Site icon SumutPos

DPRD Dukung Aquafarm dan Japfa Ditutup

Keramba Jaring Apung PT Aquafarm Nusantara, milik sebuah perusahaan Swiss, di perairan Danau Toba.
Keramba Jaring Apung PT Aquafarm Nusantara, milik sebuah perusahaan Swiss, di perairan Danau Toba.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penataan Danau Toba diikuti dengan dibersihkannya danau dari keramba ikan, yang sudah menjamur milik masyarakat. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi Badan Pengelola Otorita Danau Toba, mulai dari menutup hingga mengalihkan para petani budidaya ikan ini ke usaha lainnya.

Menteri Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli dan Menteri Pariwisata Arif Yahya secara tegas meminta keramba budidaya ikan di Danau Toba harus dibersihkan, termasuk milik PT Aquafarm Nusantara (AN) dan PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk (Japfa). Hal ini sebagai bagian untuk menjaga Danau Toba tetap terpelihara dan bersih.

Berulang kali protes disampaikan sejumlah aktivis peduli lingkungan Danau Toba, PT AN asal Swiss dan PT Japfa merupakan perusahaan patungan Indonesia dengan Netherland ini tetap beroperasi hingga adanya protes dari Menteri Maritim dan Menteri Pariwisata, Sabtu (9/1).

Protes menteri itu didukung Sekretaris Fraksi Demokrat DPRD Sumut, Sopar Siburian. Dia menuturkan, keramba budidaya PT AN harus ditutup. Bila itu tidak disentuh tidak ada gunanya rencana pengembangan Danau Toba. Dari sinilah kualitas air, selanjutnya keindahan Danau Toba lebih tampak terjaga, terpelihara dan bersih. “Budidaya keramba PT Aquafarm Nusantara harus ditutup, guna mengembangkan Danau Toba,” ujarnya.

Tahapan berikutnya, Sopar menyampaikan mengenai reposisi kawasan Hutan Toba Pulp Lestari (TPL). “Kan masih ada wilayah lain. Sehingga tata kelolanya bisa lebih baik lagi,” ucapnya.

Sementara itu, Politis PAN DPRD Sumut, Aripay Tambunan menegaskan, dua perusahaan budidaya ikan keramba di Danau Toba dihentikan operasionalnya, karena dianggap memberikan sumbangan limbah terbesar. Tapi, budidaya keramba milik masyarakat dibiarkan dengan catatan dijaga dan dibina pengeloannya.

“Nggak cuma dua perusahaan budidaya ikan keramba di Danau Toba. Tapi ada beberapa perusahaan lain yang juga memberikan sumbangan limbah. Jadi yang boleh berjalan itu hanya milik masyarakat tapi tetap harus diawasi dan dikelola dengan baik,” katanya seraya menyebutkan dua perusahaan yang diberi peringatan tersebut berinisial PT AN dan PT JCI.

Lebih lanjut, dia optimis program pembersihan kawasan Danau Toba ini akan dapat diselesaikan dalam waktu satu tahun. Hal itu dikarenakan Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan yang ikut mengawasi program pembersihan danau. “Kita optimis itu bisa diselesaikan tahun ini. Apalagi Pak Luhut ikut turun tangan,” katanya.

Sedangkan Anggota DPRD Sumut lainnya, Ikrimah Hamidy menegaskan, protes tentang pengelolaan budidaya ikan keramba milik PT AN dan PT Jafpa sudah berulang kali dilaporkan ke DPRD Sumut, tapi hingga kini operasionalnya tetap berjalan karena sudah ada kajian tentang baku mutu serta kualitas air Danau Toba tidak tercemar.

“Jadi tinggal menunggu hasil kajian lagi, selanjutkan beri tindakan sesuai aturan yang ada. Hal ini sebagai bagian yang pantas dilakukan untuk penyelamatan Danau Toba,” ujarnya.

Politis PKS ini menyampaikan, pengelolaan Danau Toba bukan hanya sekedar untuk memberikan tempat berwisata yang indah dan menarik serta banyak pengunjung, melainkan Danau Toba harus tetap dilestarikan dan terjaga lingkungannya. Sehingga sangat penting dibuat sebuah badan pengelola secara khusus untuk menjaga, memelihara dan melestarikan Danau Toba.

Permintaan menteri menutup dua perusahaan budidaya ikan keramba di Danau Toba disambut Sekda Pemkab Simalung, Gidion Purba. Dia menyebutkan, Pemkab Simalungun segera menyurati dua perusahaan tersebut untuk menghentikan operasionalnya di Danau Toba.

