Site icon SumutPos

Tolak Pemilihan Wagubsu, Pria Ini Larikan Palu Sidang

Foto: Sumut Pos Sutrisno Pangaribuan dari Fraksi PDIP DPRD Sumut, melarikan palu pimpinan sidang, saat walk out menolak sidang paripurna pemilihan Cawagubsu dilanjutkan, Senin (24/10/2016). Nur Azizah terpilih sebagai wagubsu mendampingi Erry Nuradi.
Foto: Sumut Pos
Sutrisno Pangaribuan dari Fraksi PDIP DPRD Sumut, melarikan palu pimpinan sidang, saat walk out menolak sidang paripurna pemilihan Cawagubsu dilanjutkan, Senin (24/10/2016). Nur Azizah terpilih sebagai wagubsu mendampingi Erry Nuradi.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang paripurna DPRD Sumut dengan agenda pemilihan Wakil Gubernur Sumut (Wagubsu) dihujani debat dan intrupsi. Bahkan, palu sidang milik pimpinan dewan dilarikan Sutrisno Pangaribuan dari Fraksi PDIP, yang kecewa dengan dilanjutkannya paripurna pemilihan wagubsu tersebut.

Sutrisno Pangaribuan dari awal memang menyuarakan penolakan serta meminta sidang paripurna pemilihan Wagubsu ditunda karena bertentangan dengan UU No 10/2016. Politisi muda PDIP ini berulang kali melayangkan interupsi.

Sutrisno mencecar pimpinan sidang, Parlinsyah dengan pertanyaan, khususnya tentang putusan PTUN Jakarta yang mengabulkan gugatan PKNU Sumut. Di dalam putusan itu, PTUN Jakarta memutuskan agar dilakukan penundaan pelaksanaan keputusan Surat Nomor: 122.12/5718/OTDA tertanggal 4 Agustus 2016 perihal mekanisme pengisian Jabatan Wagubsu.

“Pengesahan Calon Wakil Gubernur Sumatera Utara Sisa Masa Jabatan 2013-2018 hanya dilakukan melalui paripurna DPRDSU sesuai Pasal 176 UU No.10 Tahun 2016 Tentang Pemilukada dimana dua nama tersebut diusulkan secara bersama oleh seluruh partai pengusung dalam satu dokumen,” kata Sutrisno.

Sayangnya, pernyataan Sutrisno tidak direspon pimpinan dewan. Malah Parlinsyah seakan mengabaikan intrupsi Sutrisno.

“Paripurna ini tetap dilanjutkan, setuju,” kata Parlinsyah disambut kata setuju dari anggota dewan yang hadir.

Karena keinginannya tidak diakomodir, Sutrisno mengambil sikap dengan meninggalkan ruang sidang paripurna. Sebelum pergi, Sutrisno menghampiri pimpinan dewan dan menyebut bahwa sidang paripurna yang digelar kali ini sudah bertentangan dengan UU No 10/2016.

Setelah menyalami satu persatu pimpinan dewan. Sutrisno malah mengambil palu sidang milik pimpinan dewan dan pergi meninggalkan ruang sidang paripurna.

Insiden ini mendapat respon beragam dari seluruh peserta sidang paripurna DPRD Sumut. “Sebagai anggota dewan, kita mendesak BKD untuk segera memproses sikap tidak terpuji yang ditunjukkan Sutrisno,” kata Anggota DPRD Sumut Fraksi Demokrat, Mustofawiyah Sitompul.

Tidak bergeming, Sutrisno pun melanjutkan langkahnya untuk meninggalkan ruang sidang paripurna dengan palu pimpinan dewan di tangannya. Usia meninggalkan ruang paripurna, Sutrisno kembali ke ruangannya di Komisi C lantai 2 gedung DPRD Sumut.

