Site icon SumutPos

Pilkada Simalungun-Siantar Paling Telat 23 Desember

Mendagri Tjahjo Kumolo
Mendagri Tjahjo Kumolo

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Mendagri Tjahjo Kumolo berharap penundaan pilkada Kabupaten Simalungun dan Kota Pematangsiantar tidak lebih dari 14 hari terhitung sejak 9 Desember 2015. Dengan kata lain, Tjahjo berharap pemungutan suara di kedua daerah itu bisa digelar paling telat 23 Desember 2015.

Tjahjo mengakui, sesuai ketentuan UU Pilkada, penundaan diberi batas waktu hingga 21 hari. Namun, lanjutnya, akan lebih baik jika tak lebih 14 hari. Alasannya, agar tahapan pilkada berikutnya di kedua daerah itu, termasuk tiga daerah lain yang juga ditunda, bisa bersamaan dengan tahapan yang berlangsung di 264 daerah yang pemungutan suaranya digelar kemarin (9/12).

“Sesuai undang-undang maksimum 21 hari, tapi saya minta kalau bisa 14 hari. Sehingga penghitungan suaranya bisa serentak, jadi tahapan-tahapannya tidak terganggu,” ucap Tjahjo di sela mengunjungi TPS di pilkada Kota Tangerang Selatan (Tangsel) kemarin.

Maksudnya, penetapan perolehan suara masing-masing kandidat, masa pengajuan dan penyelesaian sengketa perolehan suara, hingga pelantikan, tetap bisa dilakukan serentak dengan 264 daerah lainnya.

Diketahui, selain Siantar dan Simalungun, tiga daerah yang pilkadanya juga ditunda yakni, Kota Manado, Provinsi Kalimantan Tengah, dan Kabupaten Fakfak. “Daerah-daerah ini hanya menunda. Yang penting sebelum Desember berakhir harus menyelenggarakan pilkada,” ujar dia. Secara prinsip, lanjut mantan Sekjen Kemendagri itu, pemerintah setuju penundaan untuk proses hukum. Pasalnya, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) baru mengeluarkan putusan sela, terkait pencoretan pasangan JR Saragih-Amran Sinaga di Simalungun dan Serfenov Sirait-Parlindungan Sinaga di Pilkada Siantar. “Jadi ini memang masalah hukum yang harus ditaati,” kata Tjahjo.

Sementara Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay berharap penundaan tidak melewati tahun 2015. Karena itu ia meminta pengadilan segera mengeluarkan putusan akhir. Sehingga masyarakat dapat segera menggunakan hak pilihnya untuk menentukan pemimpin mereka di daerah lima tahun ke depan. “Penundaan ini kami lakukan, karena Surat Keputusan (SK) pembatalan pasangan calon sebagai peserta pilkada, itu kan keluarnya belakangan. Nah kemudian pihak lain yang tidak bisa menerima, jadi mereka mencari keadilan,” ujarnya.

Hadar mengakui, untuk menetapkan kapan pemungutan suara akhirnya digelar, saat ini sepenuhnya berada di tangan pengadilan. Namun begitu, KPU dapat meminta karena sesuai undang-undang, disebut pilkada harus dilaksanakan di tahun 2015. “Iya begitu, karena harus menunggu putusan akhir kan. Tapi kami kan bisa sampaikan kami minta prioritas. Karena di undang-undang juga dikatakan bahwa pilkada dilakukan di 2015,” ujar Hadar.

Menurut Hadar, untuk kasus Siantar, Survenof Sirait-Parlin Sinaga sebelumnya ditetapkan sebagai paslon setelah ada putusan panitia pengawas (panwas). Namun setelah ditetapkan, ada laporan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pilkada. Dan akhirnya lembaga penegak kode etik penyelenggara pemilu tersebut memutuskan, memberhentikan panwas Kota Siantar.

“Putusan DKPP, Panwasnya diberhentikan dan (putusan yang mengakibatkan panwas diberhentikan,red) juga dikoreksi. Lalu di koreksi oleh Bawaslu provinsi unuk koreksi putusan panwas setempat,” ujar Hadar. Berdasarkan putusan koreksi tersebut, KPU kata Hadar, diminta membatalkan pencalonan Survenof-Parlin. Namun kemudian pasangan tersebut mengajukan sengketa ke PTTUN dan akhirnya lembaga hukum mengeluarkan putusan sela.

Demikian juga halnya dengan Pilkada Simalungun. KPU sebelumnya mencoret JR Saragih-Amran Sinaga, setelah ada putusan kasasi Mahkamah Agung yang menyatakan Amran sebagai terpidana. Atas putusan tersebut, JR Saragih mengajukan sengketa ke PTTUN Medan. Akhirnya pengadilan juga mengeluarkan putusan sela. Karena merasa JR Saragih sangat dirugikan atas putusan tersebut. Selain terhadap Siantar, Simalungun dan Manado, KPU juga memutuskan untuk menunda pilkada Kalimantan Tengah dan Kabupaten Fakfak (Papua).

Hanya bedanya, terhadap kedua daerah ini, penyelenggara pemilu akan mengambil langkah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. “Kalteng dan Fakfak kami akan tunda dan kemudian kami akan lakukan kasasi?. Di peradilan PTTUN, dalam proses peradilannya, kami menanyakan bagaimana melaksanankan ini. kemudian mereka pada intinya silahkan saja dan itu bisa dilakukan kasasi. Hakimnya tadi menyatakan demikian, sehigga kami menyatakan diperbolehkan kasasi,” ujar Hadar.(sam/gir/deo)

Exit mobile version