Site icon SumutPos

Tak Setuju, Tapi Plt Bupati Hadir

BERSAMA: Plt Bupati Batubara H RM Harry Nugroho bersama Kepala BPMD Batubara M Nasir, diabadikan bersama para kepala desa pada acara penutupan Bimtek 2017di Hotel Golden Flower Kota Bandung.

BATUBARA, SUMUTPOS.CO -Kontroversi kegiatan bimbingan teknik (bimtek) yang diikuti 141 kepala desa se-Kabupaten Batubara dengan Lembaga Kajian Implementasi Pemerintahan Dalam Negeri (LKIPDN) di Jalan Pulotanjung No 28A, Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, kini menjadi tren topik pembicaraan publik, baik di lembaga legislatif, swadaya masyarakat, dan masyarakat umum lainnya.

Terkait keberangkatan sekitar 141 kepala desa yang dilaksanakan di satu hotel ternama dikawasan Jalan Asia Afrika Kota Bandung, 16-20 Oktober lalu ini, dipandang terlalu berlebihan dan terkesan pemborosan.

“Perlu dipertanyakan kegiatan yang dibungkus dengan sebutan Bimtek itu. Kenapa tidak dilaksanakan di daerah sendiri, seperti di Parapat, Danau Toba, atau bisa saja di Kota Medan? Tentunya kalau di situ (daerah sendiri), bisa irit dan lebih efesien. Dan semua pihak menduga anggaran yang dikeluarkan disinyalir berasal dari dana desa,” tutur politis Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Citra Mulyadi Bangun, Minggu (22/10).

Menurut Citra, walaupun Permendes Nomor 4 Tahun 2017 tidak melarang penggunaan dana desa untuk melaksanakan atau mengikuti Bimtek, namun tidaklah serta merta anggaran itu dikeluarkan tanpa memandang kepatutan dan batas yang sewajarnya. “Saya dengar per kepala desa dikutip oleh seorang koordinator yang telah ditunjuk, yakni seorang kepala desa juga. Setelah terkumpul, diserahkan ke Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD). Informasinya, per kepala desa dikutip Rp11,5 juta,” bebernya.

Menurut Anggota DPRD Batubara ini, selayaknya kegiatan bimtek yang bertajuk ‘Peningkatan Kapasitas Pemerintah Desa dalam Memberikan Pelayanan dan Efektivitas Pemerintahan Desa dalam Perencanaan dan Pengelolaan Keuangan Desa Tahun 2017’ ini, dilaksanakan di Kabupaten Batubara saja, atau di Parapat, Danau Toba, dan Kota Medan, seperti yang dilakukan Kabupaten Asahan, agar pemakaian anggaran efektif dan terukur. “Dan perlu dipertanyakan, siapa oknum yang menetapkan lokasi bimtek di Hotel Golden Flower Bandung itu? Agar diperiksa oleh aparatur hukum, tentang dasar pelaksanaan bimtek itu, dan tempat pelaksanaannya,” tegas Citra.

Lain halnya dengan pendapat tokoh masyakat Batubara H Herman. Ia mengatakan, pelaksanaan bimtek di Bandung disinyalir proyek siluman BPMD untuk mencari keuntungan pribadi sejumlah oknum yang berkantor di BPMD. Mereka terkesan memenuhi hawa nafsu untuk mengajak jalan-jalan para kepala desa berdarmawisata keluar Sumut, dengan sampul bimtek. “Saya pribadi menilai, kurang tepat saat ini mereka mengikuti atau melaksanakan kegiatan itu, di saat kepemerintahan ini dalam masa transisi dari bupati ke plt bupati. Begitu juga seluruh desa di Kabupaten Batubara, masih sangat memerlukan anggaran yang tidak sedikit untuk kepentingan masyarakatnya, seperti air, jalan desa, dan sebagainya. Dan ini dinilai sudah melampaui batas toleransi. Tapi kalau di daerah sendiri, atau di sekitar Medan dan Parapat, masih dapat dikatakan wajar,” jelasnya.

Menurut Herman, uang puluhan juta rupiah itu bisa harusnya dimanfaatkan untuk kebutuhan desa yang lain, yang tidak masuk dalam RKPDesa. “Saya beranggapan, ini hanya akal-akalan BPMD saja, ada kesan mencari untung,” tegasnya.

Dalam hal penarikan anggaran yang berasal dari Dana Desa 2017 sebesar Rp11,5 juta per kepala desa ini, jika dikalikan 141, total diperkirakan berjumlah Rp1,6 miliar lebih. “Jika dihitung biaya hotel, instruktur dan jasa lembaga, transportasi,s erta lainnya, paling banyak dihabiskan berkisar Rp560 juta, dibulatkan Rp600 juta. Yang menjadi pertanyaan, ke mana sisanya? Jadi kami minta Kajari Batubara langsung melakukan audit terhadap anggaran dana desa yang dkutip dan dipergunakan untuk bimtek para kepala desa itu,” harap Herman.

Terpisah, 2 oknum kepala desa yang enggan disebut namanya, mengatakan, setiap kepala desa harus mengumpulkan uang ke seorang koordinator yang ditunjuk, kemudian disetorkan kepada BPMD, per kepala desa Rp11,5 juta, dan dana itu diambil dari anggaran dana desa. “Sekira dua tahun lalu, kami selalu mengikuti bimtek dengan judul yang tak jauh beda. Ya kami ikuti saja, bagaikan air mengalir. Setahu saya, prioritas penggunaan dana desa diatur pada Permendes Nomor 4 Tahun 2017, tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa 2016, termasuk kategori kegiatan bimtek kepala desa ke luar daerah, ada diatur di dalamnya,” beber mereka.

Sementara Sekdakab Batubara H Sakti Alam Siregar, ketika dikomfirmasi satu hari setelah keberangkatan para kepala desa ke Bandung, mengaku tidak mengetahuinya. “Saya saja baru mengetahui dari kalian. Saya tidak ada diminta pendapat atau diberitahu oleh BPMD. Bahkan para kepala desa seorang pun tak ada melaporkan hal itu kepada saya. Mungkin mereka meminta izin ke Bapak Plt Bupati, coba tanyakan kepada Beliau,” sarannya.

Plt Bupati Batubara H RM Harry Nugroho, saat dikonfirmasi, mengaku kurang sependapat atas penyelenggaraan bimtek yang dilaksanakan di luar Sumut. “Saya tidak setuju itu,” ungkapnya singkat.

Tapi anehnya, pada penutupan acara bimtek, Jumat (20/10), terlihat ada foto yang diunggah di Facebook milik seorang oknum kepala desa, Plt Bupati berada di tempat acara, pada sesi foto bersama.

“Katanya tak sependapat sama acara itu, tapi kenapa ada di lokasi? Lawak-lawak saja Bapak itu,” ungkap seorang warga saat disampaikan terkait hal tersebut oleh wartawan. (mag-6/saz)

 

 

Exit mobile version