Site icon SumutPos

Sumut Ranking 4 Kasus Korupsi, Gubsu: Jangan Ada Lagi ‘Uang Ketok APBD’

RAKOR BERSAMA KETUA KPK: Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, didampingi Sekdaprov Sumut R Sabrina, Kepala Perwakilan BPKP Sumut Yono Andi Atmoko, dan OPD terkait, mengikuti rakor dan diskusi interaktif Ketua KPK RI, Firli Bahuri, dengan para Gubernur se-Indonesia secara virtual, Rabu (24/06).
RAKOR BERSAMA KETUA KPK: Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, didampingi Sekdaprov Sumut R Sabrina, Kepala Perwakilan BPKP Sumut Yono Andi Atmoko, dan OPD terkait, mengikuti rakor dan diskusi interaktif Ketua KPK RI, Firli Bahuri, dengan para Gubernur se-Indonesia secara virtual, Rabu (24/06).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis sejumlah daerah dengan angka korupsi tertinggi dalam lima tahun terakhir (2014 hingga 2019). Dalam rilis tersebut, Sumatera Utara menempati urutan keempat secara nasional, dan peringkat pertama di Pulau Sumatera sebagai provinsi terkorup.

Angka kasus korupsi di Sumut dalam lima tahun terakhir total 64 kasus. Urutan tiga teratas masing-masing pemerintah pusat dengan 359 kasus, Provinsi Jawa Barat 101 kasus dan Jawa Timur 85 kasus.

Untuk wilayah Pulau Sumatera, Sumut peringkat teratas, disusul Provinsi Riau dan Lampung pada urutan kedua dan ketiga. Masing-masing dengan 51 kasus dan 30 kasus. Data itu disampaikan Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam Rapat Koordinasi dan Diskusi Interaktif Ketua PKK dengan Gubernur se-Indonesia yang dilakukan secara online pada Rabu (24/6).

KPK menyebut, kasus korupsi di sejumlah daerah didominasi suap fee proyek, pengadaan barang dan jasa, serta suap perizinan dan ketuk palu pengesahan APBD. Untuk itu, Firli meminta tak ada lagi kasus korupsi ‘ketok palu’ terkait APBD atau korupsi terkait pengesahan APBD di pemda. “Tolong, saya ingin sekali lagi jangan ada lagi ketok palu dalam rangka pengesahan APBD provinsi, kabupaten dan kota,” katanya.

Adapun 10 wilayah terkorup di Indonesia masing-masing Pemerintah Pusat (359 kasus), Jawa Barat (101 kasus), Jawa Timur (85 kasus), Sumatera Utara (64 kasus), DKI Jakarta (61 kasus), Riau dan Kepulauan Riau (51 kasus), Jawa Tengah (49 kasus), Lampung (30 kasus), Banten (24 kasus), Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Bengkulu, dan Papua (masing-masing 22 kasus).

Menanggapi data KPK tersebut, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi menilai, data tersebut menunjukkan masih banyaknya pemimpin daerah dan juga jajarannya di Sumut yang tidak amanah dalam melakukan pekerjaan mereka.

Edy menyebut, tingginya angka korupsi ini dikhawatirkan membuat kepercayaan publik terhadap pemerintah makin menipis. Dia berharap para pemimpin di daerah ini bisa berbenah, serta menjalankan roda pemerintahan dengan baik dan jujur.

“Saya berharap zero (korupsi) untuk kita (Sumut) ini. Kalau masih korupsi terus, kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin akan turun. Saya harap para pemimpin ini jujur, benar, berani dan ikhlas,” ujar Edy, Kamis (25/6).

“Yang ditangkap KPK ini ‘kan pemimpin, enggak ada yang anak buah, pemimpinlah. Kalau pun ada anak buah, dampak dari tidak terkontrolnya dari pemimpin,” lanjutnya.

Oleh sebab itu, Edy mengimbau seluruh seluruh pimpinan daerah untuk menerapkan nilai kejujuran, ketulusan, dan ikhlas dalam bekerja.

Hentikan Uang Ketok Palu

Edy Rahmayadi mengatakan, kalau kasus korupsi ‘ketok palu APBD’ masih terus terjadi, maka rakyat tidak akan sejahtera. Karenanya ia menekankan jangan ada lagi istilah uang ketok APBD yang menjerat kepala daerah hingga berujung ke jeruji besi.

“Kalau ini masih ada terus, ya tak selesai-selesailah kita ini,” katanya.

Ia menegaskan, tahun ini tak ada lagi pemberian suap dalam proses pembahasan APBD di Sumut. “Uang ketok palunya kita hilangkan. Jika tidak, Sumut akan terus menjadi zona merah KPK. Kalau masih korupsi terus, tentu para kepala daerah akan jelek di masyarakatnya,” ujarnya.

Menurut dia, terjadinya transaksi tak benar untuk menetapkan APBD, adalah akibat ketidakjujuran para pejabat terkait. “Keabsahan APBD itu memang harus ketok palu. Tapi kalau itu menjadi rekayasa, jadinya ketok palu itu tak benar,” ujarnya.

Menurut Edy, Sumut itu kaya. Semua ada di Sumut. “Tapi kenyataan kok miskin? Berarti ada yang salah di situ. Itulah yang kita perbaiki. Kalau korupsi masih terjadi juga, yang perlu dipenjara itu adalah kalian (wartawan). Karena kalian tak bisa mengontrol,” cetusnya.

Guna menghindari korupsi di Sumut, Edy menilai yang perlu diperhatikan adalah perencanaan kegiatan, setelah itu dipelajari dan dievaluasi. Jika rencananya dalam rangka menyejahterakan rakyat, selanjutnya masuk ke anggaran. Setelah dianggarkan, lalu dilaksanakan dan kemudian diawasi dengan ketat.

“Selanjutnya dilakukan pelaporan, dan kita pertanggungjawabkan di LKPJ. Prosesnya sudah benar. Yang tidak benar adalah kita, makanya kitanya yang perlu dibenarin,” pungkasnya.

Sebelumnya dalam Rakor dan Diskusi Interaktif dengan Ketua PKK tersebut, Gubsu Edy membeberkan beberapa upaya pencegahan korupsi di Sumatera Utara. Mulai dari penerapan transaksi non tunai, penerapan e-budgeting, e-planning, e-perizinan dan lainnya.

Pemprov Sumut juga telah melakukan diversifikasi kegiatan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan dengan melakukan probity audit, audit forensik, audit kepatuhan, pembinaan reguler serta pembinaan sepanjang waktu dan berkelanjutan.

“Inilah yang kami lakukan. Ke depan mudah-mudahan korupsi tidak ada lagi di Sumut, kami berupaya untuk itu,” kata Gubernur.

Selain itu, kata Edy Rahmayadi, Pemprov juga terus meningkatkan koordinasi kerja sama, kemitraan dan sinergitas dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI dan Aparat Penegak Hukum (APH). Dilakukan juga standarisasi belanja rutin, penajaman fokus program dan kegiatan, optimalisasi PAD, inventarisasi dan pengamanan aset.

Pemberian penghasilan yang memadai pada pegawai, ketegasan dan percepatan pengembalian kerugian daerah serta penjatuhan hukuman disiplin bagi aparatur yang melakukan tindakan koruptif dan percepatan penanganan pengaduan masyarakat. “Saya apresiasi Ketua KPK telah melakukan pencegahan. Tolong kami dibantu pencegahan ini,” ujar Edy Rahmayadi. (prn/net/rel)

Exit mobile version