Site icon SumutPos

Anggaran Pilgub Cair, Pemilu Beku

ANDIKA/SUMUT POS
HANGAT: Dialog terbuka bersama Bawaslu Sumut membahas metode penghitungan suara dan kursi pada RUU Pemilu 2019, berlangsung hangat di cafe potret jalan Wahid Hasyim, Rabu (24/5), Rabu (24/5) kemarin.

SUMUTPOS.CO – Anggaran untuk Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sudah cair untuk mengawasi pelaksanaan pemilihan calon gubernur Sumut (Pilgubsu) 2018. Alokasi yang diperoleh sebesar Rp249 miliar. Namun untuk tahapan pemilihan umum (Pemilu) 2019 masih membeku. Salah satu penyebab bekunya anggaran itu lantaran ada penghematan dari Bawaslu RI.

Rencananya, Pemilu 2019 akan digelar serentak dengan pemilihan calon presiden (Pilpres). “Postur anggaran Bawaslu itu hanya untuk Pilgubsu, yang untuk Pemilu 2019 belum ada,” kata Anggota Bawaslu Sumut Aulia Andri saat dialog terbuka mengenai metode penghitungan suara dan kursi pada RUU Pemilu 2019, Rabu (24/5) kemarin.

Aulia mengakui, ada beberapa alasan mengapa anggaran untuk pengawas Pemilu 2019 belum dialokasikan. “Pertama, adanya penghematan oleh Bawaslu RI. Kedua, belum rampungnya pembahasan RUU Pemilu. Padahal tahapan Pilgubsu 2018 akan bersamaan dengan Pemilu 2019,” jelasnya.

Untuk anggaran pengawasan Pemilu dan Pilpres 2019, kata dia, akan ditampung dalam APBN. “Untuk APBN kan tetap Sekjen Bawaslu RI yang urusin. Meski tahapan Pilgubsu 2018 dan pemilu 2019 bersamaan, bukan berarti honor Panwas kabupaten/kota ada dua, tetap satu honor. Jadi ketika tahapan Pilgubsu selesai, barulah APBN yang masuk, tahapannya beririsan,” paparnya.

Komisioner KPUD Sumut Divisi Teknis Benget Silitonga menambahkan, saat ini DPR RI sedang menggodok rancangan UU tentang Pemilu dan Pilpres serentak 2019. Jika pemungutan suara Pilpres dan Pemilu dilakukan April 2019, maka tahapan sudah dimulai Juli 2017.

“Kalau tahapan Pilkada serentak 2018 dimulai sembilan bulan sebelum hari pemungutan suara, sedangkan tahapan Pilpres dan Pemilu dimulai 22 bulan sebelum hari pemungutan suara yakni Juli 2017. Artinya, tahapan Pilkada 2018 dengan Pilpres dengan Pemilu 2019 dimulai secara bersamaan,” katanya.

Metode Lama dan Baru

Soal acuan pembagian suara yang diraih partai politik (Parpol), Benget menerangkan, ketika mengacu pada metode lama, maka membagi suara yang diraih Parpol dengan bilangan pembagi pemilih (BPP) di daerah pemilihan.

Sedangkan metode baru adalah sistem lama, serta sistem penghitungan dan pembagian kursi yang mengacu kepada pembagian dengan variabel konstan. Metode ini disebut Saint League berupa pembagian secara devisor dengan membuat bilangan konstan 1,4,3,5 dan 7.

Artinya, kata Benget, semua suara partai yang diraih dalam Pemilu tersebut akan dibagi dengan semua bilangan konstan yang bersifat baku tersebut. Kemudian hasilnya diperingkatkan sesuai jumlah kursi yang diperebutkan dalam daerah pemilihannya untuk menenetapkan Parpol yang akan meraih kursi.

Hasilnya, bukan suara terbanyak, namun peringkat terbanyak dengan empat pembagian sesuai metode konstan tersebut. Setelah mendapatkan peringkat Parpol yang meraih kursi, baru dihitung Caleg (calon legislatif) yang berhak memperoleh kursi legislatif. Penentuan Caleg yang mendapatkan kursi itu menggunakan dua model yakni cara yang lama dengan BPP dan kedua yang menggunakan dua varian yakni terbuka terbatas dan suara terbanyak.

“Dengan metode terbuka terbatas kursi legislatif diberikan sesuai nomor urut jika suara parpol secara horizontal lebih besar dari suara masing-masing caleg. Sedangkan untuk suara terbanyak, kursi legislatif diberikan bagi Caleg yang peraih suaranya lebih banyak dari suara Parpol secara horizontal,” ungkapnya.

Sekretaris DPD PDI-P Sumut Soetarto berharap, sistem apapun yang akan diterapkan di UU Penyelenggaraan Pemilu nanti, agar tetap menjunjung tinggi azas pro porsionalitas.

“Pemilu dikaitkan dengan teknisnya karena ini bentuk dari implementasi kedaulatan rakyat yang sepenuhnya diharapkan melalui sistem Pemilu yang saat ini sedang dibahas di DPR RI,” katanya.

Lanjutnya, terkait penghitungan suara dan kursi pada RUU Pemilu saat ini, dikatakannya bahwa setiap Parpol memiliki mekanismenya dalam rangka menetapkan para calon anggota legislatifnya

“Pastinya kita menginginkan kader, tokoh dan figur kita yang punya kapasitas dan integritas, ini bisa mendorong elektabilitas baik pribadi maupun elaktabilitas Parpol itu. Jadi tentu saja sistem apapu itu nanti akan ada plus minusnya,” sebutnya.

Sementara, Sekretaris DPW PKS Sumut Anwar Saragih menyebut, pihaknya membawa misi agar di RUU Pemilu menetapkan 30 persen kuota kursi anggota legislatif berasal dari kalangan wanita.

“Selama ini kan wanita diadu dengan pria, saya pikir itu tidak adil. Harusnya kuota minimal ditetapkan 30 persen, jadi wanita bertarung dengan sesama wanita. Memang PSI partai yang ramah dengan wanita,” bilangnya. (dik/yaa)

 

Exit mobile version