Site icon SumutPos

PT Inalum Mohon PAP Rp89 Miliar per Tahun

istimewa
RAPAT: Ketua Komisi A DPRD Sumut, Nezar Djoeli saat rapat bersama PT Inalum dan BPPRD Sumut, di gedung dewan, Senin (7/1).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) memohon keringanan pembayaran pajak air permukaan (PAP) untuk periode November 2013-Agustus 2017. Perusahaan plat merah tersebut juga memohon penerapan tarif PAP ke depannya mengacu pada Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No. 568/KPTS/M/2017 tentang Penerapan Harga Dasar Air Permukaan yakni sebesar Rp27 per kwhn

Sekretaris PT Inalum, Ricky Gunawan, mengatakan berdasarkan Kepmen PUPR yang diterbitkan September 2017, tarif PAP ditetapkan sebesar Rp27 per kwh atau sekitar Rp7,6 miliar. Namun pihaknya juga menyadari bahwa tarif tersebut terlalu rendah. Karena itu perusahaan memohon agar PAp yang dibayarkan perusahaan untuk periode November 2013 – Agustus 2017 sesuai dengan yang direkomendasikan BPKP yakni Rp 89 miliar per tahun.

“Kita memohon kebijakan pemprov agar masa pajak periode November 2013-Agustus 2017 maksimal pajak yang dibayarkan sesuai rekomendasi BPKP. Kita juga mohon kepada pemprov agar setelah September 2017, pembayaran pajak air permukaan merujuk pada PUPR Nomor 15/2017 dan Kepmen PUPR 568 dengan harga dasar air Rp 27 per kwh,” kata Ricky dalam rapat dengar pendapat (RDP) PT Inalum dengan Komisi A dan Komisi C DPRD Sumut serta Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Sumut, di gedung dewan, Senin (7/1).

Perselisihan antara Pemprovsu dengan PT Inalum terkait PAP telah dibawa ke pengadilan pajak di Jakarta. Pengadilan sudah mengeluarkan tiga keputusan. Keputusan tersebut memenangkan Pemprovsu dengan menagih PAP sesuai Perda Nomor 1/2011 tentang Pajak dan Retribusi Daerah dan Pergub No 24/2011 tentang Tata Cara Penghitungan Nilai Perolehan Air.

Menurut Kepala BPPRD Sumut, Sarmadan Hasibuan, setelah dilakukan perhitungan, PT Inalum berutang PAP sebesar Rp2,3 triliun yakni untuk periode November 2013-Maret 2017. Namun hingga kini, PT Inalum belum melakukan pembayaran dan masih mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

Menanggapi penjelasan Sarmardan, Ricky Gunawan menyebut saat masih berstatus PMA, kewajiban pembayaran PAP sekitar Rp 18 miliar per tahun. Namun setelah menjadi BUMN, PAP yang ditetapkan Pemprovsu mengacu pada Permendagri Nomor 12/2002 tentang Nilai Perolehan Air Permukaan Umum. Dan PAP yang harus dibayarkan perusahaan mencapai Rp 500 miliar lebih per tahun. Oleh karena itu, perusahaan memohon keringanan agar pajak itu tidak mengganggu operasional perusahaan.

Sejumlah anggota Komisi A dan Komisi C DPRD Sumut sepakat agar PT Inalum melaksanakan putusan Pengadilan Pajak, dengan membayar PAP sesuai yang ditagihkan Pemprovsu. Ketua Komisi A DPRD Sumut, Nezar Djoeli meminta Inalum segera membayarkan utang PAp untuk periode November 2013-Maret 2017 sesuai perhitungan BPPRD Sumut yakni Rp2,3 T.

Terkait permohonan pembayaran PAP sesuai Kepmen PUPR, sejumlah anggota Komisi A dan Komisi C tidak sepakat, karena menilai tarifnya terlalu rendah sehingga merugikan masyarakat Sumut. Namun legislatif mendorong agar dilakukan duduk bersama antara Pemprovsu dengan PT Inalum untuk mencari jalan tengah.

Anggota Komisi C, Hanafiah Harahap menyarankan pertemuan PT Inalum dengan Pemprovsu itu difasilitasi oleh pemerintah pusat, apakah Kementerian PUPR, Kemendagri, atau Kementerian BUMN. Sebab, jika pembayaran PAP mengacu pada Kepmen PUPR, harus dilakukan perubahan perda. (prn)

Exit mobile version