Site icon SumutPos

Setiap Desa Harus Fokus Komoditi Tertentu

Roadshow Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo dalam rangka peningkatan efektifitas penggunaan Dana Desa terutama untuk mendorong percepatan kemandirian desa.
Roadshow Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo dalam rangka peningkatan efektifitas penggunaan Dana Desa terutama untuk mendorong percepatan kemandirian desa.

MEDAN- Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo menyebutkan setiap desa harus fokus pada komoditi tertentu dengan membuat model gerakan One Village One Product.

Tujuannya untuk membuat desa itu fokus sehingga desa-desa tersebut bisa memiliki skala ekonomi. Jika skala ekonomi cukup, biaya sarana produksi bisa jadi lebih murah karena sarana produksi tidak melalui jalur distibusi yang panjang.

“Jadi buat Bapak-bapak Bupati dan Pemdes tolong dibuat desanya menjadi fokus komoditi tertentu. Kementerian Desa dibantu 19 kementerian lainnya, terutama kementerian dalam negeri dan pertanian komit membantu untuk desa yang mau fokus seperti bantuan bibit dan alat-alat pertanian lainnya,” sebut Eko dalam roadshow bersama rombongan di aula Martabe kantor Gubernur Sumut, Jumat (16/12).

Roadshow ini dalam rangka peningkatan efektifitas penggunaan Dana Desa terutama untuk mendorong percepatan kemandirian desa. Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) HT Erry Nuradi, Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian, Justan Riduan Siahaan, Direktur Direktorat Evaluasi Perkembangan Desa Eko Prasetyanto Purnomo Putra, Direktur Jenderal Penyiapan Kawasan dan Pembangunan Permukiman Transmigrasi (PKP2 Trans) RR Ratna Dewi Adriani, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) Sumut, Bupati dan Walikota se-Sumut, sejumlah SKPD terkait Pemprov Sumut dan Kepala Bapemas Kabupaten Kota se-Sumut.

“Ini tugas sama-sama kita untuk mengentaskan kemiskinan. Orang banyak skeptis, apa mungkinkah desa itu bisa membangun Kota. Jawabannya bisa dan hal inilah yang akan kita perjuangaan. Pada tahun 2045, saat Indonesia merayakan usianya yang 100 tahun, Indonesia dapat menjadi kekuatan ekonomi kelima atau kedelapan dunia,” tandas Eko.

Meskipun Indonesia memiliki kekuatan ekonomi nomor 16 dunia, namun sekitar 50 persen desa-desa di Indonesia saat ini miskin dan tertinggal. Sadar dengan hal ini, Presiden Joko Widodo melalui program Nawacita yang ketiga bertekad membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa.

Dikatakan Menteri Eko, tahun ini Indonesia memiliki 74.754 desa. Diperkirakan tahun bertambah menjadi 74.954 desa karena adanya sejumlah pemekaran seperti halnya di Sumatera Barat. Meskipun masing-masing desa tersebut memiliki ciri dan keunikan masing-masing, namun 80 persen memiliki kesamaan, yakni hidup dari sektor pertanian.

Hal inilah menjadi dasar bagi pemerintah untuk menerapkan model pembangunan di desa. Dikatakan Eko, bicara tentang pertanian tentu harus terintergrasi secara vertikal dari hulu dan hilir. Skala ekonomi yang tidak terintergrasi secara vertikal dari hulu ke hilir tidak akan membuat masyarakat sejahtera.

“Kita tidak perlu satu model baru karena banyak desa-desa kita yang sukses jadi lumbung padi, lumbung jagung, tebu, cabai. Tipikal dari desa yang sukses itu karena mereka fokus sehingga mempunyai skala produksi yg cukup. Daerh-daerah yang fokus itu ada pasca panen relatif masyarakat sejahtera,”ujarnya.

Kementerian Desa, lanjut Eko, melalui dana desa akan mendorong dengan program pembuatan lumbung air desa dan juga mendorong pihak swasta untuk penyediaan sarana pasca panen di desa-desa yang skala ekonominya cukup. Selain itu juga pemerintah memberikan kemudahan mendapatkan kredit kepada bank BUMN ditambah insentif bunganya dan kemudahan lainnya.

