Site icon SumutPos

Parada Pernah Akui Kesulitan Menagih Pajak di Nias

Foto: DANIL SIREGAR/SUMUT POS Keluarga dan kerabat yang melayat masih penuhi rumah duka di Jalan Air Bersih Medan, Kamis (14/4). Parada merupakan juru sita di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sibolga bersama seorang anggota satuan pengamanan, Soza Nolo Lase, yang dibunuh ketika menjalankan tugas.
Foto: DANIL SIREGAR/SUMUT POS
Keluarga dan kerabat yang melayat masih penuhi rumah duka di Jalan Air Bersih Medan, Kamis (14/4). Parada merupakan juru sita di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sibolga bersama seorang anggota satuan pengamanan, Soza Nolo Lase, yang dibunuh ketika menjalankan tugas.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Senin (11/4) lalu, lelaki itu kembali menginjakkan kaki di tempat kerjanya, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sibolga. Parada Toga Fransriano Siahaan baru menikmati hari-hari cutinya. Kepada para sejawatnya, juru sita Pajak ini membawakan oleh-oleh baju sepulang liburan dari Bali dan Lombok.

Di hari pertama itu, Parada tak berlama-lama. Senin itu juga ia menerima surat tugas untuk berlayar enam jam menuju Nias. Sebelum berangkat ke Nias, Parada masih membagi-bagikan baju kepada rekan-rekannya di kantor KPP Pratama Sibolga. Baju itu merupakan buah tangan yang dibawa korban dari Bali dan Lombok, bahkan ada baju dari Aceh. Sebab sebelum cuti kemarin, Parada sempat ditugaskan ke Aceh.

“Malam ini saya berangkat ke Nias. Langsung bertugas lah, Bang,” kata Parada seperti ditirukan seorang rekan kerjanya, Sudianto, Rabu (13/4). Sudianto menambahkan, “Dia bawa oleh-oleh buat teman-temannya, ada juga buat Pak Bos.”
Sejumlah rekan kerja Parada di Kantor KPP Pratama Sibolga mengaku kaget dan tidak percaya dengan kejadian yang dialami juru sita Parada Toga Fransriaono Siahaan (30) dan pegawai honorer Kantor Pajak Gunungsitoli, Sozanolo Lase (30).

“Kita kaget sekaligus merasa sedih mendengar kabar kalau rekan kami Parada Siahaan dibunuh di Gunungsitoli,” kata sejumlah rekan kerja korban yang enggan dituliskan namanya.

Parada ke Gunungsitoli, sambungnya, dalam rangka menghantarkan surat penagihan hutang pajak dari salah seorang pengusaha di Gunungsitoli.

“Saat itu, korban Parada Siahaan didampingi Satpam KP2KP Gunungsitoli, Sozanolo Lase menghantarkan surat tersebut. Dan saat itulah terjadi peristiwa pembunuhan tersebut,” kata mereka.

Masih menurut rekan kerja korban, Parada baru saja selesai berlibur dari Bali bersama istrinya yang sedang hamil tujuh bulan. “Korban baru sampai di Sibolga, Senin (11/4) kemarin usai cuti dan berlibur ke Bali. Kemudian malamnya Parada Siahaan berangkat ke Pulau Nias untuk menjalankan tugas,” sebutnya.

Pretty Siahaan, adik Parada, saat bertugas bercerita tentang sosok abangnya. Sang adik berharap ke depannya petugas pajak mendapatkan pengamanan melekat saat menagih pajak agar kejadian serupa tidak menimpa petugas pajak lainnya.

“Abang sempat dapat penghargaan juru sita. Semoga kedepan petugas juru sita pajak mendapatkan pengamanan dari pihak kepolisian saat menjalankan tugas,” kata Pretty (26), saat ditemui di rumah duka Jalan Air Bersih Ujung, Medan.

Pretty menyatakan, dirinya terakhir kali berkomunikasi sekitar tiga hari yang lalu. ”Abang rencananya pindah ke Pematangsiantar dalam waktu dekat ini,” katanya.

Lelaki 30 tahun ini sudah empat tahun mengabdi di KPP Pratama Sibolga. Sebelumnya, Parada ditempatkan di Tebing Tinggi. Menurut Sudianto, Parada dikenal sebagai pribadi yang periang dan berjiwa sosial tinggi.

Suami Corry Grace Bunga Lubis ini tak segan merogoh kantong untuk membantu pegawai honorer yang kesulitan materi. Selama bertugas di sana, Parada pun tidak banyak mengeluhkan pekerjaannya.

