Site icon SumutPos

Ijeck dan Sihar Jadi ’Donatur’

Musa Rajekshah (kiri) dan Sihar Sitorus menjadi penyumbang terbesar dana kampanye masing-masing pasangan calon dalam Pilgubsu.

SUMUTPOS.CO – Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK)  dua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Sumatera Utara (Sumut) telah dilaporkan ke KPU Sumut. Berdasarkan LPSDK  yang dilaporkan, mayoritas dana kampanye bersumber dari masing-masing calon Wakil Gubernur Sumut. Musa Rajekshah menyumbang Rp10 miliar, sementara Sihar Sitorus menyumbang Rp6,4 miliar.

Berdasarkan penelusuran Sumut Pos di laman KPU Sumut melalui http://kpud-sumutprov.go.id, Senin (23/4), dari LPSDK pasangan Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah (Eramas) total dana kampanye mereka senilai Rp13.895.000.000. Dari jumlah itu dirincikan, senilai Rp10 miliar sumbangan dana kampanye berasal dari Musa Rajekshah (Ijeck). Sumbangan itu dilakukan dua tahap, yakni 14 Februari dan 20 Februari 2018. Sisanya berasal dari sumbangan dana badan hukum dan perseorangan dengan jumlah bervariatif. Mulai dari Rp20 juta, Rp75 juta, Rp350 juta sampai Rp750 juta.

Setali tiga uang, perincian LPSDK pasangan Djarot Syaiful Hidayat dan Sihar Sitorus (Djoss), juga dominan bersumber dari calon Wakil Gubernur Sumut Sihar Sitorus. Dari total dana kampanye pasangan Djoss senilai Rp10.541.500.000, sebanyak Rp6.475.000.000 miliar dari Sihar Sitorus.

Sementara Cagubsu Djarot Saiful Hidayat member sumbangan senilai Rp2.415.000.000. Sementara sumbangan dari pihak lain dan perseorangan untuk pasangan Djoss jumlahnya variatif. Mulai dari Rp25 juta sampai ratusan juta rupiah. Sebagian besar yang terlihat di LPSDK tersebut, sumbangan bersumber dari pengurus PDI Perjuangan Sumut.

“Ini baru laporan penerima sumbangan dana kampanye pada periode ini, selanjutnya akan ada Laporan Penerimaan Dana Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) dimana laporannya akan diterima 24 Juni 2018 atau satu hari setelah berakhirnya masa kampanye,” kata Komisioner KPU Sumut Benget Silitonga, usai penyerahan LPSDK di Kantor KPU Sumut, Jumat (20/4).

Dana kampanye paslon selama tahapan Pilgubsu, kata dia dikirimkan melalui Rekening Khususnya Dana Kampanye (RKDK). Jika kedua paslon tidak taat azas dan aturan, maka dapat didiskualifikasi sebagai peserta Pilgubsu.

 Komisioner KPU Sumut Benget Silitonga.

Lebih lanjut, Benget menjelaskan LPSDK akan diumumkan ke publik melalui website KPU Sumut, di Sekretariat KPU Sumut serta di Portal KPU RI. Selanjutnya LPPDK akan diaudit oleh akuntan publik yang resmi ditunjuk KPU Sumut.

“Apabila ditemukan kelebihan sumbangan akan dikembalikan ke negara. Sumbangan perseorangan maksimal Rp75 juta, sumbangan dari organisasi badan atau usaha maksimal Rp750 juta,” ungkapnya.

Dominannya calon wakil gubernur dalam memberikan sumbangan dana kampanye, menurut pengamat anggaran Elfenda Ananda, lumrah terjadi dengan kesepakatan-kesepatan politik yang tentunya masyarakat tidak tahu. Namun menurutnya, hal ini bisa menjadi kacau apabila sokongan dana dari orang nomor dua itu melebihi 10 persen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Dalam struktur pemerintahan, orang nomor satu (gubernur) sudah pasti lebih berkuasa ketimbang orang nomor dua (wakil gubernur). Kekuasan orang nomor satu dalam pemerintahan itu tak terlawan. Artinya, orang nomor satu tentu akan dominan dalam pengelolaan anggaran. Tapi, bila melihat kondisi seperti itu, pastinya ada kesepakatan politis antara keduanya (Cagub dan Cawagub) yang kita hanya bisa menduga-duga,” beber Elfenda Ananda kepada Sumut Pos, Senin (23/4).

