Site icon SumutPos

Operasi Bayi Berkepala Dua Terganjal Biaya

Foto: Puput/Sumut Pos Bayi yang lahir berkepala dua.
Foto: Puput/Sumut Pos
Bayi yang lahir berkepala dua.

SUMUTPOS.CO – Tak hanya pusing dengan keadaan anak ketiganya yang lahir mirip manusia berkepala dua, tapi M. Yunus (39) dan Sulastri (35) juga kebingunan membiayai biaya perobatannya. Karena ketiadaan itu juga, saat membawa sang bayi berobat ke RS Vina Estetika, pasutri ini terpaksa memilih rawat jalan. Mereka makin bingung, karena dokter menyarankan untuk operasi. Pria yang bekerja sebagai nelayan itu mengaku tak pernah menduga bila putri ketiganya terlahir dengan kondisi tak normal. Terdapat benjolan besar di atas kepala yang sempat diduganya kepala. Melihat langsung bayinya tersebut saat dilahirkan, ia sempat terkejut.

Namun semuanya dapat diatasi setelah ia berserah diri kepada sang Pencipta. “Saya terkejut melihat anak saya lahir dengan kondisi seperti itu. Namun sudahlah serahkan saja kepada Allah, pasti semua ada hikmahnya,” ujar Yunus sembari mengatakan anaknya lahir pada hari Jumat (1/11) lalu. Istri Yunus melahirkan dengan normal di Puskesmas di sekitar kediamannya di Gang Nelayan, Beras Basah, Kec. Pangkalan Susu.  Setelah melahirkan, ia dan istrinya memilih untuk tetap tinggal di Puskesmas beberapa hari sampai tali pusat (plasenta) bayinya terlepas, kemudian dirujuk ke RSU Tanjung dan setelah itu dirujuk kembali di RSUP H Adam Malik.

Namun setibanya di RSUP H Adam Malik, ia harus menunggu karena ruang incubator di rumah sakit milik pemerintah pusat tersebut penuh. “Sampai di Adam Malik kita disuruh menunggu, bukan ditolak. Tapi karena kita maunya cepat yah akhirnya milih pulang saja. Kami di Medan tinggal di rumah adik di Jl. Kejaksaan, Kampung Keling. Dari situ, didampingi sama bidan Rahma dari Pangkalan Susu itu kita ke RS Vina Estetika,” katanya. Saat melakukan persalinan, Yunus menggunakan kartu Jampersal dan saat akan masuk ke RSUP H Adam Malik menggunakan kartu Jamkesmas. Namun karena di RS Vina Estetika tidak termaksud provider Jamkesmas, Yunus melakukan rawat jalan dengan status pasien umum. Untuk itu, ia hanya dapat mengharapkan bantuan dari keluarga dan rekan kerjanya.

“Di sini statusnya pasien umum, sampai saat ini di sini sudah hampir satu juta juga. Hari ini kami bawa anak kami kemari buat di scaning dan di foto. Hasilnya belum keluar, katanya sore atau besok. Syukurnya ada bantuan dari keluarga sama kawan-kawan saya, tapi itu juga tak terlalu banyak. Kalau nanti harus dioperasi bingung juga,” katanya. Saat disarankan menggunakan Jamkesmas, Yunus hanya tersenyum sembari mengeluh. “Pakai kayak gini susah, urusannya banyak kali dan dipersulit. Ah, nantilah pake Jamkesmasnya. Sementara ini saya pinjam-pinjam dulu duit sama kawan dan saudara. Maklum seharinya penghasilan saya hanya Rp30 sampai Rp50 ribu. Itu untuk anak saya yang masih sekolah juga, SD dan SMP,” katanya. Sementara itu, istrinya, Sulastri mengaku tidak pernah mengalami keganjilan saat mengandung anaknya.

“Gak ada kelainan apa-apa, saya juga gak pernah makan atau minum obat tanpa anjuran dokter. Tapi kalau sudah begini yah saya ikhlas saja,” katanya. Namun, tambah Sulastri ia mengaku tidak pernah melakukan USG saat mengandung anaknya, bahkan dari anak pertama dan anak keduanya. “Saya gak pernah USG mulai anak saya pertama, wong gak ada duit. Tapi kalau periksa atau cek kesehatan sering yah sama bidan Rahma itu,” ujarnya. Untuk itu, ia mengharapkan agar si bungsu yang belum diberi nama tersebut dapat cepat ditangani dan dioperasi. “Harapannya yah biar cepat anak saya ini sembuh. Saat ini memang kondisinya stabil dia minum ASI, tapi kasihan kalau mau digendong kepalanya itu harus pelan-pelan sekali. Saya berharap agar anak saya bisa cepat sehat dan normal seperti anak lainnya. Kami belum kasih nama, nanti tunggu rambutnya dicukur tapi belum tahu kapan,” katanya.(smg/deo)

Exit mobile version