Meski demikian, Parada sempat menyatakan kesulitan menagih pajak di Nias. Sudianto menuturkan penagihan di Nias memang lebih susah dibandingkan di Sibolga. Bahkan, bukan satu atau dua kali saja para petugas menerima ancaman dari wajib pajak.

“Kalau ditagih, mereka malah bilang begini, saya makan saja susah, buat apa bayar pajak?” ucap Sudianto. Padahal, para wajib pajak di Nias banyak pengusaha. Salah satunya adalah Agusman Lahagu, yang menikam Parada hingga petugas pajak ini menghembuskan napas terakhir, Minggu sore.

Sozanolo Lase, tenaga honorer di Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Gunungsitoli, yang menemani Parada, juga menjadi korban.

Sebelumnya, Parada dan Sozanolo telah mendatangi kantor Agusman di Sibolga untuk menagih pajak penghasilan (PPh) sebesar Rp14 miliar. Ini merupakan tagihan kesekian yang dilakukan petugas pajak. Langkah ini sebagai lanjutan pemeriksaan Agusman pada tahun lalu di KPP Sibolga, yang ketika itu hanya mengirimkan wakilnya.

Begitu sampai di kantor Agusman, kedua petugas pajak ini tak mendapatkan juragan pengepul getah karet itu. Dengan membawa membawa surat sita paksa, mereka pun berangkat ke Nias untuk mencari Agusman.

Sesampainya di Nias, Parada dan Sozanolo malah digiring ke kebun karet milik Agusman. Pelaku mengajak keduanya ke pondok yang tidak jauh dari gudang di Jalan Yos Sudarso Desa Hilihao Km 5, Gunung Sitoli, Kota Gunung Sitoli. Di sana pelaku menikam keduanya, Sozano Lase, rekan Parada, tewas setelah ditikam.

Menurut keterangan polisi, Parada masih sempat melarikan diri. Sialnya, saat berupaya menyelamatkan nyawanya, Parada malah terjatuh. Melihat itu pelaku langsung mengejarnya dan kembali menghantam kepala korban dengan batu. Mengetahui kedua korban tewas, pelaku pun selanjutnya menyerahkan diri ke polisi.

Kematian Parada tidak hanya meninggalkan duka bagi kerabat dan rekan-rekan seprofesinya, juga menghentikan aktivitas penagihan pajak sementara oleh KPP Sibolga. Sebab, kantor pajak tersebut hanya memiliki dua juru sita, satu di antaranya Parada.

Cakupan tugas dua orang ini meliputi tujuh wilayah pemerintah daerah, yaitu Sibolga, Tapanuli Tengah, Gunung Sitoli, Kabupaten Nias, Nias Utara, Nias Barat dan Nias Selatan.

Walaupun ancaman datang silih berganti, KPP Pratama Sibolga tak pernah mendapatkan tambahan personel. Saat bertugas pun, para juru sita tidak mendapatkan pengawalan polisi.

Setelah mengetahui tragedi ini, Direktorat Jenderal Pajak memperketat pengawalan untuk daerah rawan atau berbahaya. Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi merasa kecolongan.

Menurut Ken, peristiwa itu juga lantaran petugas kurang hati-hati dalam memetakan wilayah. Selama ini, Direktorat Pajak tidak mengira Nias sebagai wilayah berbahaya, sehingga menganggap pengawalan polisi tidak diperlukan.

Oleh karena itu, penetapan wilayah, rawan atau tidak, akan diperketat. “Teman-teman anggap daerah itu aman-aman saja, ternyata kejadian ini tidak terduga. Ini saya sesalkan, karena pelaksanaan tugas ini untuk negara,” kata Ken di Markas Besar Polri, Jakarta, Rabu (13/4).

Dia memastikan pengurusan permohonan pengawalan dilakukan secara cepat. Melalui perjanjian dengan Polri, Direktorat Pajak akan meningkatkan pengawalan polisi, mulai dari tingkat penyidikan, pemeriksaan hingga penagihan.

“Standar operasional prosedurnya sudah ada. Maka nanti petugas pajak akan didampingi kepolisian dalam melaksanakan tugasnya,” ujar Ken.

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan instansinya siap mengawal petugas pajak. Meski perjanjian ini akan berakhir pada 2017, Direktorat Pajak dan Polri berencana tetap melaksanakan kerjasama ini. (bbs/val)

Exit mobile version