Menurutnya, yang menjadi masalah adalah ketika orang nomor dua mengeluarkan dana kampanye lebih besar 10 persen dari PAD daerah. “Kalaulah APBD Provinsi Sumut Rp13 triliun, 60 persennya itu berasal dari PAD berarti Rp8 triliun. Kalau 10 persen berarti Rp800 miliar bayangkan kalau lebih, ini akan berbahaya dan menganggu penggunaan anggaran. Karena sudah bisa dipastikan orang nomor dua yang menyokong dana akan berupaya mengembalikan uangnya, efeknya akan muncul kesepakatan politik tak sehat dan menganggu ritme kepemimpinan ketika paslon tadi menang,” ungkapnya.

Untuk itu, masyarakat diharapkan memilih calon pemimpinnya yang bisa dipercaya dengan melihat rekam jejak tiap-tiap paslon pada Pilgubsu mendatang.

“Karena sudah pasti ada kesepakatan-kesepakatan politik yang kita belum ketahui diantara dua paslon, jangan sampai kegagalan pemimpin-pemimpin Sumut sebelumnya terulang, bisa dilihat bagaimana tak harmonisnya pasangan Gubsu dan Wagubsu sebelumnya,” pungkasnya Elfenda.

Sementara pengamat politik dan hukum dari UMSU Rio Affandi Siregar fenomena wakil lebih banyak uang belakangan memang menjadi perhatian. Dia mencontohkan, pasangan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang secara finansial justru lebih besar Sandiaga Uno sebagai wakil gubernur. “Keduanya kan punya latarbelakang yang sama, pengusaha. Sehingga wajar saja calon gubernur dan wakilnya saling melengkapi. Karena secara ketokohan, seorang wakil biasanya tidak begitu kuat. Jadi memang harus memiliki kelebihan, contohnya soal pendanaan,” ujar Rio, Senin (23/4).

Namun menurutnya, perlu diingat bahwa dengan kelebihan dari segi finansial, jangan sampai membuat sang gubernur sebagai pasangannya, menjadi tersandera. Sebab hal itu yang sering membuat roda pemerintahan tidak berjalan baik karena ada faktor tarik menarik kepentingan di dalamnya.

“Jadi kita harapkan pasangan ini memang harus berjiwa kebangsaan. Karena tujuan ikut Pilkada itu memang harus benar-benar untuk membangun Sumut dan bukan mengejar kepentingan pribadi,” katanya.

Sementara Wakil Ketua Tim Pemenangan Eramas, Irham Buana Nasution mengatakan, LPSDK yang disusun dan dikirimkan mereka masih berada pada batas kewajaran. Meski secara postur sumbangan Eramas lebih tinggi dari LPSDK pasangan Djoss. “Kami rasa jumlah Rp13 miliar lebih itu masih diambang batas kewajaran. Yang terpenting kan ketika nanti dirinci dan diaudit penggunaan keseluruhannya,” ujarnya.

Disinggung bahwa dalam LPSDK nama Edy Rahmayadi tidak tercantum sebagai pemberi sumbangan, Irham menyebut bahwa Edy dulunya seorang pejabat tinggi di TNI yang tentu selalu diminta LHKPN. “Dimana ada batasan-batasan yang dikenakan kepada beliau, mengingat penghasilan beliau yang terbatas dari militer,” katanya.

Sehingga ketika Edy ada memberikan sumbangan dana kampanye, sebut Irham, dapat menjadi sebuah pertanyaan besar juga dari mana sumbernya. “Di awal tadi saya sudah katakan, jumlah yang ada masih berada di tingkat kewajaran. Tidak ada yang perlu dicurigai maupun dipertanyakan,” pungkasnya. (prn/dvs/bal)

 

Exit mobile version