“Jadi kalau one village on product udah jadi, embung sudah jadi, produksi akan naik, sarana pasca panennya akan menjadi besar maka kesejahteraan masyarakat desa juga akan meningkat. Makanya Bapak Presiden minta tambahan 20 triliun dana desa tahun ini harus dipakai untuk membuat embung desa kepada desa-desa yang memerlukan. Jadi setiap desa harus mengalokasikan dana desa antara 300 sampai 500 juta untuk membangun embung air desa,”ujar Eko lagi.

Kesempatan itu Eko juga berharap agar pemerintah daerah mendorong pembentukan BUMDes. Karena dana desa bukan sumber utama pembangunan desa dan hanyan bersifat stimulus untuk pembangunan desa. Sehingga harus bisa mandiri melalui BUMDes melalui usaha-usaha berbentuk koperasi yang dikelolanya.

“Pak Gubernur tolong dibantu supaya BUMDes ini ada. Karena nanti semua bantuan desa dari pemerintah pusat berikan melalui Bumdes. Kalau tidak agak telat bantuannya. Bantuan-bantuan ini juga nantinya bisa dijadikan modal bagi BUMDes,” harap Eko.

Sementara, Gubernur Sumut HT Erry Nuradi mengatakan Provinsi Sumut memiliki luas 72.981 Km2 dengan penduduk hampir 14 juta jiwa. Dari jumlah tersebut penduduk miskin masih ada 10,35 persen atau sekitar 1.455.000. Angka ini berkurang 52.150 orang dari tahun lalu. Penduduk miskin di desa jumlahnya berkurang dari 10,51 persen menjadi 9,7 persen.

Jumlah penduduk miskin di perkotaan jumlahnya 11,06 persen berkurang menjadi 10,7 persen. Penurunan Jumlah presentasi penduduk miskin berkaitan dengan faktor-faktor antara lain dengan nilai tukar petani yang mengalami peningkat dari 98,19 pada 2015 menjadi 99,17 pada 2016. Begitu juga dengan tingkat pengangguran terbuka mengalami penurunan dari 6,71 menjadi 6,49 persen.

“Dari data-data yang kita sebutkan tadi kita melihat penduduk miskin di Sumut masih cukup banyak terutama di Pedesan. Dengan berlakunya UU No 6 Tahun 2014 tentang desa tentu mendorong ternjadinya perubahan yang mendasar dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di desa. Diantaranya desa diarahkan menjadi kuat, maju dan mandiri serta demokratis sehingga dapat menciptaan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera,” ujar Gubernur.

Salah satu upaya strategis yang dilakukan di antaranya melalui dana desa. Pada 2015 Sumut mendapat kucuran Rp1,46 triliun dan 2016 meningkat menjadi Rp3,29 triliun. Bahkan pada 2017 mendatang sesuai DIPA jumlah kembali meningkat menjadi Rp4,19 triliun. Dikatakan Gubernur setiap desa akan mendapatkan minimal Rp750 juta. Belum lagi ditambah alokasi dana desa dan bagi hasil pajak daerah dan restribusi daerah yang diperkirakan setiap desa akan mengelola dana lebih kurang Rp1 miliar yang ditampung pada APBDes masing-masing desa.

“Sampai awal Desember 2016 pencairan dana desa mencapai 92,67 persen, dimana pada pencairan awal digunakan oleh desa yaitu 5.418 desa, tahap dua 1.064 desa. Hal ini disebabkan masih ada 5 kabupaten yang belum menerima dana desa tahap dua. Masih dalam proses di kementerian keuangan. Dari sisi pemanfaatannya dana desa itu didominasi bidang pembangunan khususnya fisik 92,97 persen, pemberdayaan masyarakat 3,64 persen, penyelenggaraan pemerintahan desa 2,47 persen, dan pembinaan kemasyaraatan 0,93 prsen,” tandas Erry. (bal)

Exit mobile version