Site icon SumutPos

LPj Dana Bantuan Sinabung Rp63,6 Miliar Tak Jelas

Foto: Anita/PM Pengungsi Sinabung, Kabupaten Karo, menunjukkan persediaan logistik yang sudah habis di posko pengungsian, Senin (15/2/2016). Mereka mengaku terancam kelaparan.
Foto: Anita/PM
Pengungsi Sinabung, Kabupaten Karo, menunjukkan persediaan logistik yang sudah habis di posko pengungsian, Senin (15/2/2016). Mereka mengaku terancam kelaparan.

KARO, SUMUTPOS.CO – Ancaman kelaparan melanda pengungsi erupsi Gunung Sinabung. Apalagi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karo mengaku mengalami krisis keuangan, hingga tak mungkin menyalurkan kebutuhan dasar di berbagai sektor bagi pengungsi yang masih tinggal di beberapa posko penampungan.

Kondisi itu diperburuk oleh belum adanya Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Pemkab Karo atas Dana Siap Pakai (DSP) sekitar Rp 63,6 miliar lebih yang ditalangi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), untuk akomodasi kebutuhan bencana Sinabung. Sekdakab Karo Dr Saberina Tarigan secara khusus meminta BNPB agar membantu Pemkab Karo mempercepat pemberian bantuan dana untuk penanganan pengungsi. Mengingat dana dari pusat terkendala akibat dana bantuan tahun 2013-2015 belum dapat dipertanggungjawabkan sehingga belum mendapat persetujuan dari BNPB.

Terkait itu, laporan pertanggung jawaban penggunaan anggaran dana siap pakai itu sudah disampaikan oleh BPBD Karo ke BNPB, namun masih belum mendapat tanggapan. Apakah pertanggungjawaban tersebut sudah sesuai dengan standar yang diminta oleh BNPB atau tidak. “Mungkin masalah laporan pertanggung jawaban yang terkendala ini mengakibatkan dana siap pakai untuk tahap selanjutnya belum bisa dicairkan dari BNPB,” ujar Sekda.

Bupati Karo Terkelin Brahmana, SH mengharapkan agar persoalan tersebut dapat dibantu solusinya dan dana bantuan dari BNPB dapat dipercepat. Selain itu sesuai dengan permintaan pemerintah pusat dan Pemprovsu, bahwa Kabupaten Karo harus menampung dan menaikkan anggaran untuk penanganan Sinabung.

“Saat ini Pemerintah Kabupaten Karo sudah menaikkan anggaran bencana. Untuk itu saya meminta agar persoalan ini dapat dibantu solusinya,” harap Terkelin Brahmana, SH kepada Tenaga Ahli Kepresidenan, BNPB dan tim Kementerian PU-PERA yang datang memantau perkembangan pengungsi di ruang rapat bupati, Selasa (16/2) siang.

Dansatgas Tanggap Bencana Erupsi Gunung Sinabung, Dandim 0205 TK Letkol Agustatius Sitepu juga menyampaikan permasalahan yang dihadapi di lapangan seperti tempat pengungsian yang kurang representatif. Sehingga masih ada pengungsi yang tidur masih beralaskan tanah. Sarana dan prasarana seperti tempat tidur, MCK, air bersih dan lokasi pengungsian masih tetap menjadi kendala.

“Dana dari BPBD Kabupaten Karo untuk keperluan logistik juga sudah 5 bulan mengalami kendala sehingga Dansatgas, Wakapolres dan Bupati Karo harus mengupayakan bantuan dari pihak ketiga untuk menangani masalah dari setiap posko pengungsian,”ujar Dandim.

Dikatakannya, jika kemarin-kemarin masih banyak bantuan dari pihak ketiga sehingga masalah logistik tak terkendala. Namun belakangan ini bantuan dari pihak ketiga sudah semakin sedikit hingga logsitik diharapkan dipenuhi oleh pemerintah.

Menanggapi hal tersebut, Tenaga Ahli Staf Kepresidenan Yuni Rusdinar menyampaikan bahwa penanganan Sinabung memang berbeda dengan penanganan Merapi atau daerah lainnya. Sinabung sudah memakan waktu lama dan pusat memahami kesulitan yang dialami oleh Pemkab Karo. Untuk itu pusat dan daerah harus lebih antisipatif untuk masalah-masalah yang ada.

“Saat ini kita harus fokus pada masalah pengungsi dan kedatangan tim kali ini atas perintah presiden untuk mendengar secara langsung permasalahan yang ada saat ini. Agar mengetahui apa solusi yang harus dihadapi. Pusat hadir untuk memastikan dukungan pusat terhadap daerah. Untuk itu mari dibuat rencana yang terbaik untuk daerah,” ujar Yuni.

