Site icon SumutPos

Indonesia Bangsa Besar, Jangan Mau Dipecah Belah

LUBUKPAKAM, SUMUTPOS.CO – INDONESIA merupakan bangsa yang besar dan memiliki penduduk 260 juta jiwa. Hal ini disampaikan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) saat bersilaturahim dengan Paguyuban Warga Jawa Sumatera Utara di Gedung Olahraga (GOR) Lubukpakam, Minggu (7/10) siang.

Dalam pertemuan yang dihadiri ribuan warga Jawa Sumatera Utara tersebut, Gubsu Edy Rahmayadi turut mendampingi bersama dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Provinsi Sumut.

Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi mengatakan, Indonesia adalah negara besar. Tidak mengherankan jika banyak orang Jawa yang hidup di Sumatera Utara. Oleh karena itu, sambung Jokowi, tidak mengherankan pula orang Sumatera Utara yang hidup di Jawa. “Sudah biasa karena memang kita masih dalam NKRI, ini negara besar, ada 714 suku, sebuah jumlah yang sangat besar. Bandingkan dengan Singapura yang hanya memiliki 4 suku. Afganistan 7 suku,” ujarnya.

Hal tersebut berarti Indonesia adalah negara besar yang di dalamnya hidup bermacam perbedaan. “Selain beda suku, beda agama, beda adat, beda tradisi setiap daerah berbeda-beda. Di Sumut saja banyak ucapan salam, ada horas, tapi nanti di Pakpak beda lagi juah juah, di Karo beda lagi mejuah juah. Bayangkan, Sabang sampai Merauke,” katanya.

Indonesia, kata Jokowi, dianugerahi perbedaan yang banyak. “Saya titip selalu saya sampaikan jangan sampai karena beda Bupati, Gubernur, Presiden, Walikota itu tiap 5 tahun itu akan ada terus jangan sampai kita terpecah terbelah gara-gara pilihan. Kita harus tetap satu sebagai bangsa Indonesia,” ujarnya.

Presiden Jokowi mengharapkan masyarakat Indonesia rukun secara rukun agawe santosa, crah agawe bubrah. “Rukun akan membuat kita sejahtera. Kalau terbelah-belah membuat kita jadi rusak. Ini nanti di daerah masih seperti itu. Untungnya di Sumut tidak. Jangan sampai, akan rugi besar kita,” katanya.

Presiden mencontohkan kerukunan masyarakat pada saat Asian Games yang belum lama berakhir. Menurutnya pada saat bertanding, tidak ada atlet yang berpikir tentang identitas. “Jangan hal yang kecil dibesar- besarkan, kemudian yang besar justeru lupa,” katanya.

Pada kesempatan tersebut Ketua DPP Pujakesuma, Suratman mengatakan populasi orang Jawa di Sumatera Utara cukup besar. “Ini merupakan aset bangsa yang perlu diberdayakan dan konsten serta perkumpulan menjaga keharmonisan kerukunan umat bergama, etnis dalam untaian NKRI,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Jokowi dan Edy Rahmayadi disambut ribuan warga Jawa Sumatera. Tak ketinggalan pula banyak warga yang meminta swafoto dan bersalaman dengannya.

Turut hadir dan bersama Edy Rahmayadi mendampingi Presiden, Pangdam I BB, M S Fadillah Sabrar, Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Sumatera Utara, Irjen Pol Agus Andrianto, Bupati Deli Serdang, Ashari Tambunan, Bupati Serdang Bedagai, Soekirman.

MABMI Jadi Simpul Persatuan Bangsa

Usai melaksanakan beberapa rangkaian kegiatan mulai pagi hingga siang hari, Jokowi masih menyempatkan diri membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (MABMI) 2018, di Hotel Adi Mulia Medan, Minggu (7/10) sore. Dalam kesempatan itu, Jokowi mengingatkan pentingnya semua unsur dan elemen masyarakat untuk menjaga kerukunan, persatuan dan kesatuan serta kebudayaan lokal.

Menurutnya, Indonesia adalah bangsa yang besar dan Melayu merupakan salah satu suku terbesar di negeri ini. “Di mana-mana saya bicara, saya selalu bilang bahwa kita negara besar. Jumlah penduduk kita sekarang sudah 263 juta, dengan 714 suku berbeda-beda, 1.100 bahasa daerah yang kita miliki, dan suku Melayu merupakan salah satu suku terbesar di tanah air ini,” kata Jokowi.

Memperkuat sambutannya tentang rasa persatuan dan kesatuan,presiden RI ketujuh lantas melantunkan dua buah pantun. “Hujan turun, topan melanda. Patah satu, anak tangga. Meskipun kita berbeda-beda, hidup rukun haruslah dijaga. Sungguh sejuk air kelapa, kelapa muda tersisa tiga. Meskipun kita beraneka rupa, persatuan harus terus dijaga,” lantun Jokowi yang disambut tepuk tangan ribuan undangan yang hadir.

Menurutnya, perbedaan-perbedaan adalah sunatullah dan merupakan anugerah dari Allah SWT. “Bapak-ibu akan dapat merasakan jika sudah pergi ke 514 kabupaten/kota yang kita miliki. Atau ke 34 provinsi di Indonesia yang kita miliki, baru terasa bahwa kita adalah negara besar. Sekarang penduduk kita 263 juta dan tinggal di 17 ribu pulau, ini sering kita lupakan, sering kita gak sadar. Untuk itu perlu terus ini saya ingatkan, jangan sampai perbedaan memecah-belah persatuan diantara kita,” katanya.

Jokowi menegaskan aset terbesar bangsa adalah persatuan. Jangan sampai ketika ada pemilihan kepala daerah maupun pemilihan presiden, elemen bangsa justru terpecah. “Mari kita jadikan bahwa perbedaan menjadi kekuatan kita, kekuatan bangsa. Ini (pesan persatuan) akan saya titip terus,” katanya.

Diakhir sambutannya sebelum memukul gong dan membuka secara resmi Rakernas MABMI, Jokowi berharap MABMI mampu menjadi simpul persatuan dan kesatuan bangsa ditengah masyarakat. Juga dapat menjadi roda penggerak kerukunan antar sesama elemen bangsa dalam rangka bingkai NKRI. “Dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, rakernas MABMI tahun ini resmi saya buka,” katanya.

Ketua Umum MABMI Dato’ Seri Syamsul Arifin menjelaskan, tujuan mengundang preside supaya mempertajam rakernas MABMI sekaligus meminta dukungan pemerintah atas organisasi kebudayaan di negeri ini. “Bukan dukungan materil melainkan moral. Jangan campur adukan antara kebudayaan dan politik. Budaya itu sakral. Suatu organisasi kalau mulai besar tentu banyak masalah yang menerpa. Sama seperti pohon yang tinggi akan semakin kencang ditiup angin,” katanya.

Pihaknya sependapat bahwa untuk meredam perpecahan menjadi tanggung jawab semua elemen bangsa, tidak hanya MABMI. Bahkan menurut mantan Gubernur Sumut ini, semua elemen masyarakat ataupun paguyuban wajib hukumnya menaungi dan melindungi keutuhan NKRI. “Melalui kebudayaan kita kuat dan negara menjadi hebat. Semua pihak wajib menangkal perpecahan dan menjaga persatuan. Dan kebebasan dalam budaya Indonesia itu ada, tetapi ada batasan dan norma-norma,” katanya. (prn)

Exit mobile version