Site icon SumutPos

814.383 Orang Terancam Tak Memilih

Foto: Pran Hasibuan/Sumut Pos
Suasana rapat dengar pendapat Komisi A DPRD Sumut dengan KPU Sumut di gedung dewan, Selasa (17/4).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Masalah kepemilikan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) masih jadi kendala utama di Pilgubsu 2018. Menurut data mutakhir dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut, sebanyak 814.383 warga Sumut dari jumlah daftar pemilih sementara (DPS) belum mempunyai kartu identitas elektronik. Jika hingga hari pencoblosan belum juga memiliki e-KTP, mereka terancam tak bisa menggunakan hak pilihnya.

Demikian terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi A DPRD Sumut dengan KPU Sumut, di ruang Komisi A, Selasa (17/4). Ketua KPU Sumut, Mulia Banurea mengatakan, banyaknya warga yang belum melakukan perekaman e-KTP merupakan kerawanan dalam Pilgubsu. “Jumlah pemilih yang belum memiliki atau merekam e-KTP memang masih tinggi. Menurut data Disdukcapil Sumut, masih ada sekitar 1,5 juta penduduk yang belum punya e-KTP,” kata Mulia Banurea, saat memaparkan tantangan dan kerawanan Pilkada Serentak 2018 di Sumut.

Selain itu, katanya, kendala lain yakni soal pemutakhiran data pemilih yang belum optimal sejauh ini. Dimana sumber data belum akurat dan petugas pemutakhiran belum maksimal bekerja menjalankan tugas. Terutama di lembaga permasyarakatan dan rumah tahanan yang sulit didata. “Sesuai data di daftar pemilih sementara (DPS) kita, jumlah pemilih saat ini sebanyak 9.202.967 orang. Sementara untuk daftar pemilih non-KTP elektronik sebanyak 814.383 orang. Dan untuk pemutakhiran daftar pemilih (DP4) Pilkada Serentak 2018 ada sebanyak 10.537.925 orang,” ucapnya.

Di hadapan Ketua Komisi A Nezar Djoeli selaku pimpinan RDP, Mulia juga menerangkan meski belum memiliki e-KTP warga tetap bisa menggunakan hak pilih dengan membawa surat keterangan (suket) dari Disdukcapil setempat. Pihaknya terus berupaya keras bersama Disdukcapil melakukan perekaman ke sekolah-sekolah, lapas, rutan dan rumah sakit sebelum hari pemungutan suara pada 27 Juni mendatang.

Disamping itu ia menyebut ada sejumlah daerah yang berpotensi terjadi konflik seperti Dairi, Palas, Paluta, dan Kepulauan Nias. Kemudian soal distribusi logistik ke daerah-daerah rawan bencana dan atau medan berat pada daerah dimaksud.

“Tantangan lainnya potensi pelanggaran netralitas ASN, Polri dan TNI. Penggunaan media sosial untuk black campaign atau hoax yang bisa memicu penyebaran kebencian dan konflik sosial. Lalu sulitnya merekrut petugas KPPS yang profesional mengakibatkan kurang cermat dan akurat pengisian formulir pemungutan dan penghitungan suara,” paparnya didampingi para Komisioner Yulhasni dan Benget Silitonga.

Yulhasni sebelumnya menerangkan, pihaknya belum ada terima laporan pemasangan alat peraga kampanye (APK) dari KPU setempat dan masing-masing paslon. Tanggung jawab atas pemeliharaan APK kata dia sepenuhnya ada pada masing-masing paslon. “Makanya kami blm bisa laporkan soal bahan kampanye dan APK ini. Dan itu tanggung jawab sepenuhnya oleh paslon. Kita hanya melelang untuk pencetakan lalu mendistribusikannya,” ucapnya.

SUTAN SIREGAR/SUMUT PO
Warga mengantre saat mengurus pembuatan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) di kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), Jalan Iskandar Muda Medan, beberapa waktu lalu.  Masih banyak warga Sumut yang belum memiliki e-KTP sehingga terancam tak bisa menggunakan hak pilihnya.

Ia menambahkan, mengenai perekaman e-KTP pihaknya banyak melakukan inovasi dan program yang melibatkan KPU kabupaten/kota serta stakeholder terkait. “Kami membangun spirit dengan melakukan agenda sosialisasi Goes to Campus. Dan KPU kabupaten/kota melaksanakan Goes to School bersama Disdukcapil setempat. Dimana cukup mengurus A5 dari TPS. Sementara dari lapas ada pokja penyusunannya yang melibatkan instansi vertikal seperti Kemenkumham Sumut,” tuturnya.

Bahkan sesuai UU No.10/2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, kepada warga Indonesia agar bisa memilih ditekankan pada 2019 wajib memiliki e-KTP. “Namun kita masih diberi toleransi sampai 2019. Artinya di tahun itu tidak bisa lagi pakai suket,” katanya.

Turut hadir perwakilan dari Poldasu, Kasubdit Waster AKBP JHS Tanjung, Kapolrestabes Medan Kombes Pol Dadang Hartanto, dan perwakilan Kapolres Belawan. Ketua Komisi A Nezar Djoeli menekankan kepada KPU jangan sungkan menjemput suara dari lapas, rutan, rumah sakit bahkan warga yang berada di perkebunan. “Terkadang pihak perkebunan sok ekslusif dengan menutup akses bagi penyelenggara pemilu masuk. Seperti di wilayah register 40 itu punya potensi sangat besar terjadi kecurangan. Ini gimana cara antisipasinya,” katanya.

Ia mencontohkan seperti KPU Provinsi Bali yang sukses menjemput suara  pengungsi Gunung Agung untuk melakukan perekaman e-KTP. Dimana dengan menyiapkan suket yang dibawa petugas KPU bersama Disdukcapil. “Harusnya dari awal kita sudah bangun suasana kebatinan. Sebab ini merupakan tahun politik. Sehingga hak suara masyarakat tidak ada yang hilang,” katanya yang turut pertanyakan penyebab dan kendala APK lambat dilakukan pelelangan.

Anggota Komisi A, Ikrimah Hamidi menyebut sosialisasi paslon di Pilkada Serentak 2018 perlu mendapat dukungan masyarakat. Ia turut pertanyakan titik-titik pemasangan APK sehingga sosialisasi pilkada tidak maksimal. “Saya lihat di beberapa titik ada kayu APK sudah banyak yang hilang dan lapuk. Maunya ikut dimaksimalkan dukungan dari masyarakat akan hal ini,” katanya.

Menurutnya, soal kerawanan paling berbahaya bukan dari masyarakat melainkan instansi atau institusi pemerintah yang terlibat dalam pilkada. Ia mempertanyakan sikap institusi Polri/TNI mengingat bahwa Pilgubsu merupakan lonjatan Pilpres 2019. “Misal BIN atau institusi militer dan kepolisian. Kalau masalah masyarakat terlibat soal kecurangan pemilu, itu gampang menyelesaikannya. Tapi ketika institusi pemerintah terlibat bagaimana penanganannya,” katanya. (prn)

Exit mobile version