Site icon SumutPos

Digarap KPK, Istri Plt Gubsu Main Belakang

Plt GUbsu, Erry NUradi dan istrinya.
Plt GUbsu, Erry NUradi dan istrinya.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Hari ketiga, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa 20 anggota dan mantan anggota DPRD Sumut di Mako Brimobdasu, Jalan KH Wahid Hasyim Medan, Rabu (16/9) pagi. Salah dari para wakil rakyat itu adalah Evi Diana, istri Plt Gubsu Tengku Erry Nuradi.

Evi Diana adalah politisi Partai Golkar dan anggota DPRD Sumut masa tugas 2009-2014. Istri mantan Bupati Serdang Bedagai itu juga diperiksa terkait dugaan suap di balik batalnya interpelasi terhadap Gubernur Sumut nonaktif Gatot Pujo Nugroho. Tapi kuat dugaan, Evi Diana masuk ke ruang pemeriksaan melalui pintu khusus alias main belakang. Buktinya, dari pagi hingga sore, Evi Diana tak kunjung keluar dari pintu depan ruang pemeriksaan.

“Istri plt Gubsu tadi juga berada di atas. Dia diperiksa juga hari ini,” kata salah seorang anggota dewan usai diperiksa. Namun setelah lama ditunggu, Evi Diana tak kunjung keluar. Selidik punya selidik, untuk menghindar dari awak media, Evi Diana keluar meninggalkan lokasi dari pintu khusus.

“Namanya istri Plt Gubsu, pasti keluar dari pintu khususlah,” kata anggota dewan yang minta namanya dirahasiakan itu. Hal senada juga dikatakan salah seorang personel Brimobdasu yang berjaga. “Tadi ada mobil yang menjemputnya (Evi Diana) dari belakang,” katanya.

Sementara, sejumlah anggota DPRD-SU periode 2009-2014 yang ditemui kru koran ini mengaku ditanya penyidik soal uang suap yang dibagi-bagikan Randiman Tarigan (Sekretaris Dewan DPRD-SU) dan Alinafiah (Kabag Keuangan Sekretariat DPRDSU). “Tadi ditanya soal menerima uang suap dari Randiman Tarigan dan Alinafiah. Saya bilang tidak pernah terima. Yang saya terima cuma honor, gaji dan surat perintah perjalanan dinas (SPPD),” aku Richard Eddy Lingga, anggota DPRD-SU periode 2009-2014.

Ditegaskan anggota Fraksi Golkar itu, selama ini ia tidak pernah menerima gratifikasi terkait usulan hak interpelasi dimana sebagian anggota dewan yang mendukung kemudian menarik dukungan, menjadi salah satu faktor yang mendapat perhatian selain adanya wacana ‘uang ketok palu’ pengesahan APBD Sumut periode sebelumnya.

Hal yang sama dikatakan juga dikatakan Syamsul Hilal. Anggota DPRDSU periode 2009-2014 itu juga mengaku diberi pertanyaan oleh penyidik KPK tentang interpelasi dan APBD. Syamsul mengaku dijanjikan uang Rp350 juta bagi tiap anggota dewan yang memuluskan pengesahan APBD.

“Dana itu dari Gubsu dikucurkan kepada Fuad Lubis (Kabiro Keuangan Pemprovsu) lalu ke Randiman Tarigan (Sekwan DPRD-SU) dan Alinafiah (Kabag Keuangan DPRD-SU). Setelah itu baru ke dewan yang bersangkutan,” bebernya.

Syamsul juga mengaku sudah menyampaikan ke penyidik KPK, bahwa sampai hari ini dia masih menunggu janji pemberian uang pemulus pengesahan APBD tahun 2015 itu.Bahkan untuk menunggu pencairan, Syamsul mengaku sempat menahan mobil dinas yang dipakainya.

“Saya bilang ke penyidik KPK, saya juga lagi nunggu uang itu. Makanya waktu itu, mobil dinas tidak saya kembalikan. Kalaupun sudah kembali, itu karena diambil paksa saat saya masih di Jakarta,” sebutnya.

KPK mempertanyakan apakah Syamsul ikut menerima dana sebanyak Rp 350 juta seperti yang dijanjikan. Namun, politisi dari PDI-P ini mengaku belum ada menerima. “Sampai sekarang belum ada saya terima. Kalau ada yang mengatakan sudah diberi ke saya, silahkan hadirkan ke sini dan saya siap dikonfrontir,” tegasnya.

Sementara, anggota DPRD-SU periode 2014-2019 dari Fraksi PDI Perjuangan, Brilian Moktar mengaku tidak mengetahui adanya gratifikasi oleh Gubernur Sumut nonaktif Gatot Pujo Nugroho yang diberikan kepada sejumlah legislatif baik pada periode lalu maupun periode saat ini.

Hal itu dikatakannya, karena namanya disebutkan KPK dalam pemeriksaan
Di dalam sebagai pihak yang terdaftar sebagai penerima. “Ditanya menyangkut di Banggar dan interpelasi. Apa saya ada menerima (suap). Saya tanya dari siapa dan darimana, tapi tidak dikasih tahu,” sebutnya.

Selain para anggota dan mantan anggota dewan, dua pejabat Pemprovsu juga turut datang ke Mako Brimob yakni Binsar Situmorang menjabat Kadis Tarukim Sumut dan Sulaiman Hasibuan menjabat Kabiro Hukum Pemprovsu.

Keduanya diketahui diminta KPK untuk mengantarkan berkas untuk melengkapi
pemeriksaan kepada sejumlah anggota dewan periode lalu. “Mengantarkan berkas terkait dengan pemeriksaan ini. Saya buat tanda terimanya,” kata Sulaiman Hasibuan yang sempat menolak menyebutkan berkas apa yang dibawanya.

Saat didesak memberitahukan berkas apa yang bisa diberikan Biro Hukum terkait pemanggilan KPK tersebut, Sulaiman menyebutkan pihaknya bisa dikaitkan dengan pemeriksaan KPK soal produk hukum seperti Peraturan Gubernur (Pergub). Sebagaimana diketahui, pada 2015 Gubsu nonaktif Gatot Pujo Nugroho sempat mengeluarkan aturan tersebut tentang penjabaran APBD 2015.

“Pokoknya, mereka minta dokumen. Kalau biro hukum itu kan paling Pergub-pergub. Selain itu tidak ada bahas apa-apa, di dalam cuma ngobrol-ngobrol saja,” katanya usai keluar dari dalam gedung Mako Brimobdasu. Usai diperiksa, sejumlah anggota dewan terlihat bergegas memasuki mobil di lokasi parkir. Sebagian menutupi wajahnya dengan menggunakan tangan dan telepon genggam dan sebagian lainnya ada yang mencoba menghindar dan langsung masuk menuju mobilnya. (bay/deo)

Exit mobile version