Pendapat berbeda disampaikan Anggota DPRD Tobasa Afron Sirait. Dia menyampaikan, pihaknya dan masyarakat di sekitar Danau Toba belum mengetahui sejauh mana progres keuntungan masyarakat dengan pembentukan Badan Pengelola Danau Toba. “Kita belum tahu progresnya kepada masyarakat Danau Toba, apa nantinya manfaat pengembangan yang dimaksud bisa mensejahterakan masyarakat, melebihi manfaat yang diterima dari usaha keramba di Danau Toba,” katanya.
Apron menerangkan, pihaknya mendukung rencana pembersihan Danau Toba dari keramba, apabila progres program Pemerintah Pusat itu dapat dirasakan masyarakat, khususnya di wilayah Tobasa. Tapi jika tidak jelas progresnya, sebaiknya jangan asal menutup keramba saja. Selain PT Aquafarm Nusantara dan PT Japfa yang mempekerjakan ribuan masyarakat di sekitar Danau Toba. Nilai dari usaha masyarakat dan dua perusahaan besar tersebut triliunan. Jika masyarakat menganggur karena program Pemerintah Pusat tersebut, maka akan lahir dampak sosial kepada lingkungan.

“Sekarang ada dua isu yang muncul, pengembangan Danau Toba dan Penutupan Keramba PT Aquafarm dan PT Japfa. Tapi progresnya ke masyarakat yang real apa, belum jelas,” sebutnya.

Apron berharap, apa pun kebijakan Pemerintah Pusat, hendaknya manfaatnya benar-benar untuk masyarakat sekitar Danau Toba. Tidak memutuskan yang ada, tanpa memberikan subsitusi yang lebih baik. Jika pun ada program, penataan akan lebih baik, manfaatnya kepada masyarakat.

Sebelumnya, secara terpisah, Humas PT Aquafarm Nusantara (AN) Herry Wahyudi melalui pers rilis yang dikirimkan ke METRO SIANTAR (Grup Sumut Pos) menyatakan pihaknya berharap pemerintah mencari solusi terbaik agar aktivitas perikanan budidaya dapat berjalan beriringan dengan aktivitas pariwisata dan aktivitas ekonomi lainnya, dengan melakukan penataan dan pembinaan secara berkelanjutan.

Dijelaskan, PT AN berkepentingan terhadap kualitas air Danau Toba yang bersih, karena keberlanjutan bisnis budidaya ikan ditentukan kualitas air yang baik. Dalam operasionalnya, PT AN menjalankan prinsip-prinsip budidaya perikanan yang berkelanjutan dengan cara budidaya ikan yang baik (CBIB). Atas usaha itu, PT AN memeroleh penilaian sangat memuaskan (execellent) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. PT AN juga melakukan monitoring kualitas air secara mandiri setiap bulannya maupun bekerjasama dengan lembaga ternama dan monitoring eksternal per 6 bulan oleh BLH Sumatera Utara bersama dengan BLH Kabupaten. Audit juga dilakukan oleh pembeli (buyer) dari luar negeri untuk keseluruhan proses operasional dan mutu produk.

Sementara, hasil audit lingkungan hidup wajib, sesuai dengan Surat Menteri KLH No B-11640/MENLH/PDAL/10/2014 per 14 Oktober 2014, disebutkan kualitas air Danau Toba masih memenuhi ketentuan Pergub Sumut No.1 Tahun 2009 tentang baku mutu air Danau Toba dan Permen LH No 28 Tahun 2009 tentang daya tampung beban pencemaraan air danau. Kualitas air Danau Toba di beberapa lokasi tidak memenuhi syarat air minum oleh kadar bakteri Coli yang melebihi baku mutu air minum menurut Pergub Sumut No 1 Tahun 2009 yang bersumber dari limbah domestik. PT AN telah melakukan penaatan terhadap peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan izin yang terkait dengan kualitas air Danau Toba dan sekitarnya. Tidak terbukti terjadi pencemaran H2S berdasarkan Pergub Sumut No.1 Tahun 2009
Masih kata Herry Wahyudi, saat ini ada sekitar 5.000 karyawan PT AN di Sumatera Utara, dimana 90 persennya merupakan putra dan putri daerah. PT AN sendiri berdiri di Indonesia sejak tahun 1988 berkantor pusat di Klaten, Jawa Tengah. Produk akhir yang dihasilkan oleh PT AN berupa ikan nila yang dibekukan dalam bentuk fillet. Produk tersebut dikemas dengan diberi merek “Regal Spring Tilapia” untuk kemudian diekspor melalui pelabuhan Belawan ke Eropa dan Amerika Serikat. (sam/dik/th)

Exit mobile version