Site icon SumutPos

Sudah Lima Hari Meninggal di Rahim

Foto: Edwin Garingging/Metro Asahan/JPNN Jenazah bayi yang lahir dengan kepala putus di Kisaran, Asahan. Menurut dokter, si bayi sudah beberapa hari meninggal di rahim ibunya.
Foto: Edwin Garingging/Metro Asahan/JPNN
Jenazah bayi yang lahir dengan kepala putus di Kisaran, Asahan. Menurut dokter, si bayi sudah beberapa hari meninggal di rahim ibunya.

KISARAN, SUMUTPOS.CO – Kasus putusnya kepala bayi saat persalinan akhirnya terungkap. Dari hasil otopsi, ternyata bagi malang itu sudah meninggal di dalam kandungan. Kondisi ini yang menyebabkan tubuh si bayi jadi rapuh,hingga kepalanya terlepas saat coba ditarik keluar oleh perawat D br S.

Hal ini dikatakan Kapolres Asahan, AKBP Tatan Dirjan Atmaja saat ditemui, Rabu (13/1/2016). Tatan mengaku sudah menerima laporan mengenai hasil otopsi jenazah bayi dalam kasus leher terputus saat persalinan di Desa Aek Tarum, Kecamatan Bandar Pulau, Asahan.

Hasilnya, bayi malang berjenis kelamin perempan tersebut menurutnya sudah dalam kondisi meninggal dunia antara 4 sampai dengan 5 hari di dalam kandungan ibunya sebelum proses persalinan berlangsung. “Laporan dari perwira saya yang mendampingi proses otopsi pada rumah sakit di Pematang Siantar, bayi tersebut sudah meninggal 4-5 hari sebelum persalinan,” katanya.

Meski demikian, pihak kepolisian menurut Tatan masih menunggu hasil laporan tertulis dari pihak rumah sakit yang akan menjadi bukti bagi mereka untuk mengusut kasus ini. Seorang sudah ditetapkan sebagai tersangka yakni tenaga medis berinisial D BrS. Sedangkan 6 orang lainnya masih dalam tahap pendalaman. “Yang tersangka masih D br S karena dia merupakan perawat dan bukan bidan sehingga tidak berkompeten,” ungkapnya.

OPTIMALKAN PENGAWASAN
Putusnya kepala bayi Farida Hanum yang menggegerkan masyarakat harus jadi jalan masuk bagi Pemkab Asahan untuk mengoptimalkan pengawasan, dan penindakan tiap praktek kesehatan yang tersebar di bumi Asahan. Satriawan Guntur Zass, SH, seorang praktisi hukum di Kota Kisaran menganjurkan, Dinas Kesehatan untuk bergerak cepat untuk melakukan monitoring terhadap semua izin kesehatan, secara khsusus izin praktik bidan yang telah diterbitkan sebelumnya.

“Lakukan monitoring yang serius. Ambil sikap tegas, dengan menindak siapun yang melanggar. Lakukan juga pengawasan terhadap praktisi kesehatan, semisal perawat-perawat dan bidan yang memiliki usaha kesehatan, semisal praktik di desa-desa. Jangan ada lagi pembiaran,” jelas pria yang juga aktivis GOWA Sumut ini. Guntur juga berpendapat, dari peristiwa ini masyarakat secara umum dapat melihat betapa akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, terkhusus mereka yang menetap di pedesaan bukanlah sebuah perkara yang mudah.

“Dari kasus ini, bisa dilihat, bahwa untuk sekadar mendapat akses pelayanan kesehatan, masih banyak yang kesulitan. Pemerintah, dalam hal ini Dinas Kesehatan harus tanggap. Andai memang tidak semua daerah terlayani Puskesmas, atau Puskesmas Pembantu, setidaknya lakukan pemerataan penempatan tenaga kesehatan, baik itu yang berstatus PNS, maupun pegawai PTT,” katanya. Selain itu, dia juga mengimbau para praktisi kesehatan, khususnya bidan desa, untuk tanggap. Tanggap dalam artian, selalu berupaya untuk meningkatkan skill, dan profesionalitas guna memaksimalkan pelayanan.

Terpisah, Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan dr. Hidayat, M.Kes saat dikonfirmasi mengenai ketersediaan tenaga kesehatan (bidan) di Kabupaten Asahan menjelaskan, sejauh ini Bidan PTT yang ada di Kabupaten Asahan yang terdaftar sebanyak 185, dan bertugas melayani di 204 desa. “Belum semua desa memang tercover oleh pelayanan bidan. Kita sudah usulkan, agar ada 2 bidan PTT di setiap desa. Tapi karena masalah pengangkatan dan penempatan bidan PTT ini adalah domain kementerian, kita hanya bisa mengusulkan. Dan sebagai informasi tambahan, dari 25 kecamatan di Kabupaten Asahan yang memiliki Puskesmas baru 22 kecamatan,” tukasnya.

Disinggung mengenai pengawasan terhadap izin praktik, baik praktik bidan, dokter, atau perawat, Hidayat mengamini jika hal tersebut termasuk dalam Job Discription SKPD yang dia pimpin. Pun, dalam penerbitan izin kata dia, pihaknya selalu menjunjung tinggi azas profesionalitas. Hal ini dapat dilihat, dari salah satu syarat yang ditetapkan, untuk boleh mendapatkan izin balai pengobatan, praktik perawat, praktik bidan, pemohon izin harus mendapatkan rekomendasi dari dokter yang berkompeten. “Jadi kita terbitkan izin, tidak asal-asalan. Ada standard yang harus dipenuhi,”tandasnya.(ing/smg/deo)

Exit mobile version