Site icon SumutPos

PN Padangsidimpuan Tolak Gugatan Keluarga Pulungan

Foto: Istimewa
Dua orang saksi fakta, Rasyid Sinaga dan Irwan Siregar, memberikan keterangan mengenai lahan yang dipermasalahkan di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, pada sidang ke-17, Kamis (9/2) lalu.

BATANGTORU, SUMUTPOS.CO –  PT Agincourt Resources selaku pengelola Tambang Emas Martabe menyambut baik putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan yang menolak gugatan perdata dari para keturunan Raja Mandongung Pulungan (Alm). Dalam persidangan  yang digelar pada Selasa, 2 Mei 2017 Majelis Hakim yang dipimpin Anggreana Elisabeth Roria Sormin, S.H menjatuhkan putusan untuk menolak seluruh gugatan perdata yang diajukan penggugat.

Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan untuk pokok perkara gugatan perdata atas tanah yang diajukan penggugat, yakni keluarga Pulungan, Majelis Hakim menolak seluruh gugatan penggugat karena semuanya dianggap tidak mendasar dan semua bukti yang diajukan penggugat tidak bisa divalidasi sebagai kepemilikan resmi atas tanah tersebut.

Contohnya Bukti Nomor P-1 Bewijs Van Erkening No.27, Surat berbahasa Belanda yang dikeluarkan Resident Tapanoeli pada 3 September 1931 serta Bukti Nomor P-5 yang merupakan terjemahan dari Bukti P-1, kedua bukti ini dapat dikatakan merupakan bukti utama yang diandalkan oleh Pihak Pengguat, yang mana dalam gugatan Penggugat menjelaskan bahwa Bukti P-1 ini merupakan bukti kepemilikan tanah yang sah yang diberikan oleh pemerintah Belanda.

Dalam amar pertimbangannya, Majelis Hakim setelah memeriksa bukti P-1 ditambah dengan fakta yang disebutkan dalam terjemahan surat Belanda tersebut sebagaimana termaktub dalam bukti P-5, Majelis Hakim memutuskan untuk menolak seluruh bukti tersebut dikarenakan bukti tersebut hanya menjelaskan bahwa Pemerintah Hindia Belanda pernah mengangkat (Alm) Mandongung Pulungan sebagai kepala Kuriah, tanpa menjelaskan dan/atau menyatakan lebih lanjut mengenai hak atas tanah dari Penggugat.

Majelis Hakim lebih lanjut mempertimbangkan bahwa PT Agincourt Resources telah mengajukan bantahan atas semua bukti maupun pernyataan saksi yang diajukan penggugat dengan mengeluarkan bukti hukum yang sah atas proses pembebasan lahan dan pembayaran kompensasi kepada para pemilik lahan. PT Agincourt Resources juga menghadirkan saksi ahli utama yang merupakan Kepala Biro Bantuan Hukum dan Hubungan Masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional yang memiliki kapabilitas dan kapasitas untuk memberikan penjelasan terkait  dengan pengetahuan akan hak-hak atas tanah dan/atau kepemilikan tanah berdasarkan hukum dan perundangan yang berlaku  di Indonesia.

Sehubungan dengan gugatan provisi dari pihak penggugat yang meminta kepada Majelis Hakim agar memerintahkan PT Agincourt Resources untuk menghentikan sementara seluruh kegiatan penambangan dan meletakan sita jaminan atas pabrik (processing plant), Majelis Hakim beranggapan bahwa gugatan provisi penggugat tidak berdasar dan oleh karenanya harus ditolak secara keseluruhan.

Foto: Dame/Sumut Pos
Kabiro Hukum dan Humas pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang BPN Pusat, Dr Aslan Noor SH MH, CN, saat menjadi saksi ahli dalam persidangan sengketa tanah seluas 3000 hektare di Desa Napa, Tapanuli Selatan, di PN Padangsidimpuan, Kamis (2/2/2017).

