Site icon SumutPos

Edukasi Masyarakat Tanggulangi Cacing Pita

Tim FK UISU Bersama Kemenkes RI dan Dinkes Sumut ke Negeri Dolok Simalungun

SERAHKAN: Ketua Tim Peneliti FK UISU DR dr Umar Zein bersama Subdit Zoonosis Kemenkes RI dr Sorta Sianturi dan Kasi P2P Dinkes Sumut dr Yulia Maryani saat menyerahkan secara simbolis obat praziquantel kepada Kepala Puskesmas Negeri Dolok dr Bima Barus.

SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO – Tim Peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (FK UISU) bersama Kementerian Kesehatan RI dan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, turun ke Negeri Dolok, Kecamatan Silau Kahean, Kabupaten Simalungun, Rabu (19/2) siang. Kehadiran tim yang dipimpin Ketua Prodi Profesi Dokter FK UISU DR dr Umar Zein SpPD, DTM&H, KPTI, tak lain untuk memberikan edukasi dan pengobatan massal kepada warga di 16 kelurahan di Kecamatan Silau Kahean.

Dalam paparannya, Umar Zein menyampaikan, kasus cacing pita ini pernah ditemukan di Papua tepatnya di Kabupaten Jaya Wijaya, di Bali, dan Silau Kahean.

“Tahun 1997, cacing pita kali pertama ditemukan di Sumatera Utara yakni di Pulau Samosir. Namun, pada 2017 lalu kita dari FK UISU telah menemukan cacing pita di Negeri Dolok ini yang kami dapatkan dari salah seorang warga bernama Kalekson Saragih dengan panjang sekitar 10,5 meter dan saat itu kami berikan nama Taenia Asiatica Simalungun,” ujar Umar di hadapan warga di 16 kelurahan di Kecamatan Silau Kahean.

Sejak penemuan itu, lanjut Umar, 3 universitas di Jepang berkeinginan kuat bersama FK UISU untuk turun kembali ke Negeri Dolok, namun lebih kepada pemeriksaan terhadap babi.

“Kedatangan kita kemari, ingin mengedukasi warga dan juga sekaligus melakukan pengobatan. Kemungkinan dalam waktu yang tak terlalu lama, kita akan turun kembali ke sini,” terangnya.

Umar juga sangat berkeinginan, Tim Peneliti FK UISU bekerjasama dengan seluruh pihak untuk membuat buku dan film dokumenter mengenai cacing pita ini. “Sebab ini adalah ilmu pengetahuan dan ke depan buku yang kita tuliskan nanti dapat digunakan di Indonesia bahkan hingga ke mancanegara. Saya berharap ini bisa kita lakukan demi kepentingan bersama,” tandasnya.

Di tempat yang sama, Kabid P2P Dinkes Simalungun, dr Henny Rosella Pane menerangkan, rata-rata penduduk di Silau Kahean ini merupakan petani dan peternak seperti babi, sapi dan mengakui kebiasaan warganya yang mengonsumsi makanan yang kurang dimasak.

“Kami sangat berterimakasih sekali atas kehadiran Tim dari FK UISU, Kemenkes dan Dinkes Provsu akan kehadirannya di tempat kami ini,” terangnya.

Kasi P2P Simalungun, Gimbrot Sinaga, berharap pemerintah kecamatan dapat memutus mata rantai yakni tidak membuang air besar sembarangan.

“Kalau tidak punya jamban, kita di dinas memiliki program jamban sehat. Kemudian, ternak (babi) harus dikandangkan,” pintanya.

Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan Kecamatan Silau Kahean, Rajaima Purba, berharap dengan adanya pemberian obat cacing pita tersebut, akan terputusnya mata rantai.

“Untuk memutus mata rantai, dibuatlah pembinaan melalui dinas peternaka dan dinas kesehatan, dibuat sosialisasi bagaimana mengonsumsi daging yang baik, bagaimana menjaga kesehatan yang baik. Itu saya rasa,” ujarnya.

Rajaiman juga mengakui, mengon sumsi daging babi tanpa dimasak sudah menjadi tradisi bagi warga.

“Masih menjadi budaya makan daging Holat itu. Dia direndam air panas, memasaknya hanya dengan menggunakan asam,” katanya.

Di tempat yang sama, Kasi P2P Dinkes Sumut, dr Yulia Maryani menerangkan, terkait pemeriksaan dan sosialisasi cacing pita ini, pihaknya menggandeng Tim dari FK UISU. “Jadi kerjasamanya kita libatkan tim peneliti dari FK UISU. Dengan bantuan tim peneliti itu kita menindaklanjuti. Karena ini masih baru, karena selama ini tidak ada kasus cacing pita yang muncul,” jelasnya.

Di akhir penyuluhan, Subdit Zoonosis Kemenkes RI, dr. Sorta Sianturi memberikan secara simbolis 1.000 obat praziquantel pembasmi cacing pita kepada Kepala Puskesmas Negeri Dolok, dr Bima Barus. (rel/adz)

Exit mobile version