Site icon SumutPos

Bermula dari Paparan hingga Pekerjakan Ribuan Karyawan

Jalan-jalan ke Pabrik Peleburan Aluminum PT Inalum di Kuala Tanjung Batubara

Di Asia Tenggara, PT Inalum adalah the only one perusahaan yang fokus membuat aluminium. Sejak 36 tahun perusahaan ini berdiri. Konon, Malaysia tak mau kalah membangun proyek peleburan alumunium di Serawak.

SYAIFULLAH/TRIADI WIBOWO– KUALA TANJUNG

BELAKANGAN, PT Inalum memang bak naik daun. Pembicaraan menyangkut PT yang berdiri sejak 6 Januari 1976 ini bahkan melibatkan Presiden, menteri dan tentu saja orang Jepang. Ya, PT Inalum merupakan kependekan dari PT Indonesia Asahan Aluminium kini sedang dalam proses lobi-lobi tingkat tinggi. Apakah akan terus dikelola Jepang-Indonesia (Tentu dengan mayoritas saham dipegang Jepang), atau dikelola mandiri oleh bangsa ini? Untuk kenal lebih dekat, mari sejenak bicara sejarah singkat PT Inalum.

Suatu hari di awal 70-an, pemerintah menerima laporan Nippon Koei; sebuah perusahaan konsultan Jepang yang memapar laporan tentang kelaikan Proyek PLTA Asahan dan Alumunium Asahan. Laporan itu menjelaskan dua mega proyek itu layak dibangun sebuah peleburan aluminium sebagai pemakai utama dari listrik yang dihasilkan PLTA .
Tiga tahun berselang, digelar pertemuan tingkat tinggi di Tokyo untuk membahas proses pendirian dua proyek tadi. Lewat perundingan dan bantuan dan dari Jepang, Republik Indonesia plus 12 perusahaan penanam modal Jepang seperti Sumitomo Chemical Company, Sumitomo Shoji Kaisah, Nippon Light Metal, C Itoh & Co, Nissho Iwai, Nichimen, Showa Denko, Marubeni Corporation, Mitsubishi Chemical Industries, Mitsubishi Corporation, Mitsui Aluminium, dan Mitsui & Co, akhirnya menyepakati kerjasama.

Lantas 12 perusahaan tadi bersama pihak Indonesia sepakat membentuk usaha bersama di Jakarta. Nama usaha itu adalah Nippon Asahan Aluminium Co. Ltd (NAA) yang berkedudukan di Tokyo yang sah berdiri pada 25 November 1975.

Setahun kemudian, tepatnya 6 Januari 1976 NAA bersama Indonesia sepakat mendirikan PT Inalum. Inalum adalah perusahaan yang membangun dan mengoperasikan Proyek Asahan sesuai dengan perjanjian induk.

Perbandingan saham sejak awal hingga kini terus berevolusi. Awal didirikan, saham mayoritas 90 persen dipegang Jepang. Lalu sejak 1998, pembagian saham 58,88 persen (Jepang)  dan 41,12 persen (Indonesia).

Di masa itu, Inalum tercatat sebagai pelopor dan perusahaan pertama di Indonesia yang bergerak dalam bidang industri peleburan aluminium dengan investasi mencapai 411 miliar yen.

Hingga kini menjelma menjadi perusahaan mapan yang memiliki ribuan karyawan. Keuntungan pertahun stabil. Maka, kesempatan keliling pabrik tentu kesempatan emas. Ditemani Staf Humas, Julian Faisal menuju pabrik jaraknya sekitar 17 Km dari Komplek Perumahan Karyawan di Tanjung Gading.  (bersambung)

Pukul 09.00 WIB kami berangkat. Di pabrik, kami disambut Senior Manager Humas Ir H Subagiyo Ibnoe dan Manager Humas Moranta Simanjuntak. Dari keduanya mengalir sejumlah kisah. Tak lama di ruangan keduanya, kami diajak keliling oleh Julian Faisal. Helm dan kemeja lengan panjang wajib kami kenakan. Saftey Firts.

Darinya didapat ‘wisata pabrik aluminium’ yang kami lakoni dengan antusias. Awalnya kami menjelejah bagian luar pabrik. Yang mayoritas terlihat di sana adalah instalasi listrik. Ada juga tabung-tabung berukuran besar. Pabrik ini dibangun menghadap Selat Malaka.

Kami berkeliling naik mobil, karena luas area mencapai 200 hektar. Itupun tak semua kami jelejahi. Bahkan ada titik-titik yang kurang bersahabat dengan barang elektronik, kami enggan turun di titik itu. Pabrik ini mampu  menghasilkan rata-rata 225.000 ton aluminium per tahun. Jadi, tugas utama pabrik ini adalah mereduksi alumina (serbuk aluminium) menjadi aluminium dengan menggunakan alumina, karbon, dan listrik. Pabrik ini memiliki tiga pabrik utama yakni pabrik karbon, pabrik reduksi dan pabrik penuangan.

Yang ingin kami lihat tentu saja proses pembuatan hingga tercipta ingot aluminium. Ditemani Rahmad salah satu pengawas peleburan, kami berkesempatan melihat-lihat ingot aluminium yang siap diekspor. Beratnya mencapai 22,7 Kg per batang ingot.

Ngomong-ngomong, perusahaan ini bakal ‘free’ pada 2013. Kontrak jangka panjang pihak Jepang dan Indonesia tadi bakal berakhir tahun depan.

Proses ambil-alih tadilah yang kini jadi isu nasional. Semua pihak, apalagi karyawan pasti tahu soal ini meskipun pada kenyataannya mereka tak begitu terganggu. Geber hasil produksi maksimal; hanya itulah yang ada di benak karyawan.
“Saat ini kita masih menunggu proses itu. Kita lihat saja nanti,” kata Ibnoe singkat.

Jalan-jalan di pabrik pun berakhir. Dengan wajah sumringah, awak koran ini bersiap meliput agenda lain: Turnamen Inalum Cup 2012, yang merupakan bagian dari perayaan ulang tahun ke-36 PT Inalum. (*)

Exit mobile version