Site icon SumutPos

Kesal Dibully di Medsos, Istri Muda Gatot Sesenggukan Baca Pledoi

Foto: Imam Husein/Jawa Pos Terdakwa kasus suap tiga hakim dan seorang panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan sebesar USD27.000 dan SGD5.000 Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho bersama istri mudanya Evi Susanti seusai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (17/2/2016). Gatot dituntut 4,5 tahun penjara denda 200 juta subsider 5 bulan kurungan dan Evy dituntut 4 tahun penjara denda 200 juta subsider 5 bulan kurungan.
Foto: Imam Husein/Jawa Pos
Terdakwa kasus suap tiga hakim dan seorang panitera PTUN Medan sebesar USD27.000 dan SGD5.000 Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho bersama istri mudanya Evi Susanti seusai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (17/2/2016).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Evi Susanti, istri muda Gubernur non aktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho tak bisa menahan tangisnya, saat membacakan pledoi pada persidangan perkara suap hakim PTUN Medan dan anggota DPR Fraksi Partai Nasdem Patrice Rio Capella di PN Tipikor Jakarta, Rabu (24/2).

Sambil berdiri, perempuan berjilbab ini membaca pledoi didampingi Gatot pada persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Sinung Hermawan, itu.

Awalnya, Evi terlihat cukup tegar dan lancar membaca pledoi. Ia awalnya minta maaf kepada masyarakat Sumut, sang suami, anak, keluarga berterima kasih kepada penyidik KPK. Bahkan Evi sempat mengutip surat dalam Al quran dan hadist yang membuatnya tegar menghadapi cobaan itu.

Gatot yang duduk di sebelah kanan Evi menyimak setiap kata-kata yang keluar dari mulut istrinya. Sesekali Gatot menundukkan kepala. Evi terus menyampaikan pledoi. Ia mengaku tak ingin membela diri atas apa yang terjadi. Evi menegaskan bahwa ia sebenarnya tak paham urusan politik. Tapi, dia memahami kegelisahan sang suami yang tengah dirundung masalah politis.

“Saya tidak terlalu paham politik, tapi ini sarat kepentingan politik karena banyak pihak yang ingin menjadi Sumut 1,” ujar Evi belum menangis.

Dia mengatakan, terus berupaya mendukung suaminya agar tetap menjalankan roda pemerintahan dengan baik. Dia tak bisa tinggal diam ketika suaminya dirundung berbagai macam persoalan. “Apa yang saya lakukan sebagai wujud cinta dan bakti kepada suami saya,” katanya.

Tiba-tiba Evi pun “curhat” perihal keputusannya menjadi istri kedua Gatot. Bagi Evi, itu bukan persoalan yang ringan. Ia kerap mendapatkan penilaian negatif. Namun, ia menyadari konsekuensi dipoligami. “Keputusan menjadi istri kedua sangat saya sadari konsekuensinya, tidak mudah,” kata Evi mulai sesenggukan.

Saat mencoba melanjutkan, Evi sempat terdiam. Suasana sidang semakin hening. Tak lama tangis Evi pecah. Namun, ia berusaha membendungnya dengan tetap melanjutkan pembacaan pledoi.

“Jujur saya jadi takut karena realita di lapangan sangatlah pahit. Saya seperti disadarkan inilah realita, pernikahan tidak selalu manis, saya selalu jadi perempuan yang dinilai negatif,” kata Evi.

“Saya tidak sempurna, tapi apa yang saya lakukan sepenuhnya untuk membentuk suami saya,” timpal Evi.

Ia tak ingin membela diri. Menurutnya, semua yang dilakukannya demi mengurangi beban sang suami. Banyak persoalan yang dilemparkan kepada suaminya. “Banyak upaya menggulingkan suami saya dari jabatannya,” kata Evi lagi.

Evi pun mengakui menyarankan Gatot menggunakan pengacara Otto Cornelis Kaligis mendampingi kasus yang tengah dihadapinya. Hal itu dilakukan karena selama Gatot dirundung masalah, tidak ada yang mau membantu. “Saya selalu ingatkan agar sabar dan berupaya memperbaiki kinerja, meski itu tidak mudah,” paparnya.

Ia melanjutkan, suatu hal yang tak akan pernah dilupakannya ketika ditetapkan KPK sebagai tersangka. Bahkan, Evi mengklaim, sebelum ditahan ia sudah bertanya kepada KPK kapan akan melakukan penahanan kepadanya. Dia bilang, kalau sudah cukup bukti maka ia siap ditahan. Perlakuan penyidik profesional. Evi sempat dipertemukan dengan suaminya disela-sela pemeriksaan sebelum ditahan.

“Saat saya menemui suami saya, saya menahan air mata. Saya lihat suami saya mengeluarkan air mata,” kenang Evi. Sambil menangis lagi, Evi mengungkapkan bahwa itu merupakan hari terberat dalam hidupnya. Dia sempat berdiskusi sebentar dengan suaminya. Membicarakan dampak yang akan ditanggung orang-orang tercintanya terkait kasus yang menjeratnya itu.

“Saya tidak pernah menangis dari sejak ditetapkan tersangka, kemudian ditahan hingga saat ini,” kata Evi sambil menangis.

Setelah berdiskusi, ia pun kemudian memakai rompi orange bertuliskan “TAHANAN KPK”. Dia mengatakan, setelah itu harus siap keluar dari ruang penyidikan dan menghadapi media. “Kami hadapi media keluar pakai rompi orange,” tutur Evi.

Kepedihan Evi belum sampai di situ saja. Evi mengaku mengetahui bahwa foto-foto ia dan suaminya kerap menjadi meme di media sosial. Bahkan, kata Evi, meme itu dilengkapi dengan komentar-komentar dengan kata-kata tak layak untuk menghujat mereka.

“Saya dan suami saya dibully. Inilah yang bikin sakit hati saya dan anak-anak saya,” kata Evi. Parahnya lagi media sosial di era digital tidak mudah dihapus dan cepat menyebar. Medsos semakin mempermudah masyarakat mendapat informasi. “Tapi kami jadi santapan media. Kami jadi serba salah,” ungkap Evi.

Lebih lanjut Evi mengakui, menyadari serta menyesali perbuatannya dalam kasus yang tengah menjeratnya itu. “Saya berharap majelis hakim dapat memutus yang seadil-adilnya dan seringan-ringannya bagi kami,” harap Evi. (boy/jpnn)

Exit mobile version