Site icon SumutPos

Pilgubsu, PDIP Enggan Kalah 3 Kali

Sekertaris DPD PDIP Sumut, Soetarto

SUMUTPOS.CO  – DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Sumut tampaknya paling siap dalam menghadapi Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu). Dalam waktu dekat, patai berlambang banteng gemuk bermoncong putih ini segera membuka penjaringan bakal calon gubernur (Cagub) dan calon wakil gubernur (Cawagub) Sumut  priode 2018-2023.

Sekertaris DPD PDIP Sumut, Soetarto mengungkapkan, saat ini mereka tengah menyusun dan mematangkan persiapan penjaringan bakal calon. “Rencananya pertengahan Mei, kita sudah membuka penjaringan (bakal calon). Saat ini sedang kita susun tahapan dan matangkan persiapan. Selain itu kita juga konsultasi ke DPP,” kata Soetarto kepada Sumut Pos, Senin (20/2).

Soetarto menyebutkan, Pilgubsu akan digelar bersamaan dengan pemilihan bupati/wali kota di 8 daerah yang ada di Sumut. “Penjaringan ini nantinya terbuka untuk umum. Siapapun boleh mendaftar, termasuk calon petahana. Selain itu, nama-nama yang bermunculan di publik juga bisa mendaftar,” tambahnya.

Penjaringan secara terbuka, kata Soetarto, dilakukan agar masyarakat tahu bahwa PDIP mencari sosok calon kepala daerah secara terbuka dan transparan. “Kalau untuk penjaringan calon bupati dan wali kota, tentu di masing-masing daerah. Kalau untuk calon gubernur, penjaringannya akan dilakukan di DPD PDIP Sumut,” sebutnya.

Setiap calon yang mendaftar nantinya akan mengikuti fit and proper test maupun seleksi administrasi. “Hasil fit and proper test akan kita sampaikan ke DPP, di DPD hanya proses penjaringan dan penyaringan. Sedangkan penetapan diputuskan DPP,” bebernya.

Persentase kemenangan calon kepala daerah yang diusung PDIP di Pilkada 2017 atau Pilkada serentak tahap kedua mencapai 57 persen. “Pilkada serentak pertama atau 2015 lalu hanya 55 persen, artinya ada peningkatan. Kami sadar butuh kerja keras untuk bisa memenangkan Pilgubsu 2018, apalagi dua edisi Pilgubsu sebelumnya calon yang diusung PDIP selalu kalah,” bilangnya.

Soetarto juga mengungkapkan, meski partainya membuka penjaringan, bukan berarti mereka tak memiliki bakal calon untuk diusung. Disebutkannya, cukup banyak kader PDIP Sumut yang memiliki kapasitas dan kemampuan untuk diusung dan bertarung di Pilgubsu 2018.

“Ada Pak Japorman Saragih (Ketua DPD PDIP Sumut), ada juga sejumlah anggota DPR RI seperti Irmadi Lubis, Junimart Girsang, Trimedya Panjaitan, Maruara Sirait, dan lainnya. Banyak calon, tapi semua tergantung keputusan DPP, tanpa mengabaikan hasil survei nantinya,” bilangnya.

Diakuinya, tidak ada satu parpol pun yang dapat mengusung calon tanpa koalisi. Karena tidak ada parpol yang memenuhi persyaratan, memiliki 20 persen kursi di DPRD Sumut. Namun begitu, dia mengaku belum ada menjalin komunikasi dengan parpol lain untuk membicarakan pengusungan calon dalam Pilgubsu 2018 mendatang.

“Belum ada pembicaraan dengan parpol lain, tapi tidak menutup kemungkinan untuk berkoalisi dengan parpol manapun, termasuk dengan calon petahana (Ketua DPW Partai Nasdem Sumut Erry Nuradi). Tidak mesti juga calon PDIP itu harus di kursi Sumut 1. Semua mengalir saja, prosesnya mencair, tidak kaku,” tambahnya.

