara, Ketua DPW PKNU Sumut Muhammad Ikhyar Velayati Harahap menegaskan, secara praktik dan etika politik, PKS dan Hanura tidak punya hak lagi untuk mencalonkan Wakil Gubernur Sumut menggantikan Erry Nuradi. Karena gubernur terpilih, Gatot Pujo Nugroho berasal dari PKS, sementara wakil gubernur Tengku Erry Nuradi dicalonkan Partai Hanura. Maka dari itu, sejatinya kursi bekas Tengku Erry Nuradi itu menjadi jatah partai pengusung lainnya yakni PKNU, PPN dan Patriot.

Hanya saja, Ikhyar berpendapat, pihaknya tidak ingin meributkan dan membuat kisruh baru, sehingga pemilihan wakil gubernur menjadi deadlock hanya karena egoisme dan kekuasaan semata. PKNU, kata dia, ingin pemilihan wakil gubernur untuk mendampingi Tengku Erry dijadikan momentum komunikasi dan silaturahmi antar parpol pengusung demi mengawal visi misi Pilgubsu 2013 lalu.

Apabila hal tersebut terjadi, soliditas antara gubernur dan Wakil gubernur serta partai pengusung akan tetap terjaga. Tentunya, hal ini akan membuat rencana pembangunan berjalan dengan baik dan berguna bagi masyarakat Sumatera Utara.

Untuk itu, PKNU akan mencoba menjadi jembatan komunikasi dan kordinasi sesama partai pengusung dalam melakukan pembahasan tentang kriteria, pembagian tugas gubernur dan wakil gubernur serta srategi komunikasi antar gubernur/wakil gubernur dengan parpol pengusung.

Ikhyar menilai, ada baiknya koalisi partai pengusung melakukan komunikasi politik terlebih dulu yang mengacu pada UU Nomor 8/2015 pasal 173 ayat 1, 2,3. Kemudian Pasal 174 ayat 1 dan 2 yang bunyinya (1) Dalam hal Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota tidak dapat menjalankan tugas karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1), dilakukan pengisian jabatan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (2) Partai politik atau gabungan partai politik pengusung mengusulkan 2 (dua) pasangan calon kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk dipilih.

Dari bunyi UU tersebut, jelas bahwa mekanisme pengisian jabatan Gubernur dan wakil Gubernur yang berhalangan tetap sudah di atur sedemikian rupa, namun karena banyak pihak yang ingin memperkeruh suasana maka dimunculkanlah opini yang tidak benar tentang tata cara penggantian Wagub Sumut.

Dia menambahkan, peraturan pemerintah tentang pengusulan dan pengangkatan Wagub, Wabup dan Wakil Walikota yang katanya punya deadline sebulan, itu tidak benar. Adapun Peraturan Pemerintah (PP) yang pernah mengatur tentang pengusulan dan pengangkatan Wagub, Wabup dan wakil wali kota yaitu PP NO 102 tahun 2014 yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Pengganti UU (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2014 yang sudah direvisi menjadi UU NOmor 1 Tahun 2015 disebutkan bahwa pemilihan kepala daerah hanya memilih gubernur.

Dan untuk wakil kepala daerah seperti wagub, wabup atau wakil walikota diusulkan oleh Gubernur terpilih dan di laksanakan paling lambat 1 (satu) bulan setelah pelantikan Gubernur, Bupati dan walikota.

Tetapi UU NO 1 Tahun 2015 ini telah diubah menjadi UU NO 8 Tahun 2015. Dalam UU NO 8 Tahun 2015 di sebut bahwa pemilihan Kepala Daerah kembali satu paket, yaitu Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.

“Sehingga secara otomatis peraturan pemerintah yang mengatur tentang deadline gubernur terpilih harus mengajukan wakil sebulan setelah pelantikan gugur dengan sendirinya,” cetus pria yang dikenal sebagai Kordinator Aktivis 98 Sumut ini.

Sementara, menanggapi sikap Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Tengku Erry Nuradi yang terkesan enggan menjalin komunikasi politik dan menyerahkan semuanya ke partai pengusung untuk membicarakan sosok Wakil Gubernur Sumut, mendapat komentar beragam. Ada yang menilai positif, ada pula yang menanggapinya negatif.

