Site icon SumutPos

Warga Bentrok dengan Pihak PTPN III

SENGKETA: Kawasan yang menjadi sengket antara warga Kelurahan Gurilla, Kecamatan Siantar Sitalasari.

SIANTAR, SUMUTPOS.CO – Satuan Pengaman (Satpam) kebun PTPN III kembali bentrok dengan warga di Kelurahan Gurilla, Kecamatan Siantar Sitalasari, Rabu (25/1). Bentrokan tersebut berawal saat rombongan pihak PTPTN III mendatangi permukiman warga dengan membawa alat pentungan terbuat dari rotan yang bertujuan untuk merusak tanaman warga.

Pada saat itu, salah seorang warga bernama Tiomerli Sitinjak (54) berusaha menahan agar tanamannya tidak dirusak.  Akan tetapi aksi tersebut mendapat tindakan penganiayaan dari pihak kebun, kibatnya bagian mata Tiomerli bengkak hingga terpaksa mendapat perawatan.

Pada peristiwa bentrokan itu juga diwarnai aksi pelemparan material tanah dan batu ke arah warga. Sehingga sejumlah warga menderita luka. “Kejadiannya siang hari pas saya makan siang. Tiba-tiba mereka (pihak PTPTN lll) datang sekitar seratusan orang dan merusak tanaman kami,” ujar korban saat Sumut Pos mendatangi kediamannya, Kamis (26/1).

Warga yang mengalami penganiayaan saat bentrok antar warga dan PTPN III.

“Saat itu kami banyak ibu-ibu dan juga anak-anak. Tapi terus dilempari dan dipukuli pakai pentungan,” kata korban.

Menurut korban, motif dari penyerangan itu agar warga angkat kaki dari kediamannya. Sebab pihak kebun mengklaim lokasi yang mereka tempati adalah lahan HGU PTPN III.  Akan tetapi pihak kebun sendiri tidak bisa menunjukkan surat HGU dengan jelas.

Korban menambahkan bahwa lahan yang mereka tempati merupakan eks HGU. Tapi pihak kebun melakukan intimidasi kepada warga agar pergi. “Di kawasan ini ada sekitar 200 kepala keluarga yang sudah tinggal 18 tahun. Dari sini kami hidup dan menyekolahkan anak kami. Tapi pihak kebun secara sepihak mengklaim kepemilikan,” terangnya.

Perselisihan pihak kebun dan warga sebenarnya sudah terjadi beberapa tahun sebelumnya. Masyarakat juga mengakui bahwa lahan yang mereka gunakan adalah tanah negara yang merupakan eka HGU. Di mana tahun 80 an, pemerintah memberikan wewenang untuk menggunakan tanah negara yang tidak difungsikan atau dengan istilah lahan tidur.

Tiomerli mengabarkan kalau masalah ini sudah sampai ke pemerintah pusat. Hanya saja belum ada keputusan yang jelas. Dirinya juga mengungkapkan telah berulang kali diperiksa polisi atas tuduhan menggarap tanah kebun.

“Kalau memang ini tanah HGU PTPN III silahkan tunjukkan surat jelas yang dikeluarkan instansi yang terkait. Tapi ini tidak ada ditunjukkan. Kami akan tetap bertahan dan tidak mau diusir secara sepihak,” terangnya sembari mengatakan bawa kasus penganiayaan tersebut sudah dilaporkan ke Polres Pematangaiantar dengan resmi.

Amatan Sumut Pos di kawasan tersebut sudah banyak rumah warga yang telah dirubuhkan pihak kebun. Namun terlihat masih ada ratusan rumah masih ditinggali oleh warga. Kemudian tanaman warga juga sudah diratakan pakai alat berat dan ditanami sawit oleh pihak kebun.

Masyarakat yang tinggal saat ini tidak lagi mendapat menghasilan, sebab tanah yang mereka kelola selama ini sudah dibabat habis oleh pihak kebun. Terpisah Papam Pengaman Distrik Serdang 1 PTPN lll Mayor (purn) Dwi Swarno saat dikonfirmasi mengatakan bahwa pihak mereka yang duluan dilempar oleh warga.

“Saat itu pihak security dan petugas membawa alat berat untuk mengambil alih aset kebun. Tapi anggota mendapat perlawanan. Kami tetap mencoba melakukan pendekatan persuasif ke warga, namun situasinya berbeda,” katanya.

Dwi Swarno menerangkan luas lahan yang digarap warga sejumlah 66 hektar dan sudah diambil alih sekitar 62 hektar. Sisanya 4 hektar masih didiami warga.

Warga yang sudah meninggalkan lahan dan rumahnya, pihak kebun kata Dwi Swarno memberikan suruh hati atau sebagai kompensasi.

“Dulu ada sekitar 200 rumah. Saat ini tinggal sekitar 100 lagi yang masih ditempati warga yang tetap bertahan,” kata Dwi Swarno.

Setelah peristiwa bentrokan tersebut, Dwi Swarno mengatakan pihak kebun menahan diri dulu untuk mengambil alihan aset untuk menghindari korban.  Dwi Swarno menegaskan bahwa lahan yang diduduki warga adalah HGU PTPN lll yang habis pada tahun 2029.

“Jadi bukan lahan eks HGU. Lahan ini sudah HGU PTPN lll,” ujarnya. (mag-7/ram)

 

Exit mobile version