Site icon SumutPos

Petani Karo Butuh Penyuluhan Pertanian Secara Intens

KARO, SUMUTPOS.CO – Petani di Kabupten Karo masih membutuhkan pembenahan dan penyuluhan secara intens. Karena sampai hari ini, petani di belum mampu menciptakan bibit unggul sendiri. Mereka masih bergantung pada bibit dari Pulau Jawa, terutama tanaman jagung dan kentang dan bibit lainnya.

PENYULUHAN: Kadis Pertanian dan Peternakan Karo Ir. Metehsa Karo-karo melaksanakan penyuluhan kepada petani.solideo/sumut pos.

Hal ini diakui Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Karo, Ir. Metehsa Karo-karo, belum lama ini. Selain masalah bibit, petani juga belum terampil baik dalam pengolahan tanah, pemupukan dan pemanfaatan kompos secara tepat waktu dan sasaran.

Alhasil, petani kerap merugi dalam bercocok tanam. Bahkan, tak sedikit dari mereka yang gagal panen. Kondisi ini diperparah lagi oleh ketidakstabilan harga. Untuk mengatasi persoalan ini, Metehsa mengaku pihaknya akan terus menggiatkan penyuluhan-penyuluhan.

Selain penyuluhan, Dinas Pertanian juga melakukan praktek langsung. “Kalau kita tidak praktekkan di lapangan, petani tidak akan percaya,” katanya. Lanjut mantan Kadis Perikanan Kabupaten Karo itu, agar sistem pertanian tak monoton, saat ini pihaknya tengah mengembangkan tanaman kentang dengan sistem mulsa.

Bila eksperimen ini berhasil, akan dirujuk menjadi bahan pertimbangan teknologi tanaman kentang yang akan ditrasformasikan kepada petani kentang di Karo saat musim Pandemi Covid-19. Pasalnya, bercocok tanam kentang saat cuaca ekstrem, biasanya dihindari petani dengan cara menahan bibit kentang untuk diaplikasikan pada pertanaman.

Tentunya perlakukan seperti ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Namun melalui teknologi ini, bibit kentang yang sudah siap tanam, dapat langsung ditanam tanpa menunda waktu di musim hujan. Bercocok tanam kentang di musim penghujan, biasanya bakal mendapat tantangan besar dari serangan pengganggu tanaman.

Secara teknis, pertanaman kentang di musim penghujan yang dilakukan petani konvensional, bakal menuai serangan cendawan maupun jamur pada tanaman kentang, sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman terganggu dan tentunya produksi rendah.

Melalui eksperimen ini nantinya diharapkan dapat berhasil, baik hasil produksi, jumlah mata tanam maupun pengendalian serangan hama. Eksperimen ini murni dari modal sendiri, namun hasilnya nanti bisa dijadikan rujukan untuk disosialisasikan bagi petani kentang di Kabupaten Karo. Metehsa berkeyakinan, tanaman kentang itu akan berhasil dipanen dengan hasil produksi satu kilogram per batang.

Aplikasi pertanaman kentang dengan media mulsa, sangat berbeda dengan pertanian konvensional yang digeluti petani kentang pada umumnya. Memakai mulsa, jumlah mata tanam dalam luasan satu hektar lebih banyak dibanding pertanaman kentang konvensional.

Dalam bercocok tanam kentang memakai mulsa, modal awal cukup besar. Termasuk tenaga kerja, penggunaan pupuk kompos dan pupuk kimia yang diaplikasikan sekaligus. Ketika tanaman kentang sudah mulai tumbuh dan berkembang, biasanya serangan jamur phytopthora cukup gesit. Tetapi menggunakan mulsa, serangan itu dapat diminimalisir, karena spora phytopthora berasal dari tanah.

Ketika terjadi hujan, pantulan hujan ke tanah akan mengenai daun kentang bagian bawah, tetapi ketika telah menggunakan mulsa, maka media pembawa phytophthora ke daun kentang terhalang mulsa, sehingga penyakit yang ada pada tanah ini tidak naik ke daun.

Bagi tanaman kentang kelembaban harus dijaga agar tetap stabil, jika gunakan mulsa kelembaban normal. Selain kentang, tanaman jagung juga menjadi unggulan di Karo. Khusus jagung, Kabupaten Karo menjadi penghasil terbesar di Sumut, mencapai 53 persen. “Karena itu sangat sayang, jika keunggulan ini tidak kita manfaatkan secara baik,” tandasnya. Agar petani tak merugi, pihaknya terus melobi pemerintah pusat untuk ciptakan pasar-pasar baru. (deo)

Exit mobile version