Mantan Ketua Tim Pemenangan Pasangan Gatot-Tengku Erry (Ganteng) pada Pilgubsu 2013 lalu, Ikrimah Hamidy menilai, jika Erry tak menjalin komunikasi dengan para pimpinan partai pengusung, maka Erry akan sulit untuk mendapatkan wakil sesuai keinginannya. Namun jika komunikasi politik dilakukannya, maka partai politik pengusung akan dapat mengakomodir sosok wakil yang dikehendaki Erry.

Namun begitu, kata Ikrimah, akan muncul multi tafsir jika Erry menjalin komunikasi dengan partai pengusung. Pasalnya, saat ini Erry merupakan Ketua DPW Partai Nasdem Sumut.

“Nanti akan ada multi tafsir bahwa komunikasi yang terjalin adalah antara Ketua Partai Nasdem dengan pimpinan partai-partai pengusung,” terang Ikrimah sembari tak menampik kalau Nasdem yang kala itu masih ormas, ikut menjadi pendukung.

Namun, jika partai-partai pengusung menjadi pelopor pertemuan tanpa melibatkan gubernur untuk membicarakan sosok yang akan diusulkan ke DPRD Sumut menjadi wakil gubernur, Ikrimah menilai, akan ada stigma di masyarakat kalau partai pengusung haus kekuasaan.

“Bisa saja partai yang menjadi pelopor pertemuan itu dianggap partai yang paling ngotot mendapatkan kursi Sumut 2. Padahal, tidak seperti itu. Komunikasi harus segera dilakukan, kalau PKS diundang tentu akan
hadir,” tegasnya.

Politisi PKS lainnya, Burhanuddin Siregar menilai, apa yang dilakukan Tengku Erry sebuah kekeliruan besar. Sebab, pada hakikatnya yang akan bekerja sama dengan wakil gubernur ialah gubernur itu sendiri.

“Sebenarnya masalah ini mudah kalau dianggap mudah. Tapi pada kenyataannya, saat ini semua seperti dipersulit,” kata anggota Komisi A DPRD Sumut ini.

Dijelaskannya, dua nama yang diajukan partai pengusung terlebih dahulu disampaikan kepada KPU untuk diverifikasi. Selanjutnya, KPU yang mengirimkan dua nama tersebut ke DPRD untuk dipilih. “Hasil pemilihan atau keputusan dari dewan diteruskan ke Mendagri untuk di SK kan dan dilantik,” ungkapnya.

Sedangkan Wakil Sekretaris Patriot Sumut, Edy Surianto mengatakan, dirinya sudah memprediksi dari awal bahwa Tengku Erry enggan berkomunikasi dengan partai pengusung mengenai sosok wakil gubernur.

Secara aturan apa yang dilakukan Tengku Erry dianggapnya tidak melanggar aturan yang ada.

“Yang perlu dilakukan saat ini adalah partai pengusung berkomunikasi menentukan dua nama yang akan dikirimkan ke DPRD Sumut untuk dipilih, secepatnya akan dilakukan pertemuan itu,” kata Edy.

Edy mengatakan, pihaknya juga memiliki kader atau sosok yang dianggap mampu menjadi pendamping Tengku Erry disisa masa jabatan 2013-2018.

“Sosok yang kita anggap tepat itu akan ditawarkan dengan partai politik yang lain, tentunya saat pertemuan atau komunikasi politik berlangsung,” terangnya.

Ketua PPN Sumut, Partai pendukung, Edison Sianturi menekankan, pihaknya siap menjadi penggerak agar pertemuan partai pengusung dan partai pendukung segera direalisasikan. Komunikasi politik yang enggan dibuka Tengku Erry dianggapnya juga sebagai hal yang wajar.

“Kalau Gubernur tidak mau berkomunikasi tidak ada yang salah, tapi partai pengusung dan partai pendukung harus sepakat mengusulkan dua nama ke DPRD. Kita targetkan pekan ini sudah ada pertemuan seluruh partai politik agar bola panas tidak melebar kemana-mana,” terangnya. (dik/adz)

Exit mobile version