Site icon SumutPos

Usut Tuntas Kasus BPN DS

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
REALESE OTT BPN_Wakapolda Brigjend Agus Andrianto (tiga kiri) beserta jajaran menunjukan tersangka dan barang bukti kasus OTT BPN di Mapoldasu Jalan Sisingamangaraja Medan, Senin (13/2) Pihak kepolisisan berhasil menangkap tersangka MH dan mengamankan barang bukti uang tunai sebanyak 203 juta rupiah beserta sertifikat tanah dan dokumen lain nya.

SUMUTPOS.CO – Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kantor Agraria Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) Deliserdang (DS) yang dilakukan Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Polda Sumut, diminta untuk melakukan penyidikan secara mendalam. Jangan terputus pada seorang Kepala Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan BPN Deliserdang, Malthus Hutagalung yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik.

Sebab, Tim Saber Pungli setelah melakukan OTT di ruang kerja tersangka hingga melakukan penggeledahan ke ruang kerja Kepala BPN Deliserdang, Calvyn Sembiring, memboyong sembilan orang ke Polda Sumut guna dimintai keterangan lebih jauh. Namun, Calvyn Sembiring lolos dari status tersangka usai penyidik melakukan gelar perkara.

“Jadi memang inilah perbedaan OTT KPK dengan Polisi. Tim Saber Pungli ini, OTT seperti OTT OTT-an. Namanya saja OTT, tapi proses penyelidikan tidak dalam,” tegas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumut, Sutrisno Pangaribuan, Selasa (14/2).

Sutrisno mengambil contoh kasus OTT yang berhasil jaring empat oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) Dinas Pendidikan (Disdik) Pemkab Tanah Karo dan seorang wali murid. Hingga kini, penyelidikan tindak lanjut yang dilakukan, dan belum ada penetapan tersangka oleh penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polda Sumut.

“Nah, OTT BPN Deliserdang yang ditangkap banyak-banyak, tapi cuma satu yang jadi tersangka. Biasanya tidak mungkin hanya satu orang dalam sebuah struktur lembaga, yang melakukan pungli. Pasti itu beredar kemana-mana dan mengalir kemana-mana. Kalau Kasi Pengukuran, urusannya kan sebatas mengukur-ngukur saja. Urusan sampai ke meja pimpinan, itu kan melalui proses-proses juga,” ujar politisi PDI-Perjuangan ini.

Begitupun, Sutrisno tetap tidak merendahkan lembaga BPN. Namun, dia menegaskan, penyelidikan yang dilakukan penegak hukum sejatinya tidak pandang bulu. “Maksudnya, sebuah konspirasi kejahatan besar yang sudah lama terjadi ini, harus diseriusi. Saya mendesak untuk mengusut lebih dalam. Kalau hanya sekedar seperti itu (satu tersangka), kalau anak-anak bilangnya, ecek-ecek,” cetusnya.

Sutrisno menilai persoalan pungli pengurusan sertifikasi tanah ini harus diseriusi. Sebab, Kabupaten Deliserdang adalah daerah yang paling banyak lahan eks HGU PTPN II. Namun tiba-tiba, lahan yang masih berstatus HGU PTPN II ini muncul sertifikatnya.

“Artinya, kalau berhenti di Kasi Pengukuran, itu OTT tidak serius. Sudah pasti,” katanya.

Bahkan, Sutrisno meminta agar aparat penegak hukum dapat menemukan benang merahnya yang berhubungan dengan BPN Sumut. Artinya, Polda Sumut diminta untuk dapat menguak praktik pungli yang terjadi di BPN Deliserdang hingga kepada BPN Sumut.

“Karena fakta-fakta di lapangan, banyak tanah eks HGU PTPN II sudah punya sertifikat. Ya itu kalau mau serius (penyidikan). Tapi kalau hanya gertak-gertak saja, ya begitulah,” ujarnya seolah pesimis terhadap penegak hukum yang tak mampu menyeret Kepala BPN Deliserdang Calvyn Sembiring sebagai tersangka. Sebab, Maltus Hutagalung disebut-sebut sebagai ‘anak main’ daripada Calvyn.

Sementara, Polda Sumut sejauh ini juga mendalami adanya dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan tersangka Malthus Hutagalung. Namun, penyidik Tipikor saat ini masih tengah fokus terhadap penyidikan kasus dugaan pungli yang menjerat tersangka.

“Langkah mengenai mau mengusut TPPU itu, kita tunggu penggeledahan selanjutnya,” ujar Kasubdit III/Tipikor Res Krimsus Polda Sumut, AKBP Dedi Kurnia.

Terendusnya dugaan TPPU yang dilakukan tersangka, dari hasil penggeledahan penyidik di kediamannya, Jalan Jermal IV, Gang Tata Bumi No 1, Medan Denai. Hasil penggeledahan itu, ditemukan buku tabungan Bank Mandiri atas nama Hadi Wijaya dengan saldo senilai Rp1.936.868.135, yang diduga uang hasil praktik pungli yang selama berjalan di BPN Deliserdang.

