Site icon SumutPos

Jantung Tersumbat, Dokter Bilang Batara tak Boleh Stres

Foto: Bayu/PM Terdakwa kasus korupsi pembangunan gedung Palas, Batara Tambunan, pingsan saat sidang di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (8/7/2015).
Foto: Bayu/PM
Terdakwa kasus korupsi pembangunan gedung Palas, Batara Tambunan, pingsan saat sidang di Pengadilan Negeri Medan, Rabu (8/7/2015).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sehari mendapat perawatan medis, kondisi Batara Tambunan yang pingsan saat diadili di ruang sidang PN Medan, Rabu (8/7) lalu, berangsur membaik. Saat disambangi di RS Malahayati tempat terdakwa dirawat, Kamis (9/7), anak kandung Batara, Ronald Tambunan yang ditemui mengaku, kondisi ayahnya sudah tidak drop lagi.

“Keadaannya sudah membaiklah bang, sudah tidak drop lagi,” katanya. Meski begitu, Ronald mengaku ayahnya masih harus mendapatkan perawatan di rumah sakit, karena mengalami penyumbatan di bagian jantung dan harus operasi. “Ada penyumbatan di jantungnya di 5 titik, dan harus dioperasi untuk memasukkan ring agar darah lancar,” ungkapnya.

Pihak keluarga pun berharap Batara tetap mendapatkan perawatan di rumah sakit atas penyakitnya. “Kita keluarga berharap bapak tetap berada di rumah sakit. Karena kita tidak tahu kapan jantungnya kumat lagi,” harapnya.

Menurutnya Batara tidak boleh mengalami tekanan berlebihan. “Bapak tidak boleh stres atau mengalami tekanan, kalau tidak jantungnya bisa tidak stabil,” terangnya.

Menanggapi hal ini, Direktur Pusat Studi Hukum Pembaharuan dan Peradilan Sumut, Muslim Muis, SH menilai majelis terlalu memaksakan persidangan. “Kan kita sudah tahu, terdakwanya sedang sakit. Jadi kenapa kok dipaksakan, kan bisa dilakukan penundaan,” jelasnya. ]

Lanjut Muslim, dalam hal ini jika tak percaya akan penyakit yang dialami terdakwa, seharusnya hakim menyediakan dokter kehakiman untuk melakukan pemeriksaan.

“Jika hakim tidak percaya akan kesehatan terdakwa seharusnya ada dokter ahli yang menyatakan kalau terdakwa ini bisa disidang atau tidak. Jika saat sidang terdakwa sakit mendadak dan berujung kematian, siapa yang bertanggung jawab. Kan bisa fatal ini,” ungkapnya.

Menanggapi hal ini, pengacara terdakwa, Mulia Simanjuntak SH M.Hum didampingi Dr Tommy Sihotang SH LL.M dan Suplinta Ginting SH mengaku kecewa atas sikap hakim yang menjatuhkan vonis terlalu tinggi pada terdakwa.

Apalagi dalam kasus ini jaksa disebut melakukan manipulasi data saksi. Di mana jumlah saksi yang hadir dalam persidangan hanya 12, namun dinyatakan sebanyak 24 saksi. “Kita kecewa atas putusan hakim, karena di sini klien kami tidak bersalah. Dan jumlah saksi yang dihadirkan tidaklah sama dengan yang ada di dalam BAP,” jelasnya.

Dirinya pun akan menyatakan banding atas putusan tersebut. “Kita akan banding, karena tidak mencerminkan rasa keadilan,” tegasnya. Sekedar mengingatkan, sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan pusat perkantoran Pemkab Padang Lawas (Palas) senilai Rp 6,048 miliar di ruang kartika Pengadilan Tipikor Medan, berakhir ricuh.

Pasalnya, terdakwa Batara selaku Direktur PT Bungo Pantai Bersaudara, mendadak pingsang di ruang sidang, Rabu (8/7) sore. Peristiwa itu terjadi saat hakim yang diketuai Dwi Dayanto membacakan amar putusannya. Terdakwa yang menggunakan tabung oksigen saat sidang tersebut, tiba-tiba pinsan dan dilarikan ke RS Malahayati. Meski tak dihadiri terdakwa, hakim tetap melanjutkan persidangan dan menjatuhkan pidana penjara selama 6 tahun denda Rp 500 juta subsider 6 bulan pada Batara. Selain itu, terdakwa juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 6 miliar dengan subsider 3 tahun penjara. (bay/deo)

Exit mobile version