Site icon SumutPos

Payung Hukum ‘Biaya Patungan’ Dipertanyakan

Foto: DANIL SIREGAR/SUMUT POS Plt Gubernur Sumut T Erry Nuradi foto bersama kepala daerah se-Sumatera Utara setelah acara pelantikan di Lapangan Merdeka Medan, Rabu (17/2).
Foto: DANIL SIREGAR/SUMUT POS
Plt Gubernur Sumut T Erry Nuradi foto bersama kepala daerah se-Sumatera Utara setelah acara pelantikan di Lapangan Merdeka Medan, Rabu (17/2).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pelantikan kepala daerah secara serentak yang digelar di Lapangan Merdeka Medan, Rabu (17/2) pekan lalu, terus mendapat sorotan. Kebijakan Pemprovsu menggunakan dana patungan dari pemerintah daerah yang kepala daerahnya dilantik, dinilai merupakan kekeliruan dan tak memiliki payung hukum yang jelas.

Sekjend Forum Masyarakat Peduli (Formad) Sumut, Tumpal Panggabean menilai, hal ini tak lepas dari peran Sekdaprovsu Hasban Ritonga, Kepala Biro Kerjasama dan Otonomi Daerah, Jimmy Pasaribu, dan Kepala Biro Umum. Karena merekalah yang merancang acara pelantikan tersebut. Untuk itu, dia meminta agar Plt Gubernur Sumut (Gubsu) HT Erry Nuradi untuk mengevaluasi kinerja ketiga bawahannya itu.

“Sekdaprovsu, Biro Otda dan Biro Umum adalah orang yang harus bertanggung jawab. Karena ini tak lepas dari peran mereka,” kata Tumpal kepada Sumut Pos, Selasa (23/2).

Apalagi, Sekda merupakan Ketua Tim Pengelola Anggaran Daerah (TPAD) Pemprovsu, sehingga tak mungkin dia tak tahu kalau hal ini melanggar dan tak memiliki payung hukum yang jelas.

“Jadi saya melihat, ada kesan ingin menjebak Plt Gubsu dalam hal ini. Untuk itu, kita meminta Plt Gubsu untuk mengevaluasi kinerja ketiga pejabat Pemprovsu ini,” ungkapnya.

Apalagi, saat ini Pemprovsu sedang melakukan lelang jabatan kepada sejumlah pejabat. Karenanya, ini juga menjadi momen yang tepat untuk mengevaluasi kinerja ketiga pejabat itu.

Tumpal juga mengakui, Pemprovsu tidak boleh mengutip biaya dari pemkab maupun pemko atas pelantikan kepala daerah kemarin. Pasalnya, pelantikan itu merupakan tanggung jawab Pemprov Sumut.

Dia juga menyayangkan lokasi pelantikan di Lapangan Merdeka. Menurut dia, seharusnya pelantikan tetap saja dilaksanakan di Aula Martabe Pemprovsu atau meminjam ruang paripurna DPRD Sumut.

“Jika Panggung Rakyat ingin tetap dilaksanakan, kan bisa saja para kepala daerah yang baru dilantik itu diarak menuju Lapangan Merdeka Medan. Kalau seperti ini, Pemprovsu bias lepas dari tudingan menghambur-hamburkan uang rakyat untuk pelantikan,” beber Tumpal.

Seperti diberitakan sebelumnya, Sekdaprovsu Hasban Ritonga mengaku tidak ada masalah dengan pelantikan 15 kepala daerah se-Sumut kemarin. “Tidak ada masalah kalau soal anggaran. Kita jugakan ada (anggaran pelantikan) di APBD. Mungkin sebagian ada patungan dari bupati/wali kota,” ujar Hasban Ritonga saat dikonfirmasi, Kamis (18/2).

Meskipun masuk dalam APBD, namun dirinya mengakui pembiayaan pelantikan serentak itu masih utang kepada pihak ketiga. Sebab anggaran belum bisa dicairkan mengingat belum selesainya proses administrasi Pergub penjabaran APBD Sumut 2016.

“Ya, artinya itu utang kepada pihak ketiga, karena mungking belum clear saja perhitungannya. Dan sekarang tinggal proses pencairannya,” katanya.

Sedangkan terkait besaran anggaran, Hasban mengatakan pihaknya belum menerima laporan dari SKPD terkait berapa biaya pelaksanaan pelantikan serentak tersebut. Ia pun memperkirakan tidak terlalu besar anggarannya.

Kepala Biro Kerjasama dan Otonomi Daerah Pemprovsu, Jimmy Pasaribu yang sebelumnya juga dikonfirmasi mengaku, pembiayaan dilakukan secara ‘patungan’ antara Pemprovsu dan Pemkab/Pemko. Namun ia mengaku tidak mengetahui berapa besaran sekaligus pembagiannya.

“Belum. Nanti berapa biaya, kita bagi rata. Kan ada 15 (yang dilantik, Red), nanti dibagi semua. Tambah kita (Pemprovsu) jadi 16. Soalnya masing-masing tidak ada menampung (APBD), kita provinsi (juga) tidak,” jelas Jimmy di kantor Gubsu usai pelantikan.

Dia juga mengakui, Pemprovsu ada menganggarkan biaya pelantikan selama satu tahun dengan catatan, menggunakan fasilitas pemerintah seperti Aula Martabe dan Gedung Serba Guna atau untuk jumlah besar bisa menggunakan gedung milik negara lainnya.

“Kita ada biaya pelantikan itu selama satu tahun, tapi bukan artinya melantik yang ini (pelantikan serentak). Termasuk (didalamnya) mengambil SK, perjalanan dinas, ya itu. Kalau pelantikan, kita hanya sanggup untuk (aula) Martabe. Dengan catatan itu tidak masuk biaya. Paling dana dekorasi, itu saja,” sebutnya.

Dikatakannya, ketentuan dari pusat, membuat pelantikan harus digelar di ibukota provinsi, dalam hal ini Kota Medan. Namun menjadi prioritas penyelenggaraannya dilakukan di gedung. Sedangkan penggunaan Lapangan Merdeka, untuk mengambil makna pelantikan serentak. Apalagi katanya, jika digelar di dalam gedung, tidak mencukupi dengan jumlah massa hingga ribuan orang.

“Karena kan ada ketentuan oleh pusat, tidak bisa diselenggarakan di lain tempat. Kan ada gedung, itu diberdayakan karena tidak bayar. Karena tidak akan cukup di gedung, kita lakukan di Lapangan Merdeka. Itu tidak jadi masalah, selama kapasitas (gedung), tidak bisa menampung jumlah peserta, itu diizinkan,” kilahnya.(adz)

Exit mobile version