Disoal hubungan Hadi Wijaya dengan tersangka siapa, Dedi tak bersedia menanggapinya. “Belum bisa kita buka, masuk dalam konteks penyelidikan,” katanya.

Dia menambahkan, penyidik akan melakukan penggeledahan kembali ke Kantor BPN Deliserdang dalam waktu dekat ini. Selain itu, juga akan berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam hal, upaya mendalami adanya dugaan TPPU tersebut.

“Mengajukan ke PPATK, ya nanti setelah penggeledahan lanjutan di kantornya. Kita kan masih police line ruang kerja (tersangka). Jadi belum maksimal data yang kita dapatkan,” ungkap perwira dengan pangkat dua melati emas di pundaknya ini.

Mengenai uang senilai Rp52 juta yang disita penyidik dari laci pada ruang kerja tersangka, kata Dedi, patut dicurigai itu adalah hasil dari pungli. “Kemungkinan besar kita curigain sebagian besar dari kerjaan-kerjaannya itu juga. Dari penyelewengan wewenang,” ungkap dia.

Lantas apakah barang bukti yang disita dari kediaman tersangka berupa uang tunai sebanyak Rp203 juta, empat BPKB sepedamotor dan enam BPKB mobil adalah hasil pencucian uang yang dilakukan tersangka? Dedi masih mendalaminya.

“Kalau di rumah, karena pengakuannya ada usaha rental, jadi masih kita pilah-pilah. Katanya dia ada usaha yang lain-lain juga. Masih kita pilah-pilah. Fokus kita kan memfokuskan OTT-nya dulu. Yang jelas selesai penggeledahan semua, kita pemeriksaan maksimal semua, baru bisa kita tentukan,” ujarnya.

Selain berencana akan melakukan penggeledahan kembali, sambung dia, penyidik juga akan melakukan pemanggilan terhadap pejabat yang berkaitan di BPN Deliserdang. “Kemudian akan kita beberapa pihak yang di sana yang kemarin belum kita amankan. Siapa tahu bisa memberi informasi, kita panggil selanjutnya,” katanya tanpa merinci berapa orang yang bakal menjadi terperiksa dalam proses penyidikan lanjut.

Mengenai kesulitan penyidik lantaran tersangka bungkam atau engan membeberkan keterlibatan oknum-oknum pegawai BPN DS (Deliserdang), tak dipungkiri oleh Dedi. Menurutnya, itu menjadi kendala. Pun, kata dia, pembungkaman yang dilakukan Malthus adalah haknya.

Menurut dia, penyidik akan berupaya menunjukkan pembuktian keterlibatan daripada pejabat lain di BPN DS. “Sampai sekarang, kita ini selaku penyidik, dari dulu jadi budaya mengejar pengakuan. Setiap orang punya hak untuk bungkam. Jadi bagaimana, cara kita membuktikan dari sisi-sisi barang bukti. Kalau memang bungkam, inikan jadi PR untuk membuktikan keseluruhan atau sebagian harta dari itu, lalu membuktikan TPPU,” ungkapnya seraya berharap ada korban-korban lain yang merasa diperas oleh Malthus untuk melapor ke Polda Sumut, guna mendapatkan petunjuk baru agar dapat membuktikan dugaan TPPU tersebut.

Sebelumnya, sembilan orang dimaksud adalah, Suheri (korban), Calvyn Andar Sembiring (Kepala BPN/ATR), M Evila (sopir Malthus Hutagalung), Indera Imanuddin (Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah), Bestlin Panggabean (Staf Sub Seksi Pengukuran dan Pemetaan), Hendri (Kepala Sub Bagian Tata Usaha), Irwan Muslim (Kasubsi Pengukuran), Imelda Murni Haloho (staf/ajudan), Ayu Juliani (pegawai tak tetap) dan Malthus Hutagalung. Namun, yang menginap di hotel prodeo Polda Sumut hanyalah Malthus seorang. Delapan orang lainnya dipulangkan dengan status sebagai saksi.

Barang bukti yang disita dalam OTT berupa tujuh berkas peta bidang tanah, sebuah tas sandang merk Elle warna abu-abu yang berisikan uang tunai Rp20 juta dalam amplop warna coklat, uang tunai Rp52 juta di tas tangan yang ditemukan dari ruang kerja tersangka dan uang tunai Rp63 juta dari dalam mobil dinas Toyota Kijang warna putih. Kemudian, sebuah buku catatan warna hitam, empat unit handphone (HP) merk Samsung Note warna putih, merk Iphone warna putih, merk Samsung warna emas dan merk Oppo warna putih.

Oleh polisi, MH disangkakan Pasal 12 huruf e UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. (ted/yaa)

Exit mobile version