Ketika dikonfirmasi Sumut Pos, Sutrisno mengungkapkan, banyak kekeliruan dalam pelaksanaan paripurna pemilihan Wagubsu tersebut. Bahkan dia menilai, Panitia Khusus (Pansus) Pengisian Kursi Wagubsu yang dipimpin Syah Afandin sangat lihai dalam melakukan tipu muslihat dalam proses pemilihan Wagubsu sisa priode 2013-2018.

Disebutkannya, dari awal pansus menjadikan UU No 10/2016 pasal 174 sebagai dasar. Selain itu, pansus juga berpegang terhadap No 122.12/571/OTDA tanggal 4 Agustus 2016. Namun pada kenyataannya, didalam laporan pansus yang pada halaman 12 poin 9 disebutkan, karena belum adanya PP dan atau peraturan Menteri Dalam Negeri tentang pemilihan kepala daerah, dan atau tentang Pemerintah Daerah khusus yang terkait dengan pengisian kekosongan jabatan Wakil Gubernur Sumut maka yang dapat dijadikan dasar hukum dalam hal pemilihan pengisian kekosongan jabatan Wakil Gubernur Sumut sisa masa jabatan 2013-2018 adalah pasal 176 ayat (1) dan ayat (2) dan ayat (4) UU nomor 10/2016 junto Radiogram Menteri Dalam Negeri T.122/5237/OTDA Surat Kementrian Dalam Negeri No 122.12/571/OTDA tanggal 4 Agustus 2016.

“Ini yang membuat saya memilih untuk keluar dari ruang sidang paripurna. Banyak kekeliruan, banyak permainan kotor didalam prosesnya,” kata Sutrisno kepada wartawan usai mengambil palu milik pimpinan dewan.

Terkait aksinya itu, Sutrisno punya alasan tersendiri. Dia mengaku, apa yang dilakukannya itu untuk menyelamatkan marwah atau lembaga DPRD Sumut secara keseluruhan.

“Saya cuma ingin menyelamatkan marwah lembaga ini, karena kelicikan yang dilakukan pansus,” ungkapnya.

Kengototan koleganya untuk tetap menjalankan sidang paripurna, meski banyak kesalahan yang terjadi menimbulkan tanda tanya besar. “Ada apa ini? Kenapa begitu dipaksakan pemilihan Wagubsu, padahal banyak kesalahan dalam prosesnya,” terangnya.

Perjuangan untuk menyuarakan kebenaran, diakuinya tidak akan berhenti meski Nur Azizah telah terpilih menjadi Wakil Gubernur Sumut. “Saya sendiri akan konsultasi ke MK, untuk mendapatkan kejelasan mengenai pasal apa yang akan dipergunakan untuk pengisian Wagubsu. Apakah pasal 174 atau pasal 176, dan apakah ada pemisahan antara partai politik yang memiliki kursi dan Partai politik yang tidak memiliki kursi,” paparnya.

Sekretaris Komisi C DPRD Sumut itu juga akan melaporkan peristiwa ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Kengototan mereka untuk pengisian kursi wakil gubernur menyisakan pertanyaan besar, jangan-jangan mereka sudah menerima sesuatu dari salah satu kandidat. Ini perlu ditelusuri KPK. Mereka buat seperti ini, becekkan saja sekalian lapangannya,” tuturnya.

Sikap Fraksi PDIP, berdasarkan hasil rapat DPD PDIP kemarin yakni menolak dilaksanakan sidang paripurna karena ada putusan PTUN dan banyak kesalahan di dalam prosesnya. “Makanya saya bersikap seperti ini, dan jalan terakhir sesuai kesepakatan adalah walk out, kenapa fraksi (PDIP, Red) bisa masuk angin,” ucapnya.

Menyikapi sikap Sutrisno, Ketua DPD PDIP Sumut Japorman Saragih tidak mempermasalahkannya. “Sikap Sutrisno itu sikap pribadi, tidak masalah. Mungkin dia anggap ada yang salah di dalam prosesnya, maka mengambil sikap seperti itu,” kata Japorman sebelum meninggalkan gedung dewan.

