Site icon SumutPos

Dokter Wulan: Dokter tak Mampu Sendirian Menghapus Kebutaan di Indonesia

Foto: Dame/Sumut Pos Dokter Wulan menunggu pasien pertama pada hari ketiga operasi katarak gratis yang digelar Tambang Emas Martabe bekerjasama dengam S New Vision dan Kodam I BB di RS Tentara Padangsidimpuan, Jumat (9/12/2016).
Foto: Dame/Sumut Pos
Dokter Sriana Wulansari SpM menunggu pasien pada hari ketiga operasi katarak gratis yang digelar Tambang Emas Martabe bekerjasama dengan  A New Vision dan Kodam I BB di RS Tentara Padangsidimpuan, Jumat (9/12/2016).

Tingkat kebutaan akibat katarak di Indonesia termasuk tertinggi di dunia. Tak hanya usia senja, bayi, anak-anak bahkan usia dewasa produktif juga banyak yang kena. Untuk menanggulanginya, perlu kerja sama semua pihak. Misalnya untuk membiayai operasi massal, memobilisasi massa, dan pihak yang mengorganisirnya. “Dokter tak mampu sendirian,” kata Dokter Wulan.

——————————————————
Dame Ambarita, Padangsidimpuan
——————————————————

Pegang pisau operasi mulai pukul 8 pagi hingga pukul 12 malam potong istirahat, sering dilakoni dokter ini. Meski dia satu-satunya dokter cantik di antara 4 dokter yang ikut operasi katarak gratis yang digelar Tambang Emas Martabe, ia mengaku tidak masalah.

“Kuncinya, dinikmati saja,” kata dokter Dr Sriana Wulansari, SpM, yang datang jauh-jauh datang dari Lombok ke Padangsidimpuan ini, dengan nada kalem.

Padahal, perawakannya tergolong mungil. Caranya bergerak juga begitu feminin. Hingga orang yang baru mengenalnya bisa salah menduga kekuatan fisiknya.

Tahun lalu, ia termasuk salahsatu dari tiga dokter yang terlibat bakti sosial operasi katarak gratis di Siantar dan Padangsidimpuan, mulai pagi hingga tengah malam. Menangani ratusan pasien per hari. Tahun ini kondisinya kurang lebih sama? meski jadwal operasinya lebih singkat, mulai pukul 10 pagi hingga pukul 8 malam saja.

Tidak lelah?
“Awal-awal ikut bakti sosial, iya.. saya agak ngeluh. Tetapi lama kelamaan jadi terbiasa. Apalagi setelah mengetahui pasiennya datang dari daerah-daerah yang jauh. Kasihan mereka menunggu… Mending pasien yang antri dituntaskan aja hari itu juga!” kata dokter yang sehari-hari bertugas di Balai Kesehatan Mata Masyarakat NTB ini, saat diajak ngobrol di sela-sela operasi katarak gratis yang digelar Tambang Emas Martabe, bekerja sama dengan A New Vision dan Kodam I BB, di RS Tentara Padangsidimpuan, Jumat (9/12/2016).

Meski jadwal operasi ketat, ia menikmati  pekerjaannya sebagai dokter. Dan ternyata… semakin sering ikut baksos, ia semakin nyaman dan sama sekali tidak merasa lelah. “Lagipula, ‘kan ada istirahat di antara jam operasi,” senyumnya.

Apa resepnya tetap fit di usianya yang sudah 45?
Dokter umum yang lulus spesialis mata  tahun 2009 ini memilih olahraga. Ia rutin olahraga lari di treadmill, berenang, plus jaga kesehatan dengan perbanyak makan buah dan sayur, serta minum air putih. Ia juga penikmat musik. “Hidup ini dinikmati saja. Jika diundang baksos ke daerah, nikmati travelingnya, nikmati ketemu EO baru, nikmati kuliner setempat. Intinya nikmati apa saja yang kau temui di daerah itu. Jadi hidup terasa lebih indah,” ungkapnya manis.