Sementara, pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Sohibul Anshor Siregar menilai, pimpinam parpol yang berpengalaman dalam pemerintahan daerah akan dominan dalam perhelatan Pilgubsu 2018. Lantas, Sohibul menyebut, gubernur petahana dan sejumlah pimpinan partai seperti Gus Irawan, Ngogesa, Tuani Lumban Tobing, JR Saragih dan Nurdin Tampubolon memiliki peluang yang cukup besar.

“Mereka adalah pimpinan puncak partai di Sumut. Percuma investasi besar merebut posisi itu jika tak ada reward di belakang. Pasti pimpinan partai itu ingin bertarung memperebutkan kursi Sumut 1,” ujarnya.

Disebutkannya, beberapa waktu lalu JR Saragih membuat acara pemberian bantuan dalam rangka membangun Islamic Center di Simalungun yang diselenggarakan di Kota Medan. “Kegiatan itu diyakini dalam rangka sosialisasi untuk maju di Pilgubsu 2018,” terangnya.

Sohibul memprediksi, akan ada 4 atau 5 pasang calon yang akan bertarung di Pilgubsu 2018 dan dua diantaranya berasal dari calon perseorangan.

“Kali ini akan ada suguhan politik baru, yakni akan masih adanya calon lain dari jalur perseorangan. Ini termasuk hal penting dalam bahasan Pilgubsu 2018. Kali inilah pertamakali di Sumut akan muncul. Itu dugaan saya. Mereka, paling sedikit satu orang, yang maju dari jalur ini tidak main-main dalam arti penuh kecermatan perhitungan. Mereka mengantongi modal besar dan kemampuan maneuver yang terlatih dengan networking yang memadai,” paparnya.

Banyaknya calon yang akan muncul diyakininya sebagai bentuk kelemahan gubernur petahana dalam memimpin Sumut. “Hitung-hitungannya begini, kalau gubernur saat ini kuat, pasti tidak ada yang akan berani maju. Contohnya saja Pilkada Tebingtinggi, pasti calon lain berhitung untuk maju kalau peluangnya kecil,” jelasnya.

Pilgubsu 2018 ini, lanjut dia, sangat dekat dengan even Pemilu 2019. Karena itu semua partai terutama Golkar, PDIP,  Demokrat, dan Gerindra akan menjadikannya uji tarung penting memenaskan mesin partai seperti DKI.

Rivalitas tersebut nantinya yang sama akan terjadi di daerah-daerah besar lainnya di Indonesia seperti Jabar, Jateng dan Jatim.

Di situlah pengendalian ketat partai dari Jakarta membuat pengabaian atas aspirasi rakyat hingga calon-calonnya bisa tak begitu disukasi rakyat. Jarang ada partai yang berusaha menyelami aspirasi konstituennya seperti PKS melalui simulasi pilgubsu lokal.

“Hal lain yang akan selalu penting dibahas ialah posisi incumbent HT Erry Nuradi. Ia pucuk piminan NasDem tetapi sudah cukup lama belum dilantik. Mungkin saja pimpinan pusat partai ini memiliki agenda lain berhubung salah seorang anggota DPR-RI dari Sumut ialah orang penting di partai ini, Prananda Paloh,” urai akademisi UMSU itu.

Dalam kemasan pencitraan diri nanti akan ada bahasa yang menonjolkan agenda bersih anti korupsi. Itu dikaitkan dengan fakta beberapa KDH sudah pernah dihukum. Tapi rakyat secara mayoritas tak percaya lagi itu. Mereka tahu itu semua sangat politis. Bahkan jika tokoh besar seperti Abdillah atau Rahudman Harahap atau Syamsul Arifin maju, peluang menang cukup besar.

“Ini memang paradoks, sesuai proses pembelajaran yang dialami masyarakat tentang hakekat penegakan hukum di Indinesia. Orang tak lagi begitu percaya definisi dan makna korupsi. Terlebih mereka yang melek informasi dan dapat membandingkan fenomena Jakarta dengan daerah,” katanya. (dik/adz)

Exit mobile version