Site icon SumutPos

Jabatan Erry Berakhir Lebih Cepat

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Gubernur Sumatera Utara, Tengku Erry Nuradi.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tengku Erry Nuradi harus ikhlas melepas jabatannya sebagai Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) lebih cepat, jika kembali ikut bertarung dalam Pilgubsu 2018. Pasalnya, Erry harus cuti selama kampanye, yakni mulai 15 Februari hingga 23 Juni 2018. Sedangkan masa jabatannya berakhir 17 Juni 2018. Artinya, selesai cuti masa jabatan Erry telah berakhir.

Komisioner KPU Sumut Divisi Teknis, Benget Silitonga menyebutkan, tahapan Pilkada 2018 sudah disusun dan diatur dalam P-KPU No 1/2017. P-KPU itu, kata Benget, mengatur detail mengenai tahapan mulai dari tahapan penyerahan dukungan calon perseorangan sampai penetapan pemenang setelah sengketa.

Berdasarkan jadwal atau tahapan yang sudah di susun berdasarkan P-KPU 1/2017, dia memprediksi masa jabatan Tengku Erry sebagai Gubernur Sumut akan berakhir lebih cepat, yakni pada Februari 2018. Pasalnya, calon petahana ketika memutuskan untuk mengikuti Pilkada harus cuti dari jabatannya saat masa kampanye berlangsung.  “Pak Gatot dan Tengku Erry dilantik pada 17 Juni 2013. Artinya, masa jabatan mereka berakhir 17 Juni 2018. Sedangkan di P-KPU 1/2017 masa kampanye itu ditetapkan 15 Februari-23 Juni 2018. Berarti, selesai kampanye masa jabatannya telah berakhir,” ungkap Benget.

Jadi, lanjut Benget, meski masa cuti sudah berakhir, Tengku Erry tidak bisa kembali menjadi gubernur aktif, karena masa jabatannya sudah berakhir. Karenanya, guna mengisi kekosongan jabatan, Benget mengatakan, Mendagri akan menunjuk seorang pejabat guna mengisi posisi gubernur yang sedang cuti kampanye. “Penunjukan Penjabat itu ada aturan mainnya. Yang ditunjuk itu adalah pejabat eselon I setingkat Dirjen. Walaupun Wagubsu tidak ikut Pilkada, maka tidak secara otomatis diangkat menjadi Plt Gubernur,” paparnya.

Pj Gubernur Sumut yang ditunjuk Mendagri diakuinya memiliki masa jabatan yang cukup panjang. “Karena Gubernur yang lama sudah berakhir masa jabatan, maka Pj Gubernur masa kerjanya sampai Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut terpilih dilantik,” tukasnya.

Pengamat Pemerintahan, Sohibul Anshor Siregar menyebut, berakhirnya masa jabatan Tengku Erry Nuradi lebih awal merupakan konsekuensi dari jadwal atau tahapan yang sudah ditetapkan oleh KPU. Menurutnya, saat inilah waktu yang tepat bagi Tengku Erry Nuradi untuk menunjukkan kinerjanya kepada masyarakat. “Keuntungan calon petahana itu adalah ketika bekerja dianggap kampanye, itu sah-sah saja,” katanya.

Diwajibkannya calon petahana cuti saat masa kampanye, diakuinya sebagai bentuk keadilan kepada persaingan yang sehat. Tidak ada jaminan, kata dia, calon petahana akan kembali menang ketika mengikuti Pilkada. “Contoh paling terlihat itu DKI, calon petahana yang di dukung parpol besar harus mengakui pasangan yang diusung hanya dua parpol,” akunya.

Siapa yang akan ditunjuk menjadi Pj Gubernur, bilang Sohibul, merupakan hak prerogatif dari Mendagri. “Mendagri yang menunjuk, biasanya Dirjen yang diutus, kita lihat siapa yang akan menjadi Pj Gubernur Sumut,” tukasnya.

MASYARAKAT PALING DIRUGIKAN

Pengamat politik asal Universitas Sumatera Utara (USU) Warjio menilai, tidak hanya merugikan Erry Nuradi selaku petahana, juga parpol yang akan mengusung para calon dalam pilkada.

“Lebih dirugikan lagi sebenarnya adalah masyarakat. Artinya masyarakat tidak dapat memilih figur pemimpin berkualitas sesuai harapannya, dikarenakan waktu parpol melakukan penjaringan para calon semakin singkat. Intinya ini merugikan banyak pihak,” ujarnya kepada Sumut Pos, tadi malam.

Terlebih, imbuh dia, KPU baik pusat dan kabupaten/kota selaku penyelenggara pilkada 2018, menjadi pihak paling dirugikan. “Persiapan mereka bisa jadi tergopoh-gopoh. Mau tidak mau KPU harus menjalankan kebijakan itu, karena mereka pelaksana UU. Jadi KPU juga dirugikan atas kondisi tersebut,” katanya.

Begitu juga dengan parpol, akhirnya tidak bisa hati-hati dan selektif dalam memilih calon yang bakal diusung. “Harapan kita tidak banyak perubahan signifikan untuk menempatkan calon-calon itu dalam partai politik,” katanya.

Sedangkan kerugian bagi Erry selaku petahana yang berkeinginan maju kembali, Warjio menilai dari sisi politik koordinasi dengan seluruh SKPD dalam rangka persiapan pilkada. Kedua, sebut dia, konsolidasi dan sosialisasi sebagai calon baik kepada parpol dan masyarakat Sumut. “Ini juga akan bisa mengubah peta petahana, sebab sering kali calon petahana memanfaatkan SKPD yang ada dalam pengertian garis panduan pembangunan, dan dia bisa punya banyak waktu memperkenalkan pada masyarakat luas,” katanya.

Dengan demikian, lanjut dia, hal itu akan terpotong apalagi dengan program yang selama ini dijalankan Erry di masa jabatannya. “Alhasil dia tidak bisa terlalu banyak eksis terhadap program-programnya. Tetapi saya melihat tidak ada keuntungan bagi calon manapun atas keputusan tersebut, justru yang ada merugikan banyak pihak termasuk kita masyarakat,” pungkasnya. (dik/prn/adz)

Exit mobile version