Japorman bilang, Fraksi PDIP telah mempertanyakan serta menyuarakan terkait persoalan hukum. “Tapi yang lain tetap sepakat,” ucapnya.

Ketua Fraksi PDIP DPRD Sumut, Zahir mengaku, pihaknya diintruksikan agar mempertanyakan persoalan hukum atau putusan PTUN Jakarta. “Sudah kita pertanyakan kepada pimpinan, di rapat pimpinan fraksi dan pimpinan dewan sudah dipertanyakan. Fraksi Nasdem juga bertanya hal yang sama, tapi sudah dijelaskan proses politik tetap berjalan, meski ada proses hukum,” tuturnya.

Zahir menambakan, jika pada akhirnya pelantikan Nur Azizah sebagai Wakil Gubernur Sumut tidak dapat terlaksana akibat putusan hukum. “Itu urusan Mendgari, kalau memang Mendagri minta paripurna ulang, maka akan kita lakukan,” cetusnya.

Mengenai banyaknya kesalahan pansus, Zahir enggan memberikan tanggapan. “Semua sudah lebih dahulu diproses pansus,” ungkap Wakil Ketua Komisi E DPRD Sumut ini.

Ketua Pansus, Syah Afandin berkelit ketika hendak dikonfirmasi mengenai laporan yang disampaikan pansus. “Dari awal memang kita sudah seperti itu, proses hukum biar berjalan, proses politik tidak boleh tertenti,” katanya sembari berlalu.

Sebelumnya, sidang paripurna yang dipimpin Pelaksana Ketua DPRD Sumut, Parlinsyah dihujani interupsi. Ketua Fraksi PDI-P, Zahir yang pertama kali menyampaikan pertanyaan kepada pimpinan dewan. Dia mengaku, Fraksi PDIP menyetujui ketika sudah ada putusan hukum kepada Gubernur, Fraksi PDIP setuju wakil gubernur diusulkan menjadi Gubenur.

Begitu juga ketiga sidang paripurna pergantian Ketua DPRD Sumut, Fraksi PDIP juga menerimanya. Namun, Zahir mempertanyakan sikap pimpinan dewan dengan adanya surat keputusan atas perkara yang dimenangkan oleh PKNU Sumut di PTUN Jakarta terkait mekanisme pengisian kursi wakil gubernur.

“Bagaimana sikap pimpinan dengan adanya putusan PTUN yang menginginkan ada penundaan,” kata Zahir.

Ketua Fraksi Nasdem, Anhar Monel juga mempertanyakan hal yang sama. Menurutnya, jangan sampai apa yang dilakukan atau diputuskan saat ini menjadi masalah dikemudian hari.

Hal berbeda dikatakan Ketua Fraksi Hanura DPRD Sumut,Toni Togatorop. Dia menilai proses pemilihan harus tetap dilaksanakan karena Panitia Khusus (Pansus/ pemilihan Cawagubsu DPRD Sumut telah berkomunikasi dengan Kemendagri terkait proses pemilihan.

“Pelaksanaan pemilihan ini sudah mengeluarkan anggaran, jadi harus tetap dilanjutkan. Proses hukum kota hormati tapi proses politik harus dijalankan,”ketusnya.

Anggota DPRD dari Fraksi Partai Demokrat, Mustafawiyah juga menyatakan proses pemilihan harus dilanjutkan karena yang dituntut PKNU dalam PTUN Jakarta yakni Kemendagri bukan DPRD Sumut. “Sampai hari ini tidak ada intruksi baik tertulis dan lisan dari kemendagri untuk pansus agar pemilihan ini dibatalkan. Partai Politik mana pun tidak berhak untuk mengintervensi DPRD Sumut karena hanya Kemendagri yang bisa memberi intervensi ke DPRD Sumut,” tuturnya. (dik/adz)

Exit mobile version