Site icon SumutPos

Tito: Sumut Harus Tetap Aman

Foto: Sutan Siregar/Sumut Pos
PENGARAHAN: Panglima TNI, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto bersama Kapolri, Jenderal Polisi Tito Karnavian menyampaikan pandangan dan pengarahannya kepada ribuan prajurit TNI Polri di Hotel Santika, Medan, Kamis (19/4). Dalam arahannya Panglima TNI dan Kapolri memerintahkan agar seluruh prajurit menjaga netralitas dalam tahun politik dan menangkal segala bentuk potensi ancaman ketertiban seperti pemberitaan hoaks, kampanye hitam dan SARA.

MEDAN, SUMUTPOS.CO –  Menghadapi pesta demokrasi yang sudah di depan mata, Panglima TNI dan Kapolri mengingatkan, ada beberapa ancaman yang dianggap dapat mengganggu kemananan. Kemungkinan terbesar ancaman tersebut, berupa ancaman dunia maya (cyber threats) dan kesenjangan yang bisa dimanfaatkan pihak-pihak tidak bertanggungjawab untuk melakukan black campaign (kampanye hitam) dengan memanfaatkan teknologi informasi.

Hal ini diungkapkan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di hadapan 3.500 prajurit TNI-Polri se-Sumatera Utara di Kota Medan, Kamis (19/4) malam. “Tahun 2018 akan dilaksanakan pesta demokrasi, Pilkada serentak di 172 wilayah se-Indonesia. Kemudian di 2019, kita ada Pilpres dan juga Pileg,” ujar Marsekal Hadi Tjahjanto.

Untuk itu, Hadi menegaskan kepada prajurit TNI-Polri supaya dapat menjaga netralitasnya dalam penyelenggaraan pesta demokrasi. Apalagi saat ini diketahui ada pihak tertentu yang menggunakan teknologi dengan menggerakkan massa. “Ancaman cyber ini harus diantisipasi. Ancaman cyber dengan menyebarkan berita hoax sangat mudah dilakukan. Namun begitu, jejak digitalisasi tidak bisa dihapus sehingga jika melakukan black campaign akan ketahuan,” tegasnya.

Karenanya, Marsekal Hadi menjelaskan, sudah menjadi tugas TNI-Polri untuk menjamin kelancaran dalam tahapan pilkada, pileg dan pilpres dengan memegang teguh netralitasnya. Karena politik bagi TNI-Polri adalah politik negara, yakni hanya ada satu komando, tidak ada komando dari pihak lain. “Sehingga netralitas benar-benar harus dijaga. Sebagai prajurit tentu sudah menentukan pilihan dengan mengabdi pada pemerintah, tidak ada perintah lain kecuali perintah komando atas. Saya ingatkan bahwa jati diri TNI Polri harus tetap dipegang,” pungkasnya.

Apabila nantinya ada prajurit yang melanggar netralitas, katanya, maka akan dikenakan sanksi. Karena tidak akan ada toleransi bagi pelanggaran netralitas. “Kita ingin menghargai pesta demokrasi. Biarkan rakyat berpesta, kita tak usah ikut. Jika berhasil dengan baik kita bangga. Pedoman netralitas menjadi bagian sumpah prajurit. Tahapan pesta demokrasi harus sukses. Apabila TNI Polri tidak netral, rakyat mau percaya pada siapa lagi,” tukasnya.

Di lain kesempatan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkapkan, Sumut merupakan satu kawasan yang heterogen. Karenanya untuk konflik, Sumut merupakan daerah yang memiliki potensi yang kompleks. “Sumut memiliki potensi konflik yang sangat kompleks. Untuk itu, harapannya kepada TNI-Polri dapat menjaga, jangan sampai keamanan Sumut terganggu,” ungkap Tito.

Apalagi jelas Tito, Sumut adalah salah satu daerah sentra ekonomi nasional. Oleh karena itu, tegas dia, TNI-Polri harus dapat menjaga netralitasnya dalam konteks politik praktis. “Sumut harus tetap aman. Sehingga dapat cepat membangun bagi nusa dan bangsa,” jelasnya.

Namun, ujar Tito, belakangan ini, invasi melalui cyber telah terjadi di Indonesia. Hal ini dikawatirkan, dapat memecah belah bangsa dari dalam, atas perbedaan yang ada dengan memunculkan informasi hoax. “Seperti yang terjadi di Suriah. Kita di Indonesia ini cyber juga sangat luar biasa. Kalau kita tidak memahami itu, kita bisa jadi ikut menyebarkan informasi hoax,” terangnya.

Akibat informasi hoax, sebut Tito, maka akan dapat tercipta polarisasi di masyarakat. Apalagi sebanyak 51 persen warga dunia temasuk Indonesia kini telah terconect dengan cyber, yang tentunya berpengaruh dalam kehidupan masyarakat. “Pertanyaannya, siap tidak kita dengan situasi itu?,” imbuhnya.

Bagi negara Indonesia, kekuatan yang paling utama, kata Tito, adalah TNI dan Polri. Karena menurut dia, dua lembaga ini memiliki kekuatan yang solid, besar, jaringan luas, memiliki kesatuan komando, terlatih dan juga memiliki doktrin cinta NKRI.

Selain itu, sambung Tito, TNI-Polri juga memiliki sistem persenjataan, sehingga negara sangat bergantung banyak kepada TNI-Polri. “Kalau solid, maka bangunan NKRI akan kuat, dan begitu juga sebaliknya,” ujarnya.

Dalam pertarungan ekonomi, papar Tito, siapa yang kuat maka dia yang akan mendominasi. Kekuatan ini berkaitan erat dengan kemampuan produksi, yang dipengaruhi oleh angkatan dan populasi yang besar, Sumber Daya Alam yang banyak, serta wilayah yang harus luas. “Indonesia masuk negara yang memiliki semua potensi itu. Makanya banyak survei memprediksi Indonesia di tahun 2030 bisa menjadi negara nomor 5 di dunia, tapi syaratnya stabilitas politik dan keamanan dapat terjaga,” paparnya.

Untuk itu ia berharap, TNI dan Polri harus dapat menjauhkan diri dari politik praktis. Menjaga NKRI tidak rontok, dan juga mampu mendorong agar sistem ekonominya berkembang.

“Kalau politik goyang, maka kemanan akan terganggu. Tentu dampaknya investor juga akan lari,” pungkasnya. (mag-1)

Exit mobile version