Site icon SumutPos

Perda Pekerja Rumahan Belum Terealisasi

Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Keinginan pekerja rumahan di Sumut terhadap nasibnya terkait gaji dan hak normatif lainnya untuk diatur dalam Peraturan Daerah (Perda), ternyata belum dapat direalisasikan. Hal ini terungkap dari hasil konsultasi Komisi E DPRD Sumut dalam kunjungan kerja (Kunker) ke Kemendagri di Jakarta.

Kunker tersebut berlangsung Kamis (10/8). Komisi E DPRD Sumut diterima Kasie Urusan Pemerintah Daerah Sunatera Kemendagri RI, Jumiran. Dan dinyatakan Perda pekerja rumahan belum bisa dibuat, karena cantolan Undang-Undang (UU) terkait hal tersebut belum ada.

“Jadi saran dari Kemendagri, dimasukkan dulu peraturan terkait pekerja rumahan di dalam Perda izin mempekerjaan tenaga kerja asing (IMTA) pada salah satu bab nya,” ujar anggota Komisi E DPRD Sumut Nezar Djoeli kepada wartawan usai melakukan Kunker, Jumat (11/8).

Diketahui,  Serikat Pekerja Rumahan Sejahtera Sumut didampingi Bina Keterampilan Pedesaan Indonesia (Bitra) Sumut telah mengajukan draf usulan Perda ke DPRD Sumut tahun lalu. Hal itu sebagai jaminan pekerja rumahan mendapatkan hak-hak terkait sistem gaji, keselamatan kerja, jaminan kesehatan dan jaminan sosial.

Dalam pembahasannya, Komisi E DPRD Sumut yang membidangi ketenagakerjaan berkonsultasi ke Kemendagri untuk mendapat payung hukum dalam pembahasan Ranperda tersebut selanjutnya.

Nezar menjelaskan, pembuatan Perda tenaga kerja rumahan ini memang sangat dibutuhkan untuk mengatur kesejahteraan pekerja rumahan yang sebenarnya tidak hanya ada di Sumut tapi di provinsi lain.

“Bahkan Perda pekerja rumahan ini belum ada di Indonesia. Maka untuk itu, kita butuh saran dari Kemendagri apakah bisa membahas untuk merancang Perda rumahan,” ucapnya.

Dari hasil konsultasi tersebut, lanjut politisi NasDem ini, DPRD Sumut juga meminta Kemendagri dapat merevisi UU Ketenagakerjaan sesuai perkembangan zaman agar tenaga kerja rumahan dalam terlindungi dalam UU. Sehingga dalam koridornya UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda), daerah bisa membuat Perda sesuai kebutuhannya.

“Kita juga berharap Kementerian UMKM dapat memasukkan ini  dalam UU karena tenaga kerja itu termasuk golongan usaha kecil yang pekerjaan dilakukan di rumah. Atau bisa juga dimasukkan dalam dalam Perda ketenagakerjaan dan harus ada Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) yang mengaturnya baru bisa di buat perda,” jelas Nezar.

Ditempat terpisah, Suryani, salah seorang pekerja rumahan pembungkus sedotan air mineral kemasan di Dusun III, Desa Dagang Kelambir, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deliserdang, menyebutkan menjadi pekerja rumahan memang menjadi pilihan ibu-ibu rumah tangga. Tapi upah yang diterima dengan jam kerja tidak menentu dan tidak sesuai bahkan mereka harus mengeluarkan biaya sendiri untuk memproses pembungkusan sedotan tersebut.

“Sedotan ini dimasukkan di dalam plastik dan harus dilem. Nah lemnya inilah yang kami harus beli sendiri karena tidak disiapkan oleh agen. Untuk upah kami cuma dibayar Rp8.000 per goni yang diantar seminggu sekali oleh agen,” jelasnya.

Setiap harinya, ia bersama pekerja rumahan lainnya bisa mengerjakan satu setengah goni besar yang kira-kira berisi 6 kilogram setiap goninya. Selain upah yang kecil, ia dan teman-temannya tidak mendapatkan perlindungan jaminan sosial dan Tunjangan Hari Raya (THR) dari pihak pemberi kerja.

“Kami sudah berusaha untuk meminta agar upahnya dinaikkan. Tapi, agennya tidak mau. Karena pekerjaan seperti ini tidak butuh keahlian,” ungkapnya. (dik/yaa)

Exit mobile version