Terkait masalah dana siap pakai yang belum dicairkan dari BNPB, Yuni meminta kepada BNPB agar membuat suatu format pertanggung jawaban yang harus diikuti Pemkab Karo. Sehingga hal seperti ini yaitu ketidaksinkronan pertanggung jawaban yang dibuat daerah dengan standar yang diminta BNPB kedepannya tidak terjadi lagi.

“BNPB sebaiknya membuat format SPJ sehingga masalah seperti ini kedepannya tidak terjadi lagi. Hari ini konfirmasi dan koordinasikan sehingga semua masalah menjadi jelas. Ini menyangkut perut dan hati pengungsi. Ini tidak dapat menunggu,” ujar Yani. Di sela-sela rapat, permasalahan dana siap pakai yang belum dapat dicairkan karena terkendalanya pertanggung jawaban dana 2013-2015 yang belum dapat diterima BNPB, perwakilan pihak BNPB Ir. Gatot Sudjono selaku Kabsubdit Pemulihan dan Peningkatan Sosial langsung berkoordinasi dengan Deputi BNPB di Jakarta.
Hasil koordinasi yang disampaikan Gatot Sudjono bahwa dana siap pakai untuk penanganan bencana memang ada. Asalkan pertanggung jawaban benar maka tidak ada masalah. Setiap dana yang ada memang harus dipertanggung jawabkan. Jika ada laporan mingguan dan bulanan maka tidak akan ada masalah. “Hasil komunikasi dan koordinasi dengan deputi di Jakarta, masalah pertanggung jawaban dana siap pakai boleh direvisi namun harus diteken Bupati. Dari BNPB sudah dibuat standar dari RAP, tapi jika tidak sesuai dengan praktek di lapangan, harus direvisi digunakan kemana dan diteken bupati” ujar Gatot.

Menanggapi hal tersebut, Sekdakab Karo meminta kepada setiap SKPD terkait dalam penggunaan dana tersebut agar segera memperbaiki semua surat-surat yang ada untuk segera dibawa ke Jakarta. Selain permasalahan yang disebutkan di atas, masih banyak lagi permasalahan dalam penanganan bencana Sinabung seperti penduduk yang masih curi-curi masuk ke zona merah. Hal ini terjadi karena lahan pertanian mereka masih ada di desa. Seperti ketika Dandim dan Bupati Karo melakukan sidak ke Desa Pintu Besi beberapa waktu yang lalu, masih banyak warga yang kembali ke desanya karena perlu biaya untuk hidup dan kuliah anak-anaknya. Para warga tersebut kemudian diarahkan untuk meninggalkan desanya karena dapat membahayakan nyawa mereka sendiri.

Juga mengenai kartu sakti seperti Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sejahtera, dan Kartu Indonesia Sehat belum seluruhnya dapat diberikan kepada para pengungsi. Padahal mereka ini merupakan prioritas utama. Semua ini sudah disampaikan ke Kementerian Sosial dan hingga saat ini masih dalam proses. Untuk itu diminta agar staf kepresidenan dapat memfasilitasi hal tersebut. Permasalahan yang dihadapi Karo saat ini dalam penanganan pengungsi korban erupsi yaitu pertama, masalah pengungsi yang sudah mengungsi. Kedua, pengungsi yang tidak mengungsi dan yang ketiga masalah ada pengungsi yang sudah direlokasi dan belum direlokasi.

Saat ini ada 3 desa yang direlokasi ke Desa Relokasi Siosar yaitu Desa Bekerah, Simacem dan Suka Meriah. Namun masih 180 KK yang sudah mendapatkan lahan pertanian melalui proses pengungsian sedangkan sisanya masih dalam proses. Sekolah darurat juga sudah dibangun di Siosar dan baru Senin (14/2) lalu. “Saat ini sedang digodok rencana relokasi tahap kedua antara semua pihak yang terkait menyusul segera rampungnya relokasi tahap pertama. Relokasi tahap kedua ini untuk warga empat desa lainnya dengan jumlah 1.683 kepala keluarga. Keempat desa itu, yakni Gurukinayan, Kuta Tonggal, Berastepu dan Gamber. Rencananya di tahap kedua, empat desa ini akan relokasi mandiri,”sambung Sekda. Terkait relokasi tahap kedua, ini masih disosialisasikan dan dirembukkan dengan masyarakat desa. Saat ini tinggal masyarakat dari Desa Gamber yang belum disosialisasikan. Mengingat warga desanya masih banyak yang terpencar sehingga perlu dikumpulkan terlebih dahulu sebelum disosialisasikan. (cr7/deo)

Exit mobile version