Site icon SumutPos

Tiga Hakim Dilapor ke MA, KY, dan KPK

Gedung Pengadilan Negeri (PN) Rantauprapat .

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Rantauprapat dilaporkan ke Hakim Pengawas Pengadilan Tinggi (PT) Medan, Mahkamah Agung (MA), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Komisi Yudisial (KY). Hal tersebut dilakukan terkait putusan perkara sengketa tanah, yang dinilai tidak memberikan rasa keadilan bagi pihak berperkara.

Ketiga hakim itu adalah Darma P Simbolon, selaku ketua majelis hakim dan dua anggota majelis hakim Arie Perdian dan Horas Kairo Purba. Para hakim tersebut memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara perdata gugatan dengan registrasi nomor: 55/Pdt.G/2017/PN-RP, tertanggal 20 September 2017, yang merugikan pihak tergugat Salmon Siregar, atas putusan tersebut.

Kuasa hukum Salmon Siregar, Edy Suhairi menjelaskan, kliennya digugat oleh Darsono dan kawan-kawan atas tanah berada di Desa Air Hitam, Kecamatan Kualuh Leidong, Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura). Ia mengatakan, dalam putusan perkara itu, banyak keganjilan disampaikan para hakim.

“Dalam putusan perkara tersebut, banyak keganjilan, dan tidak sesuai fakta dengan bukti-bukti yang disampaikan,” tutur Edy, didampingi rekannya, Ermansyah, kepada Sumut Pos, Minggu (15/10) siang.

Edy yang merupakan pengecara dari Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gajah Mada, Sumatera Utara ini, menuturkan, Salmon sudah menduduki lahan tersebut sejak 1994, dan sudah memiliki Surat Keterangan (SK) Camat Kualuh Leidong, Kabupaten Labura, diterbitkan pada Januari 2008, dengan luas tanah 6,3 hektare. Dan kini ditanami kelapa sawit. “Namun, Bapak Salmon digugat oleh Darsono selaku penggugat. Tapi, ada keanehan dalam perkara sengketa tanah ini. Darsono dan kawan-kawan memiliki SK yang hanya dikeluarkan Kepala Desa (Kades) diterbitkan Juli 2008. SK dengan objek di dalam SK tanahnya, terletak di Desa Sukaramai, Kecamatan Kualuh Hulu, Kabupaten Labura. Kan sudah pasti lain objek tanahnya. Tapi, malah hakim memenangkan penggugat (Darsono dkk),” bebernya.

Edy mengungkapkan, dalam SK yang dimiliki penggugat dan menggugat tanah seluas 28 hektare. Namun, luas objek sengketa tidak sampai dengan jumlah disampaikan Darsono dkk. “Tanah Pak Salmon cuma 6,3 hektare, tak sampai 28 hektare. Sudah salah alamat dan objek sengketa tidak sesuai dengan itu. Entah apa pertimbangan majelis hakim memutuskan perkara ini. Makanya, kami laporkan ke tiga majelis hakim, ke Hakim Pengawas PT Medan, MA, KY, dan KPK. Surat laporan sudah kami sampaikan, Jumat (13/10) lalu,” ungkap Edy.

Kemudian Edy menyebutkan, dalam persidangan setempat atau sidang lapangan, pihak para penggugat tidak bisa menunjuki tapal batas tanah-tanah yang dimiliki. Termasuk, saksi-saksi dihadirkan dalam persidangan tersebut, sudah menyangkal tanah itu miliki Darsono dkk. “Diduga dalam putusan tersebut, ada permainan dilakukan majelis hakim dengan penggugat. Dengan ini, kami dirugikan dalam putusan ini,” sebutnya.

Ia mengatakan, di atas lahan sengketa itu, klainnya sudah melakukan aktivitas turun menurun dengan membangun rumah dan menanami sawit, sejak 1998. “Di sini kita melaporkan ketiga hakim itu, semata-mata mencari keadilan,” katanya.

Dengan putusan yang merugikan Salam Siregar, Edy mengungkapkan, pihaknya sudah mengajukan banding ke PT Medan dan sudah menyampaikan memori banding atas putusan tidak mewujudkan rasa keadilan itu. “Dari banding ini, kita harapkan majelis hakim di PT Medan membatalkan putusan dari PN Rantauprapat dan mengembalikan semua hak-hak milik Pak Salmon. Kita akan terus memperjuangkan hal ini, karena putusan tidak merugikan dan ada indikasi permainan dalam putusan ini,” pungkasnya. (gus/saz)

Exit mobile version