Ditanya pengalaman unik ikut baksos katarak, dokter Wulan tertawa renyah. “Banyak momen berkesan. Ada pasien yang kedua bola matanya buta, menangis saat bisa melihat lagi. Ada pasien yang memeluk. Ada pasien yang kembali mengenal warna hingga tak lagi memakai warna-warna pakaian super cerah. Ada yang kembali bisa naik sepeda motor. Macam-macamlah… pokoknya bahagianya tak terlukiskan,” ungkapnya.

Pasien katarak diakuinya sering menjadi beban keluarga. Ada ayah yang tak bisa lagi cari nafkah. Ada anak yang putus sekolah. Ada orangtua yang butuh seseorang untuk selalu mendampinginya.

Dan sebagainya.

“Hasil dari operasi katarak antara lain kualitas hidup pasien meningkat tajam.  Beban keluarga berkurang. Dan ekonomi meningkat setelah si pasien kembali produktif,” katanya.

Ia terkenang akan 4 kakak beradik plus ibunya yang dioperasi tahun lalu di Psp. Saat itu, kelima anak beranak ini berjejer mau ikut operasi katarak gratis, dengan penampilan yang nyaris serupa: mata terus menerus menyipit seperti orang silau. Kabar terbaru, kelimanya sukses melihat. Dan anak-anaknya bisa belajar dengan baik mengejar cita-cita. “Mendengar kabar itu, hati para dokter ikut bahagia,” katanya sepenuh hati.

Selain kesan manis, ia juga punya pengalaman garing seputar baksos katarak. “Nemu pasien rewel itu sering. Ada yang meludah begitu saja di kamar operasi. Ada yang tidak koperatif, ada yang pikun. Ada yang mengalami katarak komplikasi. Tapi yang paling susah adalah saat pasiennya tak bisa diam di meja operasi hingga penyayatan lapisan katarak sulit dilakukan,” tuturnya sembari tertawa.

Begitupun, semua dilakoni dengan senang hati.

Dokter Wulan sendiri belajar teknik operasi katarak ala Profesor Sarduk Ruit di Nepal. Menurutnya, teknik Ruit cocok diterapkan pada operasi katarak massal. Karena tekniknya cepat, efisien, dan murah. Meski kecepatan mengoperasi katarak juga dipengaruhi ‘jam terbang’ seorang dokter.

Mengapa ia lebih memilih jadi spesialis mata?
Menurut Dokter Wulan, indra mata memengaruhi kualitas hidup seseorang hingga 80 persen, dibanding indra lain. Dan di Indonesia, persentase penderita kataraknya nomor dua terbanyak di dunia setelah Etiopia. “Sekarang bahkan mungkin nomor satu terbanyak,  katanya.

Penderita katarak kebanyakan di atas usia 40 tahun, meski juga ada yang masih bayi dan anak-anak. Bayi kena katarak biasanya bawaan lahir, atau kena virus rubella. Untuk mengatasi penyakit katarak di Indonesia, semua pihak seharusnya bekerja sama.

“Dokter tak bisa sendirian mencari pasien. Harus ada yang memanaje mobilisasi massa. Terima kasih untuk Tambang Emas Martabe yang sudah menggelar operasi katarak ini. Tapi masih banyak yang harus dikerjakan. Perusahaan lain diharapkan juga menggelar kegiatan CSR serupa. Sebab dibanding jumlah penderita katarak, jumlah baksos katarak sebenarnya masih kurang. Ini tanggung jawab semua pihak. Termasuk Perdami, pemerintah pusat, pemda, media, pihak swasta, dsb,” harapnya.

Melibatkan TNI untuk memobilisasi massa ikut baksos, menurutnya sangat baik. Karena mobilisasi massa bisa lebih luas dan lebih sistematis. “Kita harapkan perusahaan lain melakukan baksos untuk kesehatan mata,” pintanya mengakhiri. (mea)

Exit mobile version