Kuasa Hukum PT Agincourt Resources, Sangti Nainggolan dari Marx & Co Law Firm menyatakan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Majelis Hakim akhirnya memutuskan untuk menolak seluruh gugatan yang diajukan pihak penggugat. “Ini berarti bahwa pengadilan secara sah memastikan bahwa PT Agincourt Resources memiliki hak secara hukum untuk menggunakan dan/atau menguasai lahan untuk operasionalnya,” kata Sangti.

Sangti menambahkan, hasil terjemahan dari surat Bewijs Van Erkening No. 27 yang diklaim oleh Penggugat sebagai alas hak atas 3000 Hektare, hanya menjelaskan proses penunjukan Mandongung Pulungan sebagai Kepala Kuriah atau Kepala Desa, dan tidak menjelaskan sedikitpun tentang Hak Kepemilikan atas tanah.

Sangti menjelaskan, tanah yang disengketakan tersebut berada di dalam wilayah konsesi Kontrak Karya milik PT Agincourt Resources dan pihak perusahan telah melakukan proses penggantian hak atas tanah untuk setiap tanah yang dibebaskan dan selanjutnya dikuasai sejak tahun 2008.

Pada saat pelaksanaan pembebasan tanah tersebut telah dibentuk Tim Fasilitasi Pembebasan Tanah secara Independen oleh Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan. Tim Fasilitasi tersebut terdiri dari Bupati Tapanuli Selatan, Dandim 0212/TS, Kapolres Tapanuli Selatan, Kepala Kejaksaan Negeri Padang Sidimpuan, Ketua Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan serta Ketua DPRD Tapanuli Selatan. Di samping itu sejumlah Dinas instansi terkait dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, mulai dari Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tapanuli Selatan, Kepala Bagian Pertanahan, Kantor Pertanahan Tapanuli Selatan, Camat Batang Toru dan Kepala Desa Napa, juga terlibat dalam tim ini. Sementara itu pihak Penggugat sendiri tidak pernah mengikuti proses pembebasan tanah yang dilakukan oleh PT Agincourt Resources pada tahun 2008 hingga 2010.

Tambang Emas Martabe memperoleh gugatan perdata dari para keturunan Raja Mandongun Pulungan (Alm), yakni Berlian Pulungan, Seriya Pulungan, Megawati Pulungan dan Hamdan Pulungan (Alm) melalui kuasa hukumnya Kamaluddin, SH & Associates Law Office  di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, Tapanuli Selatan dengan nomor registrasi perkara 22/PDT.G/2016/PN.PSP pada tanggal 16 Mei 2016.

Dalam gugatannya, pihak Penggugat mengklaim memiliki harta peninggalan berupa sebidang tanah seluas 3000 hektare, yang terletak di Desa Napa, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan yang saat ini menjadi bagian dari lahan pertambangan PT Agincourt Resources. Keluarga Pulungan mengklaim bahwa tanah tersebut merupakan tanah Loehat atau tanah yang dimiliki secara turun temurun dalam satu garis keturunan, yang dikuasai oleh Raja Mandongung Pulungan sejak tahun 1931 yang diberikan oleh Belanda atas nama Resident Tapanoeli berdasarkan Bewijs Van Erkening No. 27 yang dikeluarkan oleh Residen Tapanoeli pada tanggal 3 September 1931.

Adapun batas – batas tanah yang disengketakan tersebut menurut penggugat adalah sebelah utara dengan hutan lindung. Sebelah selatan dengan area penggunaan lain (APL) yang digarap oleh masyarakat. Sebelah barat dengan APL yang digarap oleh masyarakat. Sementara sebelah timur dengan kawasan hutan lindung dan sebagian digarap oleh masyarakat. Dari total 3000 Hektare, 500 hektare dari tanah yang disengketakan  berada di APL yang dikuasai dan dijadikan operasional pertambangan oleh PT Agincourt Resources. Atas hal tersebut di atas, para penggugat meminta ganti rugi sebesar Rp.150.000.000.000 (seratus lima puluh miliar rupiah) dengan perhitungan 1 hektare seharga Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah). (rel/mea)

Exit mobile version